HP untuk Anak-anak

27 Okt

Hari Kamis lalu, aku sempat berdiskusi dengan mahasiswaku di kelas menengah Universitas W mengenai sejak kapan mereka memakai HP. Tiga mahasiswa mengatakan bahwa mereka pertama kali memakai HP waktu SMP kelas 3/SMA kelas 1. Hanya satu yang mengatakan bahwa dia memakai HP sejak SD.

Seperti pernah kutulis, HP tidak diperbolehkan untuk anak SD. Tepatnya TIDAK BOLEH membawa HP ke sekolah. TAPI setelah pulang sekolah dan meletakkan ransel dan topi mereka, boleh saja! Karena sejak ransel dan topi copot, murid-murid ini bukan lagi 100% tanggung jawab sekolah. Dan seperti mahasiswaku yang memakai HP sejak SD, biasanya murid-murid SD ini adalah murid yang aktif yang harus mengikuti kelas-kelas kursus di luar rumah. Juku (bimbingan belajar), kelas renang, olahraga dan ketrampilan lain.

Waktu aku memikirkan kapan sebaiknya memberikan HP kepada Riku, aku menentukan “paling cepat SMP!”. Itu karena kegiatan Riku hanyalah pergi ke bimbel saja. TAPI waktu aku mendaftarkan Riku ke bimbel dekat rumah, aku cukup senang karena mereka ternyata memberikan pas masuk yang bisa mengirimkan berita ke emailku bahwa Riku masuk/keluar kelas. ITU CUKUP bagiku. Karena aku tahu berapa lama waktu yang diperlukan untuk pergi pulang dari tempat bimbel ke rumah. Dengan adanya kartu PIT ini aku, sebagai orang tua merasa aman.

Lalu ada temanku (orang Jepang) yang anaknya sudah SMP dan cukup sibuk dengan latihan basket ball di waktu-waktu luar sekolah, baik pagi maupun sore/malam hari. Nah Ken-kun ini tidak MAU mempunyai HP. Lucu juga alasannya, yaitu dia tidak mau terpaksa ikut grup-grup percakapan LINE di smartphone. Katanya: “merepotkan!”. Jadi kalaupun dia perlu menelepon ibunya, cukup menelepon dari telepon di sekolah yang disediakan untuk dipakai murid-murid untuk menghubungi rumah. Jadi? Aku inginnya menunda lagi memberikan HP ke Riku kalau SMA saja…. 😀

Tapi sebetulnya yang penting adalah bagaimana kita saling bisa berkomunikasi. Kalaupun tanpa HP pun bisa berkomunikasi, buat apa kita bayar langganan tiap bulan yang mubazir? Seperti telepon rumahku yang jarang sekali dipakai. Paling sebulan sekali! Dulu tetap mempertahankan telepon rumah karena perlu fax. Tapi sekarang sudah jarang sekali orang pakai fax! Dulu aku pikir harus tetap punya telepon rumah supaya bisa pakai telepon kalau terjadi gempa dsb. Tapi ternyata sama saja kalau gempa dan mati lampu, telepon tak bisa dipakai 😀

Baru sepuluh hari lalu aku mengajarkan pada Riku pemakaian inbox FB. Maksudnya supaya aku bisa menghubungi dia dari mana saja, as long as dia ada di rumah yang mempunyai koneksi wifi. Dengan FB messenger aku bisa menelepon dia, dan gratis. Awalnya aku hanya pakai untuk menelepon. Tapi akhirnya aku iseng mengirim ikon ikon lucu, dan namanya anak-anak itu lebih pintar dari orang tuanya, dia bisa menemukan cara untuk mengirim ikon-ikon juga. Saling berbalas 😀 Aku merasa geli… meskipun sebetulnya kami berada di ruangan yang sama. Karena gadget yang dia pakai belum mengunduh ikon-ikon banyak, jadi terbatas saja.

“percakapan”ku dengan anak sulungku

Yang paling menyenangkan adalah waktu aku masih berada di dalam kereta, sedangkan Riku ada janji ke dokter gigi jam 5 sore itu. Paginya, aku sudah menyiaipkan kartu berobat dan kartu asuransi, supaya dia bawa dan pergi sendiri. Memang ini pertama kalinya dia pergi berobat sendiri, dan kupikir sudah waktunya juga (dulu aku kelas 5 sudah ke RS sendiri hehehe). Kukirim ikon ke inbox, tapi ternyata tidak dijawab. Dia baru menjawab setelah pukul 5:10. LOH! kutanya:
“Sudah selesai?”
“Sudah”
“Kok cepat”
“Iya cepat sekali”
“Kamu bawa sikat gigi? Tidak lupa? (karena aku lupa menyediakan)”
“Bawa dong. Tidak lupa”
“Hebat!”
“Sekarang di mana?”
“Dalam bus. Sebentar lagi sampai. Mama beli sushi”
“Asyiiik…kami tunggu”

Horreeeeee…chat pertama dengan anakku! senang deh rasanya. Aku mau simpan sebagai kenangan di masa tua nanti (lebay yah ehhehe).

Sebetulnya ada lagi yang aku simpan dalam bentuk rekaman, yaitu rekaman answering machine nya Kai yang menelepon ke HP ku waktu aku sedang bekerja. Lucuuuu sekali suaranya dan bahasanya. Gemes! Pertama kali dia meninggalkan pesan itu waktu dia baru masuk kelas 1 SD sedangkan aku bekerja jauh sekali. Ada rekaman waktu dia tanya apa boleh makan es krim yang di lemari es. Atau laporan dia sudah membuat PR, bahkan waktu dia takut sendirian di rumah (yang akhirnya aku telepon dan ajak bicara sambil aku jalan ke stasiun).

