End of July

31 Jul

Sebetulnya kalau mau melihat posting-postingku beberapa tahun ke belakang, aku sudah berada di Indonesia sekitar tanggal 23-an Juli. Begitu “hari laut” lewat, langsung cabut! Tapi kali ini keberangkatanku untuk berlibur musim panas ke Jakarta memang agak laat, yaitu tanggal 28 Juli. Tiket sudah kupesan dari pertengahan bulan Maret untukku, Riku dan Kai, sedangkan untuk Gen kupesankan mulai dari tanggal 19 Agustus sampai tanggal kepulangan kita bersama :25 Agustus.

Ada satu yang aku lupa, yaitu bahwa pada hari keberangkatanku Sabtu, 28 Juli itu, ternyata Gen harus bekerja, sehingga tidak bisa mengantar kami. Dan sulitnya tidak ada bus limousine bandara dari daerah dekat rumahku yang sepagi itu. Karena pesawat take off pukul 9 :30 pagi, berarti aku harus berangkat paling lambat pukul 5 pagi dari rumah…dan itu muri 無理 (impossible). Jadi pada saat-saat terakhir aku memesan hotel di Narita lewat agoda, dan untung masih ada kamar di Hilton Narita. Mahal, tapi apa boleh buat.

Karena aku membawa cukup banyak koper, aku memesan pelayanan ANA Tebura (tebura = tangan kosong), sebuah pelayanan penjemputan koper dari rumah, sampai ke bandara tujuan. Jadi kami tidak perlu men-check in kan barang secara fisik di counter check-in, cukup memperlihatkan kertastanda terima. Kami tinggal menerima koper-koper itu di negara tujuan, bersama koper/barang lain yang kami bawa sendiri. Biayanya affordable, yaitu biaya pengiriman + 500 yen service untuk checkin sehingga satu kopernya 2000 yen. Pelayanan ini sangat efisien untuk ibu-ibu yang bepergian dengan bayi (sehingga dulu sering kupakai juga waktu anak-anak masih kecil), atau untuk mereka yang sudah lansia/tidak kuat mengangkat koper yang berat.

Kami berangkat dari rumah sudah magrib, karena aku membersihkan rumah dulu sebelum pergi, termasuk membuang makanan dalam lemari es dan sampah-sampah yang bisa busuk. Nah yang kami tidak perhitungkan adalah hari itu Jumat malam sehingga pasti jalanan padat. Sempat terjebak macet di beberapa tempat sehingga akhirnya kami baru sampai di hotel pukul 9 malam (dan waktu tanya restoran hotel itu last ordernya pukul 9:30 malam…yaaaah) . Jadi setelah cek in, taruh barang di kamar, kami langsung naik mobil lagi ke kota Naritanya. Kami makan di sebuah restoran family Coco’s yang ternyata cukup enak (aku baru pertama kali ke situ). Yang menarik waktu pulang, menuju lapangan parkir, kami melihat ada tiga bintang segitiga di angkasa. Natsu no daisankaku 夏の大三角. Memang Riku diberi tugas oleh gurunya untuk melihat angkasa dan menemukan Segitiga Musim Panas ini.

gambar diambil dari wikipedia

The Summer Triangle is an astronomical asterism involving an imaginary triangle drawn on the northern hemisphere’s celestial sphere, with its defining vertices at AltairDeneb, and Vega, being the brightest stars in the three constellations of AquilaCygnus, and Lyra.

Aku selalu heran mengapa orang Jepang cukup hafal dengan nama-nama bintang dan letaknya, sedangkan aku yang orang Indonesia hanya tahu perbintangan waktu pelajaran Bumi dan Antariksa di SMA, dan tidak ada yang lengket di otak 😀

Pagi harinya pukul 6:30 aku, Riku dan Kai naik bus shuttle menuju bandara, sedangkan Gen naik mobil langsung ke kantor. Cek in di Narita juga lancar, dan dengan santai bisa boarding. Barang tentengan tidak tidak banyak, hanya satu tas beroda yang berisi komputer + baju ganti satu orang satu stel (aku selalu biasakan bawa baju ganti karena kamu tidak akan bisa prediksi apa yang akan terjadi di dalam pesawat, semisal ketumpahan ==kalau dulu waktu anak-anak bayi ya kena muntahan== atau jika sampai koper kamu terlambat tiba).

