Ladybug and Crepe

1 Jun

Tentu saja tidak dijadikan satu (hiiii masak ada Ladybug Crepe…..tapi kalau nama toko crepe bagus juga ya), tapi keduanya adalah topik hari ini, awal bulan Juni.

Karena aku masih sakit, setelah antar Kai ke penitipan aku menyelesaikan urusan bayar-bayaran segala macam di bank, lalu cepat-cepat pulang ke rumah. Sampai di rumah belum jam sepuluh, tapi malesssss banget untuk ngapa-ngapain. Termasuk untuk menjemur cucian. Hmmm kapan lagi aku bisa siesta (bobo siang) nih. Jadi terhitung sejak jam 10 sampai jam 1:30 aku pulezzzz. Tidak lama sekitar pukul 1:45 Riku pulang. Wah kok cepat? Rupanya hari ini hanya 4 jam pelajaran, jadi sesudah makan siang, mereka pulang.

Riku ada janji ke dokter gigi jam 3:30, tadinya dia mau pergi bermain ke taman bersama teman-temannya. Tapi entah kenapa tidak jadi, dan film di disney chanel lebih menarik buatnya. Aku biarkan saja, dan masuk tempat tidur lagi…. waduuuh kebo banget aku hari ini. Tidur lagi sampai jam 3 sore. ZzzZZzZZz

Bangun jam 3, langsung siap-siap ke dokter gigi. Hari ini kali terakhir karena dipasang tambalan terakhir.Jadi minggu depan tidak usah kembali lagi. Riku juga sudah mulai malas pergi ke dokter gigi. Sebetulnya tadi ada kesempatan untuk minta ijin dokternya membuat foto dia lagi ditangani, cuma ntah deh aku males banget hari ini.

Setelah selesai dari dokter gigi, kami belanja ke toko dekat situ dan menjemput Kai. Waktu memarkirkan sepeda itulah kami menemukan ladybug, nama kerennya untuk kumbang kepik atau tentoumushi dalam bahasa Jepang. Kalau ladybug aku masih berani. Cute kan! Jadi ingat sama crature semacam ladybug tapi berwarna coklat di tanah depan rumah. Waktu kecil aku suka mengorek-orek tanah yang membentuk pusaran, karena di dalamnya pasti ada undur-undur. Keluarkan undur-undurnya dan mainin. (Kalau dipikir sadis juga ya, tidak berperikebinatangan hihihi)

Jadi deh kami bawa ladybug ke rumah, dan sementara jadi bahan mainan anak-anak. Sementara itu aku persiapkan bahan untuk membuat crepe. Riku minta dibuatkan crepe dan untuk itu kami sudah beli es krim dan whipping cream waktu belanja tadi. Kebetulan aku punya alat pemanggangnya yang dari listrik dan aman untuk dipakai bersama anak-anak. Alat ini sudah diatur sampai suhu tertentu saja. tidak akan gosong seandainya lupa.

Nah, karena Fatma pernah tulis minta resep, aku tuliskan di sini resepnya ya. Gampang sekali kok buatnya:

Resep crepe:

Susu 240 ml
Terigu 80 gr
Telur 2 butir
Gula 2 sendok makan
Garam seperempat sendok teh

bisa tambah vanili sedikit, tapi aku tidak pakai, karena tidak punya.

Adonan diaduk dan jika masih ada terigu yang menggumpal, seluruh adonan disaring saja. Tuangkan satu centong ke atas wajan atau plate panas sambil dilebarkan. Kalau permukaan sudah kering, bisa dibalik.

Crepe yang sudah jadi bisa diberi isi macam-macam. Riku isi crepe dengan es krim coklat, whipping cream dan mixed fruit kaleng. Kemarin waktu buat aku pakaikan peanut butter di atas crepe panas-panas juga uenak banget. Wahhh pokoknya bahaya deh untuk diet hihihi. (Mumpung lagi sakit, dietnya diberhentikan dulu, dan selembar crepe masih bisa ditolerir hihihi). Sambil ngebayangi waktu makan crepe di Harajuku sana. Beuh mahal! 400-500 yen, padahal kalau buat sendiri lebih murah hehehe (dasar pelit ahhh)

Dan setiap aku membuat crepe, aku teringat seorang bibi dari oma, yang bernama Bi Ima (alm) yang sering membuatkan kami crepe di rumah Jakarta. Dan saat itu isi crepe nya adalah gula manis ditambah kayu manis tumbuk. Atau kadang kalau rajin membuat vla vanila/coklat untuk diisikan pada crepe, lalu masukkan lemari es. Jadi ingat sering membeli di toko Mon Ami tuh(dan ada terus sampai sekarang). Tuh kan, hampir setiap apa yang kumakan ada sejarahnya tuh. 🙂

Care for a slice of crepe anyone?

yummy loh

Gigi

31 Mei

Seberapa sering Anda ke dokter gigi untuk memeriksakan gigi Anda? Semestinya setiap 6 bulan sekali disarankan untuk memeriksakan gigi sekaligus membersihkan gigi dari plaq yang ada. Aku? wah sedapat mungkin tidak mau ke dokter gigi deh. Meskipun akhirnya 3 minggu lalu aku terpaksa mulai berobat lagi, karena tambalan gigi geraham paling belakang terlepas. Dan oleh dokter disarankan untuk mencabut gigi itu di Rumah Sakit Gigi yang menyatu dengan Universitas. Karena termasuk operasi, mungkin mereka maunya semua terjamin (termasuk anastesinya).

Aku perhatikan di Jepang memang orang lebih senang pergi ke RS Universitas daigaku byouin 大学病院 , mungkin karena lebih afdol dan dipercaya  bahwa teknologi baru terus dikembangkan justru di universitas. Padahal kalau di Indonesia kita punya persepsi bahwa tidak mau dijadikan kelinci percobaan oleh mahasiswa kedokteran. Hmmm persepsi soal kepercayaan ini, sepertinya harus diubah deh.

Dan untuk pergi ke RS universitas ini aku diberi surat pengantar. Cuma aku belum bisa menentukan kapan sebaiknya aku ke sana. Butuh waktu sehari penuh untuk memeriksakan diri selain dari hari operasi. Selain tempatnya lumayan jauh dari rumah aku, antrinya itu lohhhh… Kapan ya? (Sekarang aku sendiri sedang sakit flu, jadi harus menyembuhkan flunya dulu)

Meskipun aku malas memeriksakan gigi untuk diriku, untuk anak-anak aku selalu perhatikan dan antar mereka ke dokter. Riku lumayan bagus giginya, tapi sayangnya untuk Kai aku terlambat. Kai termasuk cepat tumbuh giginya. Belum satu setengah tahun giginya sudah lengkap semua. Tapi karena kebiasaan dia minum susu sambil tidur, ditambah lagi kelihatan mutu giginya buruk (mungkin karena dia prematur ya…) jadi belum apa-apa sudah rusak gigi depannya.  Dengan susah payah aku ajak dia ke dokter gigi sejak umur 2 tahun tapi dokter juga tidak mau memaksakan pengobatan. Katanya takut menimbulkan image yang jelek terhadap dokter gigi. Ya sutra lah… terpaksa tunggu sampai gigi susunya tanggal satu-per-satu deh.

Nah, tadi pagi kebetulan ada berita menarik tentang dokter gigi di Jepang. Ternyata sekarang jumlah dokter gigi di Jepang sudah lebih dari 100 ribu orang, melebihi jumlah toko konbini (convinience store semacam Circle K). Dengan kenyataan ini persaingan dokter gigi juga semakin ketat. Banyak dokter gigi yang pasiennya berkurang, dan terpaksa menganggur semu. Dikatakan bahwa sekitar 20 tahun yang lalu memang diperlukan banyak dokter gigi untuk mengobati anak-anak yang sering sakit gigi akibat konsumsi gula dan boom ekonomi. Sekarang kesadaran akan kesehatan sudah meningkat dan sistem pencegahan kerusakan gigi semakin canggih.

Untuk itu klinik gigi shika-iin 歯科医院 harus membuat terobosan baru yang bisa menjamin datangnya pasien ke tempat mereka. Salah satu yang dibuat sebuah klinik gigi di Sendai adalah dengan membuat kamar bermain bagi anak balita. Sehingga ibu-ibu dapat memeriksakan gigi dengan tenang karena tau anak-anaknya dijaga oleh perawat yang ada, tanpa perlu mengeluarkan uang tambahan untuk penitipan. Selain itu keadaan anak-anak bisa dimonitor lewat TV yang terpasang di kursi “pesakitan” hihihi. Canggih deh pokoknya kursi dokter gigi sekarang. Di klinik yang aku biasa pergi, air kumur-kumurnya akan otomatis mengisi sendiri jika level air berkurang dari seharusnya. Satu setnya bisa berapa juta yen tuh harganya.

Selain servis terhadap ibu-ibu dengan balita, juga melakukan kunjungan ke rumah orang tua yang tidak bisa ke klinik. Dinas luar ceritanya. Nah, kalau yang begini sih tidak bisa bawa kursinya ke mana-mana, jadi back to manual lagi deh.Satu lagi servis yang disediakan adalah pencegahan (bukan pengobatan) jadi untuk waktu tertentu orang bisa datang untuk memeriksakan giginya, yang akan ditangani oleh perawat saja. Termasuk membersihkan plaq. Seperti ke salon deh gitu hihihi…..

kursi pesakitannya nyaman loh...bisa ganti nama bukan kursi pesakitan tapi kursi kenikmatan ...cieeee

Bagi yang tinggal di Jepang, biasanya kita ke klinik gigi akan ditanya rekomendasi siapa. Lalu disuruh mengisi riwayat kesehatan untuk dibuatkan karte. Untuk pemeriksaan pertama biasanya gigi akan dirongent dulu. Dan hasil rontgen akan ditampilkan secara digital di monitor (ini yang punya kursi canggih itu ya, kalau tidak maka bentuk hasil rontgen seperti film negatif saja. Nah jika gigi berlubang, kita harus siap untuk berkunjung ke dokter paling sedikit satu setengah bulan. 2-3 kali untuk mencabut syaraf, 1 kali pembuatan cetakan gigi, 1 kali pemasangan tambalan yang sudah dicetak dan 1-2 kali untuk memeriksa bentuk dan dudukan dari tambalan. Kadang aku sebel kok untuk tambal gigi aja seakan-akan disuruh bolak-balik terus. Tapi ya begitulah sistem kerja di sini. Ngga bisa sistem “ketok magic” 2 minggu jadi gitu hahaha! Tapi karena dokter giginya cakep-cakep, lumayanlah buat cuci mata 😀 (Eh tapi waktu “dikerjain” kan merem…jadi ngga bisa deh liat-liatan hihihi)

Waktu aku mengantar Riku ke dokter bedah juga begitu. Jadi waktu Riku berumur 4 tahun, dia pernah terantuk di kamar dan dahinya terkena ujung tempat tidur. Keluar darah kental yang untungnya tidak “menyembur”. Cepat-cepat kami bawa ke klinik bedah dan emergency dekat rumah. Kemudian pelipisnya dijahit dua jahitan. Takjub deh sama Riku, dia tidak menangis sama sekali. Dari dulu Riku tidak pernah menangis kalau disuntik atau diperiksa dokter. Nah, selesai dijahit, aku harus mengantar Riku SETIAP HARI untuk diganti perban dan diobati! Menyebalkan sekali, tapi memang katanya begitu kalau ke dokter bedah. Mereka biasanya menyuruh kita kembali minimum satu minggu. Mungkin ini juga ada kaitannya dengan asuransi. Biasanya asuransi swasta baru membayarkan asuransi jika seminggu bolak-balik ke klinik.

Jadi …kapan ya aku ke Rumah Sakit itu? hmmmm liat jadwal dulu deh! Yang penting sembuhin flunya dulu deh…