Kenangan chatting, kenangan answering machine. Kenangan memakai gadget untuk komunikasi pertama kali yang mengubah cara berkomunikasi karena memang sudah waktunya untuk berubah. Anak-anak semakin besar, semua semakin sibuk dengan kegiatan masing-masing yang tidak bisa dihindari lagi seiring dengan pertambahan umur. Selalu menjadi kenangan untukku.

Termasuk menjadi seorang blogger, aku banyak membaca tulisan-tulisanku yang dulu-dulu dan tersenyum membacanya. Kadang kupikir: “Wah hebat juga dulu aku bisa menulis seperti ini.” Atau “Aduuuh kek ginian kok ditulis”….tapi semuanya menjadi kenangan. Menjadi sejarah hidupku. Ngeblog buatku = mencatat sejarahku.

Dan aku senang sekali waktu beberapa saat lalu, ada seorang kawan lama waktu masuk UI menyapaku lewat BBM:
Dia: Mel… ini D*** gue dapet PIN elu dari mantan elu
Aku: Hahaha.. yang mana? mantan gue kan banyak 😛
Dia: Yang itu si ****, dia masih ngefans tuh sama kamu
Aku: Hahaha ya bagus lah. Lah Kamu masih ngefans ngga sama gue?
Dia: Masih lah… kan gue baca terus tuh blog kamu.
Aku: Wow thank you!

Nah, ternyata masih ada yang (mau) baca blogku ini! Horreeeee 😀 😀 😀
So, selamat Hari Blogger Nasional hari ini tgl 27 Oktober untuk teman-teman blogger ya.
Keep blogging, keep writing!

13 Replies to “HP untuk Anak-anak

  1. Selamat hari blogger nasional Mba. Hihihi. jadi punya ide menyimpan percakapan pertama lewat HP sama anak juga, tapi masih lamaaa. Eh kalo telepon-teleponan sih udah. 😀
    Lucu juga gak mau pake handphone karena malas ribet chatting di line. Hihihi..

  2. Dulu waktu pertama Kali mau kasih Nedia HP niatnya kalau udh sma. Tapi kemudian berubah menjadi SMP karena sekolahnya cukup jauh Dari Rumah apalagi masuk sekolahnya siang. Saya dan istri sepakat kalau anak2 harus belajar naik kendaraan umum pas sudah SMP. Jadi lebih kepada kebutuhan. Namun kondisi zaman berubah begitu cepatnya hingga akhirnya harus menyesuaikan diri dengan memberikan HP kepada anak SD. Selamat ngeblog terus… Salam……

  3. Hehehe hari blogger, wajib kunjungan ya…
    Aku masih terkagum-kagum sama manajemen waktumu…dan pemanfaatan gadget secara maksimal.
    Di sekolah anakku sampai SMA belum boleh bawa HP…tahun lalu sempat boleh, tapi banyak pelanggaran katanya. Sekarang dilarang lagi. Menyebalkan karena anak-anak susah dicarinya…tapi yang paling gede emang boleh bawa HP juga ga berguna…banyakan mati HPnya, sekalinya bunyi…ternyata dia masih ada pelajaran, jadilah tuh HP disita 6 bulan.

  4. Kalo kita so far mikirnya Ntar sma baru boleh bawa hp hahahaha.
    Skrg sih si andrew ada hp, dia punya bbm juga, tp hp nya cuma bisa dipake kalo ada wifi doang, gak ada sim card nya. 🙂

  5. hihihi aku ngebayangin rekaman suaranya kai pasti bakal jadi kenangan banget ya. apalagi kalo besok2 pas dia dah gede 🙂

    aku belom ngebayangin kapan anak2ku punya hp. sekarang mereka dah canggih2 banget make hpku meski cuma sebatas ngegame aja.

  6. Si kakak baru pakai HP saat SMP ini, tapi kalau udah masuk boarding, enggak diijinkan bawa HP.
    Di sekolah Kayla juga gitu, pakai telepon sekolah buat menghubungi orangtua 😀

  7. Aku pertama kali pakai HP waktu kuliah tahun akhir hehehe…
    Waktu aku ngajar di Jakarta, HP murid-muridku jauh lebih canggih daripada HPku. Tapi beberapa anak-anak itu teledor banget! kadang ada yang heboh kehilangan HP. guru-gurunya ikut repot deh..

  8. Terbayang senangnya Imelda…..
    Di Indonesia, namanya email agak terlambat…pertama kali dapat email dari si bungsu pas jam istirahat…senangnya bukan main, padahal si bungsu udah mahasiswa ITB…hahaha…telat ya.
    Jadi memang terbayang bagaimana perasaan EM mendengarkan suara Kai, maupun terima pesan dari Riku.

  9. Pingback: Line antara Ibu dan Anak | Rabbit's Home

  10. Riku ke dokter gigi sendiri? Hebat! Kebanyakan orang enggan dan takut ‘berurusan’ dengan dokter, trrmasuk dokter gigi, apapun kepentingannya.
    Soal ngeblog, saya pernah membuat satu quote di presentasi kelas yang ternyata dijadikan salah satu soal ujian oleh dosen. Quote itu adalah, menulis adalah salah satu cara membuktikan pada dunia bahwa kita pernah ada

Tinggalkan Balasan ke Indah Juli Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *