Anak Berkebutuhan Khusus

13 Mar

“Mama aku tidak suka deh dengan si M-kun… Dia sering pukul aku :(”
“Hmmm M-kun itu suka sekali sama Kai. Temani dia”
“Kalau suka kenapa pukul? Aku kan kesal kalau dia pukul terus. Kalau aku balas, sensei marah”
“Ya. Begini saja, kalau dia pukul kamu, langsung kasih tahu sensei. Jangan balas”
“Aku kasih tahu. Tapi terus-terusan… aku kesal. Aku benci M-kun!”
“Jangan dekat-dekat dia saja deh.”
“Aku juga ngga mau dekat-dekat dia… Tapi dia selalu datang ke aku. Gimana dong….”
“Hmmm iya sayang. Sabar saja. Gini…. M -kun itu sakit, dia suka kamu, tapi dia tidak tahu menyampaikannya. Jadi dia pukul kamu, karena dia tidak tahu caranya. ”

Itu percakapan aku dan Kai kira-kira dua bulan yang lalu. Memang gurunya Kai pernah berbicara denganku, bahwa M-kun itu suka pada Kai tapi pelampiasannya dengan memukul. Aku mengerti kedudukan gurunya Kai juga, mau melindungi semua anak. Dan aku bilang pada gurunya, “Tidak apa-apa. Saya akan kasih tahu Kai untuk beritahu setiap dipukul. Tolong handle saja. Saya yakin Kai tidak apa-apa. Nanti saya follow di rumah”

Dan …. Hari Senin lalu Kai melapor,
“Mama, Aku tidak mau ke TK. M-kun cakar aku. Sakit loh”
“Kamu sudah kasih tahu sensei?”
“Sudah… tapi dia tetap cakar aku. Aku sebal. Malas ke sekolah”
“Kai, kamu sekolah tinggal 4 kali lagi. Kemudian ada pesta dan wisudaan…. Tolong sabar ya”
Dan aku bujuk dia untuk pergi ke sekolah hari Selasa, karena aku harus mengajar. Aku bisa saja membawa dia ke tempat kerjaku, tapi sediam-diamnya dia, aku tidak bisa konsentrasi penuh mengajar. Untung dia mau ke sekolah hari Selasa. TAPI dia tetap dicakar M-kun. Jadi hari Rabu kemarin aku memboloskan dia. Daripada anakku trauma, lagipula di jam pelajaran sudah mulai pendek, hanya dua jam sehari, dan pasti sudah tidak banyak belajar. Biarlah aku mengikuti keinginan Kai untuk bolos ke TK, tapi dengan janji jika masuk SD bulan April nanti, tidak boleh bolos.

Dan, hari ini juga bolos, berarti tinggal hari Jumat besok, dan aku akan menyuruh dia pergi untuk terakhir kalinya.

M-kun itu penderita Autis. “Anak berkebutuhan khusus” istilah kerennya. Jika mencari di wikipedia, istilah ini berarti :

 Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan. istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat. Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat.

Aku sendiri cukup akrab dengan ibu si M-kun, dan sering bercakap-cakap. Si Ibu juga sering minta maaf kepadaku bahwa anaknya sering mengganggu. Dan aku selalu menjawa, “Tidak apa-apa, namanya anak-anak” Aku sendiri baru SADAR bahwa anaknya Autis setelah mendengar dari ibu teman lainnya, waktu dipanggil bersama oleh gurunya Kai. Aku tahu bahwa M-kun sering mengganggu di kelas. Jika kami datang ke kelas, aku melihat dia sering berteriak sendiri, atau mengulang omongan gurunya, jalan-jalan dalam kelas sementara yang lainnya duduk. Kadang dia berteriak dan tidak mau turun dari sepeda, tidak mau masuk kelas pagi hari waktu diantar ibunya. Menangis sekeras-kerasnya waktu tersandung jatuh, yang menurut pengamatanku, jika yang jatuh Kai, Kai biasa saja paling meringis sedikit. Tapi M-kun ini memang ochitsukanai 落ち着かない, tidak bisa tenang, dan overreacting.

Aku pertama kali kenal dan mengetahui istilah ADHD 20 tahun yang lalu, dari seorang teman Jepang. Dia cerita bahwa anaknya ADHD. Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) is a problem of not being able to focus, being overactive, not being able control behavior, or a combination of these. Saat itu aku tidak begitu perhatian, tapi memang dia mengatakan soal tidak tenang, susah belajar dan biasanya punya masalah dengan penglihatannya, jadi harus pakai kacamata. Saat itu di Jepang tidak ada dokter yang bisa menangani sehingga dia sekali setahun harus pergi ke Amerika untuk memeriksakan anaknya. Dokternya menyarankan dia untuk memberikan minuman berkafein (kopi dan teh) dalam takaran tertentu setiap hari untuk membantu anaknya supaya bisa tenang, dan menghindari Coca Cola dan jus lain yang mengandung aspartame. Anak lelaki yang waktu aku bertemu berusia 6 tahun sekarang sudah lulus akademi dan bekerja sebagai perawat orang sakit/tua. Si ibu sering meneleponku, hanya untuk curhat dan aku hanya bisa mendengarkan saja. Terus terang awalnya aku sering tidak konsentrasi mendengarkan kalau dia telepon, atau tidak mau angkat telepon jika nomornya yang keluar jika aku sedang tidak mood juga. Tapi selama 20 tahun berteman dengan ibu ini, aku bisa tahu sulitnya menangani anak ADHD.