Perjalanan selama 7 jam di pesawat juga lancar, meskipun ada beberapa kali mengalami turbulance. Harus mengantri cukup lama di imigrasi untuk visa on arrivalnya Riku dan Kai. Yang aku rasa heran ada orang (bukan orang Jepang) yang mau mengambil foto dalam antrian imigrasi, padahal di papan tertulis tanda larangan memotret. Sehingga petugas imigrasi sempat berteriak-teriak melarang. Kurasa semua imigrasi di seluruh dunia melarang pengambilan foto di ruang imigrasi deh. Aku juga merasa aneh karena jam setengah empat itu imigrasi untuk orang Indonesianya sepiii sekali. Rupanya pesawat sebelum kami dari pesawat dari Hongkong yang mendarat pukul 2, yang ditumpangi Mas NH18. Sayang si mas cepet-cepet ngabur jadi tidak bisa kopdar di Bandara deh 😀

Senang deh rasanya melewati jalan tol sekitar pukul 4:30 di hari Sabtu, lancar jaya, dan kami sampai di rumah disambut opa yang sudah menunggu. Senang sekali berada di rumah kembali, meskipun ada rasa sepi yang menghadang, ketika setiap kali aku menahan diri tidak bertanya, “Mama mana?” 🙁

Aku selalu usahakan untuk hadir pada ulang tahun papa (opa) tgl 29 Juli. Tahun ini pertama kalinya merayakan ultah opa tanpa mama. Jadi aku dan anak-anak menemani opa untuk misa minggu pagi. Kasihan juga sebetulnya anak-anakku ini, karena mereka tidak mengerti sama sekali jalannya misa dalam bahasa Indonesia, sehingga merasa bosan. Dan setiap kali mereka ribut atau akan tertidur, aku paksakan mereka tetap awas sambil berkata: “Tahan dong, ini kan ulang tahunnya opa”.

Ultah opa yang ke 74 – 29 Juli 2012

Ultah opa yang ke 74 dirayakan di rumah siang hari pukul 12. Kami tidak mau repot sehingga memesan catering saja, dan bisa berkonsentrasi menemui saudara-saudara yang datang, bercakap-cakap dan bercanda bersama. Tak disangka sekitar 63 orang saudara bisa datang, sehingga kami bisa bersilaturahmi bersama. Saudara yang muslim datang waktu berbuka, yang kami temani setelah sempat ngabur berenang di antaranya. Liburan kali ini memang temanya “Saudara dan Renang”, terutama bagi Riku. Sambil aku berharap juga, semoga aku yang mengantar hampir setiap hari (baru 3 hari sih) bisa ikut kurus 😀

Ya, kami sudah memulai liburan musim panas tahun 2012 di Jakarta. Tanpa ada rencana yang pasti, karena tujuanku cuma satu: To be at home!

 

Fathers and daughters (the eldest of Mutter’s and Coutrier’s)

 

KOLI

24 Jul

Menurut KBBI Daring  ko·li n satuan barang bagasi atau barang kiriman. Meskipun lazim dipakai di bandara, mungkin sedikit orang yang langsung mengerti apa yang dimaksud dengan koli. Kupikir memang lebih sering dipakai satuan “potong” atau “koper” saja untuk orang awam.

Sabtu pagi pukul 4 pagi akhirnya selesai juga aku packing 3 buah koper, besar dan kecil untuk kubawa ke Jakarta. Meskipun isinya kebanyakan pakaian, yang sebetulnya tidak terlalu berat, ada satu koper yang sampai 28 kg. Memang aku biasa pakai koper besar, karena aku lebih suka menyatukan barang daripada memakai beberapa koper yang kecil-kecil. Takut lupa intinya sih. (Ingat waktu saat kami pindahan dari London yang membawa 27 koper. Padahal sudah pakai kontainer juga hihihi)

Setelah beres-beres rumah, pukul 5 kami berangkat. Untung saja ke 3 koper itu bisa dimuat dalam bagasi mobil Jazz kami. Hebring juga deh Hondaku ini. Selama perjalanan yang lancar ke Narita, aku tidak tahu apa-apa lagi. Tidur terus selama perjalanan karena memang aku tidak tidur sama sekali. Akhirnya kami sampai di counter check in pesawat ANA pukul 7 pagi teng!

Antrian tidak panjang, kami dilayani seorang gadis manis yang menyapaku dengan bahasa Jepang. Kami memang baru kali ini memakai ANA ke Jakarta. Waktu Kai masih bayi, aku memakai SQ yang terkenal dengan Family Servicenya yang bernama MASS, yang pernah kutulis di “Untung ada mas”. Atau memilih penerbangan dengan JAL, yang langsung Tokyo – Jakarta (waktu itu GA tidak ada penerbangan langsung Tokyo -Jkt, harus transit di Bali. Daripada transit di Bali, aku lebih suka transit di Singapore). Atau tahun kemarin aku pakai Cathay Pasific karena memang mau mampir ke Hongkong tempat adikku, Kimiyo. Nah, tahun ini aku senang sekali karena ANA membuka jalur penerbangan langsung Tokyo – Jakarta, dan harganya murah dibandingkan dengan penerbangan langsung lainnya dari maskapai lain. Dan aku sudah beli tiket pulang itu sejak 22 Februari, sebelum Gempa terjadi.

Nah, yang aku tidak tahu adalah bahwa ANA memberlakukan sistem bagasi baru sejak April 2011 ini. Yaitu seorang penumpang boleh membawa 2 koli (2 potong) koper yang maximum beratnya 23 kg. Jadi koperku yang seberat 28 kg itu kena denda (karena masih kurang dari 32 kg) 3000 yen. Daipada aku musti pindahin 5 kg ke koper lain, ya mending aku bayar saja deh. Tapi sebagai pelajaran nanti jika pulang untuk menimbang satu koper tidak lebih dari 23 kg. Dan sebetulnya kebijakan ANA ini menguntungkan penumpang, karena yang dulunya seorang cuma bisa membawa 20 kg, menjadi 46 kg! Hebat ah… Tapi secara sekilas aku membaca dari penjelasan si nona manis itu, yaitu pihak ANA juga beruntung dengan sistem baru ini. Yaitu mereka juga menyediakan service “tebura” pelayanan pengambilan koper (tentu berbayar) dari rumah yang akan langsung cek in ke pesawat, tanpa kita perlu mendorong atau memuat koper sampai Narita sendiri (dulu waktu pakai JAL dan bawa bayi aku pakai service ini). Nah kalau 2 koper setiap orang kan juga menguntungkan pihak maskapai … ho ho. mutualisma ya.

Jadi kalau aku akan memakai layanan ANA seterusnya, aku harus membeli beberapa koper yang berukuran sedang. Koper besar itu sulit dipakai kalau mau memenuhi max 23 kg. Manusia kan cenderung memenuhi semua space yang ada (maklum emak-emak ngga mau rugi hahaha). Jadi bisa bayangkan nanti kalau kami pulang, kami bisa membawa 8 koli dengan berat 160 kg lebih! Kayaknya musti sewa truk untuk bawa ke bandara/rumah deh hahaha.

Urusan imigrasi lancar. Sambil menghapus airmata, Riku masih memaksaku untuk menelepon papanya sebelum boarding. Dia sejak 2 hari lalu menangis terus setiap mengingat bahwa papanya tinggal sendirian di Tokyo selama 3 minggu, sebelum menyusul kami. Ah, anakku ini memang perasa sekali (seperti mamanya …cihuyyy). Perjalanan selama 7 jam kami lewati dengan tidur. Sayangnya karena sebelum naik pesawat kami sarapan dulu, jadi kami nyaris tidak menyentuh makanan yang disediakan pramugarinya. Padahal rasanya lumayan lah.

Kami mendarat pukul 2:45 dan menyelesaikan urusan visa on arrival cukup makan waktu. Cuma kali ini aku merasa cukup bisa bersabar karena setelah menyelesaikan V.O.A ini, kami tidak perlu lagi antri di imigrasi. Nah, gitu dong. (Meskipun akhirnya tetap harus antri, untuk penyelesaian imigrasi aku)

Aku menggunakan jasa porter no 98 untuk membawakan 3 koper dengan trolley. Riku selalu suka naik ke atas koper-koper di trolley itu. Dan memang hanya di Jakarta saja dia bisa begitu. Kalau di Tokyo sudah pasti dilarang petugas. Kalau Jakarta kan semua cara dan keinginan dihalalkan 😀

Tapi aku beruntung mendapatkan porter yang baik. Karena sebetulnya begitu kami keluar pintu arrival, kami tidak melihat satupun anggota keluarga yang menjemput. Nah loh, gimana nih. Ngga lupa kan???? Saat itu si Bapak 98 menawarkan HP nya untuk menelepon. Waaah baik amat si Bapak. Jadi setelah mencari catatan nomor-nomor telepon aku pakai HP nya untuk menanyakan posisi penjemput. Si Bapak ini juga yang menyarankan supaya kami menunggu di depan Hok-ben karena tempatnya mudah terlihat. Dia juga ikut membantu menjaga anak-anak, sekaligus memperhatikan Kai yang lari-lari ke sana kemari. Duuuh ini anak bungsuku pecicilan banget deh. Jadi aku senang si Bapak ikut membantu memperhatikan anak-anak sementara aku repot menghubungi sana -sini. Dan akhirnya tak lama aku melihat adikku Andy, datang menghampiri kami. Si Bapak ikut membawa trolley sampai lapangan parkir tempat mobil diparkir. Terima kasih ya pak, untuk bantuannya, juga untuk pulsanya.

Yang aku dari dulu ingin tahu, porter begitu satu kolinya diberi berapa rupiah ya?

Well,  I’m hoooooome!