(Ber)Gosip itu perlu tidak?

22 Apr

Memang harus dilihat dari konteksnya dulu. Gosip macam mana yang dimaksudkan. Apakah semacam gosip artis yang biasa terdapat di infotainment (yang aku sama sekali tidak MINAT) atau gosip tentang tingkah laku dan kepribadian seseorang? Bagi orang yang religious pasti mengatakan jangan bergosip, tapi kali ini aku sendiri menyadari bahwa bergosip itu sebetulnya perlu juga. Apalagi dikatakan bahwa perempuan senang bergosip, yang tentu saja dapat disangkal karena tidak sedikit pria yang juga suka bergossip.

Jadi seperti yang pernah aku katakan pada yessy, gosip itu wajib diketahui tapi tidak wajib ditindaklanjuti. Karena sebetulnya dari bergunjing itu ada juga kok hal-hal yang merupakan fakta yang bisa dipelajari. Asal tahu batasnya.

Seminggu yang lalu aku datang ke sekolah Riku untuk mengerjakan pemilahan eco cap. Aku memang kebagian tugas bulan April, jadi meskipun sebetulnya pekerjaan PTA periode tahun fiskal 2009-2010 itu habis bulan Maret, aku masih harus bekerja, sampai nanti pergantian pengurus tanggal 28 April.

Nah di situ aku hisabisani (after a long long time) bergossip ria. Mungkin karena membernya juga enak, tema percakapan ngelantur kemana-mana. TAPI banyak yang berguna. Kebetulan tiga member kami ada yang berpenyakit. Tidak terlihat, tapi ternyata cukup mengganggu. Itu akibat hormon perempua. Yang satu cukup terlihat yaitu dia agak pincang kalau berjalan, dan ternyata pergelangan tangannya berubah. Akibat hormon berlebihan setelah menikah, tulangnya berubah bentuk! Duh kasian juga, sehingga dia tidak boleh terlalu capek, dan tergantung obat untuk mengurangi pergeseran tulang yang lebih drastis lagi. Teman yang kedua, juga akibat perubahan hormon setelah melahirkan, menjadi kurus sekali. Makan sebanyak apapun berat badannya menyusut terus. Untung dokter yang merawatnya langsung menyuruh memeriksa laboratorium dan ketahuan dia mengidap penyakit hormonal itu. Sekarang dia bisa mengontrol berat badannya dengan obat yang harus diminum setiap hari …selamanya sampai mati. Sedangkan yang satunya kebalikannya, menjadi gemuk meskipun sedikit makan. Katanya penyakit kelenjar tiroid ini namanya Hashimoto byo (Hashimoto’s thyroiditis). Duhhh ibu-ibu setelah melahirkan memang rentan terhadap berbagai penyakit. Ternyata keluhan sekecil apapun bisa dicari penyebabnya (di Jepang).  Dan aku harus bersyukur bahwa aku tidak sedrastis itu.

Selain bergunjing masalah penyakit, kami juga membicarakan kelakuan anak-anak. Banyak anak-anak sekarang yang tidak berbekal pengetahuan umum  joushiki 常識. Ibunya sendiri jadi bingung, kenapa anak saya ini. Misalnya seorang anak kelupaan kunci rumah, dan berusaha membuka kunci dengan ranting pohon! Mungkin dia pernah melihat film detektif, tapiiiiiii bukan ranting dong. Ranting itu bisa patah di dalam lubang kunci dan malah merepotkan. Hmmm … di saat-saat seperti itu biasanya aku hanya diam saja (kebanyakan begitu sih) tidak bicara dan membayangkan anak-anakku ternyata masih mending hehehe.

Dan ada satu lagi kesadaran yang terpikirkan dalam pembicaraan kali itu. Yaitu bahwa mengurus anak memang susah, menguras tenaga, waktu dan pikiran. Ibu-ibu dituntut untuk alert terus terhadap pertumbuhan anaknya. Aku baru tahu juga dari gosip hari itu, bahwa pernah suatu sore aku membutuhkan waktu 30 menit naik bus dari stasiun dekat rumah, sampai ke rumah. Yang biasanya 7 menit! Ternyata saat itu ada kecelakaan yang tragis. Seorang ibu “menyuruh” anaknya yang berusia 3 tahun menunggu sendiri di halte bus, sementara dia pergi belanja ke toko seberang. Dan anak itu terlindas roda kanan bus yang bergerak waktu lampu merah berganti hijau. Ternyata anak itu menyeberang jalan sendiri dan tidak terlihat oleh supir bus, yang memang tinggi kursinya. Duuuuhhh (mati seketika dengan kepala pecah hiiii). Terlepas dari gosip bahwa anak itu nakal, atau ibu yang careless menyuruh anak “pecicilan” itu menunggu sendiri, atau gosip bahwa si ibu memang tidak disukai oleh sekitarnya, kejadian ini merupakan pelajaran untuk “selalu berpikir sebelum bertindak”.

Menjadi wanita memang tidak mudah. Mungkin lebih banyak susahnya, tapi itulah hidup. Apalagi menjadi seorang ibu, karena dia harus memikirkan suami dan anak-anaknya, bukan hanya dirinya sendiri. Karenanya wanita juga dituntut untuk menjaga kesehatan jasmani dan rohaninya, supaya bisa menjalankan tugas yang berat itu.

Posting ini BUKAN untuk merayakan hari Kartini, tapi setelah aku tulis ternyata bisa juga dihubungkan dengan perayaan hari Kartini yang sudah lewat kemarin. Yaitu perempuan itu harus pintar!

Dari perempuan manusia menerima pendidikannya yg pertama-tama, di pangkuannya anak belajar merasa, berpikir, berbicara…Dan bagaimana ibu-ibu Bumiputera itu mendidik anak-anak mereka kalau mereka sendiri belum terdidik? (Kartini, 31 Jan 1901)

(kutipan kuambil dari statusnya Koelit Ketjil di FB)