Ibu M-kun ini juga terlihat payah, padahal dia baik dan mau aktif. Tapi mungkin karena anaknya begitu, dia jarang sekali terlihat berbicara dengan ibu-ibu yang lain. Bukan karena ibu-ibu yang lain tidak mau berbicara dengannya, tapi TIDAK DIPERBOLEHKAN oleh anaknya. Anaknya sering memukulku juga jika aku sedang berbicara dengan ibuku. Dia tidak kasih ibunya beramahtamah dengan orang lain, APALAGI berbicara dengan anak lain. Pernah ibunya memberikan foto Kai kepada Kai, dan M-kun memukul Kai. Dengan susah payah ibunya menenangkan anaknya, dan aku maklum, cepat-cepat berkata terima kasih lalu cepat-cepat menjauh pulang. Kasihan…. Butuh tenaga ekstra untuk menangani anak-anak seperti dia, yang terlihat normal berlainan dengan tunanetra, tunarungu dll. Kadang teman-teman sekitarnya tidak bisa mengerti dan menganggap mereka aneh. Padahal, ya, mereka hanya butuh perhatian yang lebih banyak. Dan… cukup banyak juga ibu-ibu tidak menyadari bahwa anak-anaknya butuh psikolog, obat dan guru yang bisa mengerti.

Bersyukur pada Tuhan bahwa anakmu tidak berkebutuhan khusus.
Bersyukur pada Tuhan bahwa jika anakmu berkebutuhan khusus, kamu juga diberikan kemampuan untuk menangani mereka.

Semoga Tuhan memberikan kekuatan ekstra kepada ibunya M-kun, dan ibu-ibu teman lain yang berkebutuhan khusus. Dan…. Semoga Tuhan juga memberikan kekuatan dan kebijaksanaan pada guru-guru yang mempunyai murid berkebutuhan khusus dalam kelasnya. Amin

6 Replies to “Anak Berkebutuhan Khusus

  1. iya mbak… saya juga kadang kalo lagi kesel ama anak2 trus mikirnya duh ya yang penting anak2 sehat dan gak kurang satu apapun. udah harus bersyukur banget dah ya…. 🙂

    btw kalo ada anak yang special needs di kelas gitu gak ada asisten guru yang khusus buat mendampingi anak itu ya? kasian juga kai kalo sampe trauma gak mau sekolah karena takut dicakar/dipukul ya….

  2. Kasihannya Kai, dia pasti bingung kenapa M-kun terus pukul dia. Dulu waktu jadi guru sekolah Minggu pernah dapet anak autis juga, minta ampun ributnya, dan ga mau diatur, untung ibunya mendampingi terus. Ibu yang punya anak autis menurutku luar biasa sekali kesabarannya..

  3. !emang serba salah ya Nechan berhadapan dengan anak berkebutuhan khusus tersebut; bila dibiarkan, dia akan mengganggu sekelilingnya, tapi bila dimasukam dalam sekolah khusus akan membuatnya menjadi semakin terjauhkan dari kehidupan normal.. Akhirnya memang butuh permakluman yang penuh dari sekitarnya sehingga ia benar-benar merasa diterima..

  4. Amiiinnnn …

    Ini dilematis nih EM …
    diperlukan kedewasaan … kebijaksanaan … juga kedewasaan yang luar biasa … untuk menerima kenyataan bahwa anak kita di “sakiti” oleh anak penderita ADHD

    Diperlukan juga kesabaran yang luar biasa dari Gurunya untuk menghandel anak-anak berkebutuhan khusus ini … tanpa mengesampingkan – menganak tirikan anak-anak lain yang juga merupakan muridnya. Yang juga butuh diperhatikan juga …

    Rasa syukur mari kita panjatkan …

    Semoga kita semua sehat-sehat selalu

    Salam saya EM

    (13/3 : 8)

  5. Keterbukaan informasi yang sangat membantu ya mBak, antara orang tua si anak – sekolah dan komunitasnya untuk saling menolong pribadi berkebutuhan khusus.
    Seraya bersyukur atas karuniaNya pada keluarga kita masing-masing.
    Halo Kai, apresiasi loh atas keberanian dan keterbukaan Kai sama mama EM.
    Salam

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *