Naik Pangkat

9 Mei

Sebetulnya mungkin lebih cocok naik kelas, tapi aku mau pakai naik pangkat saja ah…. Dan bukan, bukan cerita tentang suamiku naik pangkat di pekerjaannya. Tapi tentang aku 😀

Anak-anak naik kelas. Mulai bulan April 2017, Riku menjadi kelas 3 SMP dan Kai 4 SD. Wajar saja peristiwanya, toh setiap tahun memang harus naik kelas ya? Karena masih sebagai murid! Kalau aku? Mau naik kelas bagaimana lagi? Sudah mentok 😀 Tapi memang komposisi jam pelajaran yang harus aku pegang bertambah sedikit, di 3 kampus, 1 lembaga pemerintah, 1 kursus yang dikelola KBRI-Japinda. Selain mengajar, masih harus mengurus organisasi kristen, kegiatan gereja, tentu selain mengurus rumah ya 😀 (kadang lupa sih bahwa masih ada rumah yang harus diurus hehehe, karena yang penting dapur dan meja makan saja harus disulap setiap hari). Nah, tapi sesuai judulnya, tahun ini aku naik pangkat!

Seorang teman Miyamoto namanya, ibu ini tomboy sekali. Anaknya laki-laki, dulu waktu TK anaknya satu kelas dengan Riku. SD nya beda, sehingga waktu masuk SMP yang sama, kami merasa seperti “teman lama”. Apalagi namaku Miyashita, sama-sama masuk di seksi publikasi 2 tahun yang lalu. Dan kamu berdua sering hadir di acara-acara sekolah dengan kamera kami, sehingga diberi nama “Miya-combi” 😀

Aku, “Miyamoto san, ayo masuk kegiatan PTA lagi (dulu kami janjian untuk masuk seksi publikasi lagi di kelas 3)”
Dia, “Maaf, aku tahun ini tidak bisa ikut PTA. Karena aku jadi ketua seksi di PTA SMA (anak tertuanya sudah masuk SMA). Jadi untuk SMP tahun ini aku pas deh. Soalnya sudah NAIK PANGKAT 出世!”

Kami berdua tertawa, karena ya memang istilah Shusse Naik Pangkat itu terasa pas untuk kondisi kami berdua. Dia sibuknya sekarang di SMA, naik pangkatlah dari SMP. Sedangkan aku? aku masih tetap di SMP, tapi aku sekarang menjadi PEJABAT (pengurus inti) di PTA SMP hehehe.

Pas pulangnya, aku mendapat inbox dari teman di Tokyo, Zya, “Mbaaaak aku disuruh jadi wakil ketua PTA, padahal aku tidak bisa bahasa Jepang!”
“PTA apa TK atau SD?”
“SD”
Aku memang tidak menyarankan ibu-ibu Indonesia menjadi pengurus PTA di sekolah di Jepang, kalau tidak bisa bahasa Jepang. Karena mau tidak mau semua komunikasi, baik lisan atau tertulis dengan bahasa Jepang. Tapi teman-teman  Zya itu berkata akan membantu…. ya mungkin bisa dicoba saja, kataku. Dan ternyata Zya menerima tugas sebagai wakil ketua dan bahkan sudah ikut rapat-rapat yang diterjemahkan oleh yang hadir. Hebat! Dan aku ikut merasa bangga  dengan Zya  dan senang mendengar dia sudah merasakan persahabatan tulus dari teman-teman Jepangnya sejak dia menjadi pengurus PTA.

PTA itu apa sih? Dalam bahasa Inggris Parent Teacher Association. Bahasa Jepangnya 父母と教職員の会 Fubo to kyoshokuin no kai. Perkumpulan orang tua murid dan guru, yang fungsinya untuk membantu kelancaran jalannya pendidikan di sekolah. Dan PTA ini di Jepang cukup mempunyai andil dalam pendidikan sekolah, meskipun tentu kadarnya berbeda antara sekolah negeri dan sekolah swasta, juga menurut jenjang pendidikannya. PTA di TK tentu tidak seaktif jenjang-jenjang di atasnya. Tapi menurutku selama aku mengikuti kegiatan kepengurusan PTA, PTA di TK membutuhkan keterampilan yang menunjang kegiatan anak-anak. Menjahit atau kreasi yang lucu-lucu ditambah dengan tenaga ekstra. Membantu anak-anak dalam acara olahraga dan kesenian itu memerlukan tenaga yang tidak sedikit.

