Salah satu arbaito (pekerjaan sambilan) yang pernah saya kerjakan selama di Jepang adalah menjadi model (waktu masih kurus sihh hihihi).
Nah kalo jadi model…. hmmm misalnya model kacamata…. ya ngga usah buka baju dong ya. Atau model jam tangan… Yang musti buka baju ya pasti model baju dalam ya. Untung aku baru coba jadi model kacamata aja. Jadi difoto bagian muka aja kan hehehe.
Tapi biasanya kalau bilang model lukisan…langsung orang berkonotasi modelnya harus telanjang. Sebetulnya wajar sih ya kalau punya persepsi gitu. Karena hampir di setiap adegan yang menunjukkan orang belajar melukis pasti modelnya berbugil-bugil ria ya.
Nah sebenarnya saya pernah menjadi model lukisan. BUT…. justru harus pake baju tuh. Udah gitu yang melukis ibu-ibu sudah tua lagi (kuciwa deh… hehehe). Ceritanya suatu hari, saya dapat telepon dari KBRI, apakah mau menjadi model lukisan, soalnya ada yang cari ke KBRI. Memang wanita Indonesia yang muda (taelah) waktu itu langka sih… dan kebetulan waktu itu saya masih ada waktu nganggur jadi saya ok-in aja. Dan rupanya setelah saya telepon si pelukis dia minta saya bawa baju tradisional indonesia, karena dia mau menggambar orang asing dan alangkah baiknya kalau pakai baju tradisionalnya. Rupanya dia harus menuliskan proses melukis orang, terutama yang non jepang. Buku itu terbitan NHK Publishing, yang disunting oleh pelukis kenamaan Jepang Hirayama Ikuo. Dan yang meminta saya untuk menjadi model adalah Shinozaki Mihoko, yang merupakan pelukis wanita anak-buah (desshi) dari Hirayama Ikuo.
Judul bukunya “Melukis Manusia” (人物を書く) dari seri teknik Kursus Melukis Lukisan Jepang (Nihonga). Nah sepertinya saya harus menjelaskan sedikit di sini bahwa Nihonga, Lukisan Jepang, itu memakai cat dan kanvas khusus. Bukan cat minyak, tapi cat yang terbuat dari serpihan mineral seperti emas, perak atau besi, tembaga lalu dicampur juga dengan kerang, tulang atau serangga malah sehingga kasat dan mempunyai warna yang terbatas. Yang pasti hasil lukisannya berat! Mungkin lebih tepat kalau Anda membayangkan lukisan relief di atas kanvas. Dan yang menarik, biasanya Nihonga ini memakai warna emas untuk point-point yang ingin ditonjolkan. Kalau ada kesempatan melihat Nihongga, coba sentuh dengan jari, dan akan dirasakan bahwa memang seret dan seperti relief.
Jadi, sekitar 3-4 kali saya harus datang ke atelier (studio) sang pelukis itu, dan pakai baju kebaya (untung ngga usah di sanggul) dan…. duduk jadi patung. Sumprit deh…(aku ngga biasa pake kata sumprit euy….) ngga dua kali deh aku mau lagi jadi model. Bayangin saja … musti diam tak bergerak. Orang kayak Imelda gini, di suruh duduk diam? mana bisa sih. Belum lagi kalo abis makan siang, rasanya pengen bobo aja. Dan aku juga tanya kenapa ngga difoto aja sih? Tapi memang lain sih ya, pencahayaan waktu melihat langsung dan dengan hasil foto. Perlu pengorbanan yang tidak sedikit baik dari model dan pelukis nya untuk mendapatkan hasil yang bagus dan maksimum.
Setelah buku itu selesai, saya membelinya untuk kenang-kenangan. (日本画技法講座「人物を書く」平山郁夫監修・NHK出版:2500円)
… dan ketika si pelukis itu menelepon lagi untuk minta saya kembali menjadi modelnya saya tidak tega untuk mengatakan tidak!. Untung kali ini karena dia harus bayar sendiri, saya cukup satu kali datang dan dia banyak memotret pose-pose saja, untuk kemudian dipadukan dalan selembar kanvas berukuran 2mx2m. Hasil lukisannya dipamerkan di Museum Ueno dalam pameran Nihonga.
So, ada juga pekerjaan menjadi model lukisan yang tidak harus berbugil ria….hehhehe.