Sebetulnya kalau kita kemalingan sesuatu… kita juga harus introspeksi diri. Pasti ada sesuatu yang bersumber pada diri sendiri yang kurang diperhatikan (taruh sembarangan), yang kurang dijaga (tidak pakai kunci), atau bahkan…kita lupa bahwa kita punya (baru sadarnya waktu dicuri). Meskipun kita tidak hidup di hutan yang berlaku hukum rimba, adakalanya kita terpaksa “berjaga-jaga” bagaikan kita hidup di hutan, karena penghuni “hutan dunia” itu ada yang tidak menaati “Panduan Tidak Tertulis Cara Bersahabat Universal”. Berjaga-jaga juga bisa dengan cara sedikit menjaga jarak sehingga tidak ngelunjak.
Nah, saya kemarin kedapatan sebuah surat di milis, yang saya juga pikir cukup bagus untuk dimulai. Karena kalau bukan masyarakat yang memulai siapa lagi? Kan kita tidak bisa menunggu pejabat pemerintahan yang sedang sibuk mengatur jalannya kehidupan bernegara untuk turun tangan dalam kasus ini. Selama bisa diadakan oleh swasta …why not?
Saya sendiri baru baca sekilas, tapi saya ingin share dengan pembaca TE soal PERPUSTAKAAN DIGITAL BUDAYA INDONESIA. Saya copykan saja ya surat elektronik yang saya dapat dari Milis ICJ (Indonesian Community in Japan) ini:
Malaysia kembali dituding mengklaim kekayaan budaya Indonesia. Untuk tarian saja, ini adalah kasus yang keempat, setelah “Tari Piring” dari Sumatera Barat, “Tari Reog Ponorogo” dari Jawa Timur dan “Tari Kuda Lumping” yang juga dari Jawa Timur. “Tari Pendet” dari Bali diklaim dengan dijadikan iklan pariwisata Malaysia. (Belakangan diketahui bahwa ini adalah salahnya Discovery Channel yang memasukkan tari itu di iklannya, bukan atas suruhan Malaysia)
Saya terkesan dengan upaya sejumlah anak muda yang terus berupaya
untuk mencegah hal ini untuk terus terjadi. Mereka (Indonesian
Archipelago Culture Initiatives atau IACI) telah melakukan sesuatu.
Teman-teman dapat melihat upaya mereka di situs
http://budaya-indonesia.org/ . Mereka melakukan proses pendataan
budaya indonesia dalam situs tersebut. Selain itu, mereka juga
mengupayakan langkah perlindungan hukum atas kekayaan budaya
Indonesia.
Saya pribadi sangat apresiatif dengan langkah nyata tersebut. Selain
itu, saya menghimbau kepada rekan-rekan sekalian untuk membantu
perjuangan anak muda ini agar kisah Batik, Sambal Balido, Tempe, Lakon
Ilagaligo, dan lain sebagainya tidak kembali terulang.
Setidaknya ada 2 bantuan yang dapat kita berikan untuk perjuangan tersebut:
1. mendukung upaya perlindungan budaya Indonesia secara hukum.
Kepada rekan-rekan sebangsa dan setanah air yang memiliki kepedulian
(baik bantuian ide, tenaga maupun donasi) di bagian ini, harap
menggubungi IACI di email: office@budaya-indonesia.org
2. Mendukung proses pendataan kekayaan budaya Indonesia.
Perlindungan hukum tanpa data yang baik tidak akan bekerja secara
optimal. Jadi, jika temen-temen memiliki koleksi gambar, lagu atau
video tentang budaya Indonesia, mohon upload ke situs PERPUSTAKAAN DIGITAL BUDAYA INDONESIA, dengan alamat http://budaya-indonesia.org/
Jika Anda memiliki kesulitan untuk mengupload data, silahkan
menggubungi IACI di email: office@budaya-indonesia.org
Sekarang bukanlah saatnya untuk saling menyalahkan atau sekedar pembelaan diri, tetapi melakukan sesuatu yang nyata.
– Lucky Setiawan
nb: Mohon bantuanya untuk menyebarkan pesan ini ke email ke teman,
mailing-list, situs, atau blog, yang Anda miliki. Mari kita dukung
upaya pelestarian budaya Indonesia secara online.
Nah, jadi kalau ada waktu dan ada pikiran/ide dan lain-lain bisa bergabung tuh di sana. Paling sedikit….intip yuuuk website itu.