PTA SD lebih teratur, lebih memakai pemikiran. Meskipun kegiatannya biasanya sudah pasti yaitu pengejawantahan kegiatan  dengan 3 unsur: membantu pendidikan murid (kegiatan dalam sekolah), pendidikan orang tua (kegiatan untuk diri sendiri) dan pendidikan masyarakat (kegiatan yang melibatkan warga sekitar). Kebetulan di SD kami tidak mengikuti asosiasi PTA SD sehingga kegiatannya dalam setahun tidak begitu banyak. Waktu Riku SD, aku menjadi pengurus PTA untuk seksi kegiatan siswa, yang kerjanya antara lain mengumpulkan tutup botol, tanda bellmark dll.

PTA SMP lebih sulit, lebih banyak kegiatannya daripada SD. Karena biasanya juga menjadi anggota dari asosiasi PTA, jadi sudah pasti Ketua PTA akan bertambah lagi tugasnya untuk menghadiri kegiatan asosiasi PTA, yang dihadiri juga oleh komite pendidikan daerah. Selama tiga tahun di SMP, kebetulan sekali ketua PTA nya sama, seorang bapak yang cukup slengekan. Waktu Riku kelas 1, aku masuk ke seksi publikasi dan tugasnya seksi ini cukup sulit. Seperti yang tadi aku sudah tulis, tadinya aku mau masuk seksi publikasi lagi di kelas 3, sebelum Riku lulus dari sekolah itu. TAPI pada akhir tahun kelas 2 (sekitar bulan Oktober 2016), aku terjerat undian! Sehingga aku terpaksa berkumpul bersama orang-orang lain yang terjerat undian, untuk memilih “pejabat” kepengurusan inti. Karena pos ketua sudah ada, masih harus memilih untuk pos wakil ketua 副会長, sekretaris 書記 dan bendahara 会計. Terpaksalah aku datang, dan tidak betah berada dalam ruangan dengan sekitar 25 orang “terpilih paksa”. Kebetulan ada satu teman yang waktu kelas 1 kami bersama-sama mengajukan diri jadi pengurus PTA. Dia memang terlihat pandai dan sudah berpengalaman berorganisasi. Dia langsung mengajukan diri menjadi wakil ketua.

Nah pos yang tersisa adalah sekretaris dan bendahara deh, dan aku memang tidak suka pada kondisi semua diam, tidak mau menjadi pengurus. Memang semua sibuk, tidak ada ibu-ibu yang tidak sibuk di Jepang! Tapi akhirnya karena ada ibu di sebelahku sudah mulai menangis (dia selain harus kerja dan urus rumah tangganya, juga harus merawat orang tuanya yang sudah jompo), aku akhirnya angkat tangan dan bersedia menjadi sekretaris. Toh buatku tidak masalah menulis (mengetik) bahasa Jepang dan membuat laporan, termasuk mencetaknya dengan lithograf (stensilan). Malah sebetulnya aku cukup senang bekerja seperti itu. Begitu namaku ditulis di papan, akhirnya pos-pos lainnya terisi juga. Mungkin mereka malu juga ada orang asing yang bersedia hehehehe.

Jadi aku menjadi “pejabat” di PTA, dan mulai rapat pertama kali bulan Februari. 1 Ketua, 2 wakil ketua, 3 sekretaris dan 2 bendahara, 8 orang yang harus mengatur kegiatan selama 1 tahun. Pada rapat pertama itu saja kami sudah mabok melihat agenda kerja kami selama setahun, dan aku merasa beruntung pekerjaan sekretaris dilakukan bertiga (aku dan seorang menguasai komputer sedangkan yang satunya lebih banyak waktu untuk wara-wiri mengambil surat, fotokopi, menghubungi kepala sekolah dll).

Tugas pertama kami adalah menghadiri upacara penerimaan murid baru sebagai tamu! Wah pertama kalinya aku harus ikut berbaris masuk dan duduk bersama undangan kepala sekolah-kepala sekolah dan pejabat sekolah lain yang diundang. Barisan kami ini disambut dengan tepuk tangan 800 murid dan orang tua murid kelas 1 (SMP di tempatku cukup besar, 1 angkatan ada 6 kelas dengan murid 1 kelas 40 orang) . Aku tentu saja yang paling belakang, tapi rasanya tetap saja deh malu hehehe. Duduk di barisan depan tentu lain rasanya dibanding duduk di bangku orang tua biasa. Ada satu yang aku sadari dan perhatikan waktu menjadi “tamu” itu. Yaitu bahwa setiap orang yang maju ke depan pasti menunduk menghormat ke arah orang tua dan guru-guru/kepala sekolah. Tapi kepala sekolah, sebagai yang paling “tinggi” kedudukannya selain menghormat ke orang tua, juga menghormat ke BENDERA! Ya, SMP kami SMP milik pemerintah daerah, jadi ada bendera Jepang dan bendera pemda. Guru-guru adalah pegawai negeri sehingga menghormat kepada “pemerintah” yang diwakili oleh bendera.

Setelah upacara penerimaan murid baru, kami langsung mengumpulkan orang tua murid per kelas, untuk memilih wakil-wakil per kelas yang akan bergabung dalam 4 seksi. Memang tidak semua orang tua mempunyai kemampuan dan kesadaran bahwa PTA itu adalah kegiatan untuk anak mereka sendiri. Pada dasarnya tidak ada pemaksaan, tapi kalau tidak ada yang bersedia biasanya dipakai cara undian.

Cara pemilihan seperti ini juga dilaksanakan untuk kelas 2 dan kelas 3, setelah itu pada tgl 27 April lalu kami mengadakan rapat besar untuk menentukan ketua dan wakil seksi, sekaligus perkenalan dengan kepala sekolah. Yang aku kagum, setiap ada rapat, tidak pernah bertele-tele, semuanya sudah diagendakan (dan agenda ini sekretaris yang buat). Pada umumnya rapat bisa selesai dalam 1 jam. Sehingga hari itu bisa menyelesaikan dua rapat, rapat penentuan ketua/wakil serta rapat koordinasi penentuan kegiatan seksi. Mulai jam 9 dan jam 11 aku sudah bisa kembali ke ruang kerja PTA untuk menyelesaikan pengisian daftar nama serta surat pemberitahuan yang harus diprint untuk dibagikan ke seluruh murid. Jam 12 aku menunggu bus (yang tak kunjung datang) sampai akhirnya aku panggil taksi karena ada harus mengajar jam 1. Untuk letak universitas W tidak jauh sehingga untuk perjalanan cukup 30 menit (tanpa makan siang deh hehehe).

Selain tepat waktu (waktu terorganisir dengan baik), setiap pengurus tidak ada yang membiarkan orang lain bekerja sendiri. Semua saling membantu sehingga pekerjaan cepat selesai. Dan aku baru tahu bahwa ternyata orang Jepang yang pekerja, lebih suka membuat laporan memakai program excel daripada word! Aku sendiri lebih menguasai Word karena memang pekerjaanku lebih bersifat penulisan tanpa perlu spread sheet. Tapi pada kenyataannya di sini, laporan biasa pun mereka lebih suka pakai excel. Karena itu sekarang aku merasa perlu belajar excel lagi nih hehehe.

Jadi kegiatan PTA selanjutnya kapan? besok hahaha. Besok aku harus mengumpulkan kuestioner dan memilahnya sebagai bahan untuk lusanya pada rapat “pejabat” a.k.a pengurus inti untuk evaluasi dan persiapan Taiikusai 体育祭 (Sport Day) tanggal 27 Mei y.a.d.

Mau lihat agenda aku? Jangan deh saking penuhnya sampai tidak terbaca hehehe.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *