In Memoriam: Mama Tersayang

23 Feb

Setahun yang lalu, mama, Elizabeth Maria Coutrier telah dipanggil Bapa di surga. Setahun tanpa suaranya, tanpa kehadirannya, tanpa pelukannya, tanpa tanda salib atau kecupan di dahi, serasa sebagian hatiku menjadi kosong. Tapi selama setahun ini, aku bisa melihat lebih jelas lagi posisi mama dalam kehidupan kami. Mutlak dan aku bersyukur mempunyai ibu seperti mama.

Elizabeth Maria Coutrier – Mutter (12 Mei 1938 – 23 Februari 2012)

Elizabeth Maria lahir tanggal 12 Mei 1938, dari ibu Julia Keppel dan bapak Yohannes Ferdinand Mutter sebagai anak ke 6 (dari 7 bersaudara-kandung). Pada usia 2 tahun, ibu Julia Keppel meninggal dunia setelah melahirkan anak terakhir, tante Tera. Tidak lama hadir seorang ibu baru untuk Maritje, demikian dulu nama panggilan mama. Masa kecil yang sulit di masa pendudukan Jepang mama lewati di Jogjakarta. Waktu menonton film Soegija kemarin, aku melihat tawanan perang seperti melihat kilas oma dan opa di Jogja, dan membayangkan kehidupan mama saat itu. Mama pernah cerita bahwa mama dititipkan kepada keluarga Jawa dan setiap makan harus menunggu dulu eyang itu makan, dan mama makan sisa-sisa mereka. Atau kilasan cerita bahwa mama tidur di bale-bale, di pinggiran jendela, atau di kolong. Karena itu mama selalu marah kalau kami makan tidak bersih dan menyisakan nasi…. dan kami diceritakan masa-masa sulit mama ketika itu.

Mama bersama kakak-adik Mutter, tahun 1985

Mungkin suatu kebetulan yang aneh, bahwa mama lahir di tanggal yang sama dengan Florence Nightingale (12 Mei 1820 – 13 Agustus 1910), seorang perawat, penulis dan ahli statistik. Karena mama juga pernah belajar keperawatan di St Carolus. Alasannya masuk waktu itu hanya karena ingin belajar, tetapi tidak punya uang. Jika belajar menjadi perawat, tidak perlu membayar, malah akan digaji. Dan ternyata dia tidak bisa tahan bekerja sebagai perawat. Seorang perawat tidak boleh takut jarum suntik dan darah bukan?

Karya mama sebagai perawat memang belum banyak, karena kemudian dia beralih profesi menjadi sekretaris di sebuah perusahaan minyak yang akhirnya bertemu dengan papaku. Tapi aku ingat cerita mama yang pernah merawat seorang nenek yang pikun, tapi hanya mau dilayani oleh mama. “Mana Suster Maria?”. Nenek itu sudah tidak ingat kapan makan, kapan buang air. Bahkan dia sering mengorek “kotorannya” sendiri dan melepernya di dinding. Menjijikkan! Dan tentu saja Suster Maria harus membersihkannya. Tapi mama juga sedih waktu mendapati tempat tidur nenek itu kosong di suatu pagi hari waktu masuk kerja. Rupanya si nenek sudah meninggal waktu mama sedang tidak bertugas.

Atau kecekatan mama menyembuhkan anak-anaknya yang luka dan sakit. Aku ingat waktu adikku tertusuk duri dan durinya tinggal di tengah-tengah ibu jari kakinya. Mama langsung ambil gunting, mencabut duri dari bawah kuku dan mencuci dengan rifanol. Beres!

Aku masih batita

Aku senang lahir sebagai anak pertama. Bisa mendengarkan ceritanya tentang ini itu. Aku banyak belajar dari mama. Katanya, “perempuan harus pintar! Harus bisa apa saja. Kamu tidak bisa hanya bercita-cita menjadi ibu rumah tangga saja. Bagaimana kamu mau menjadi ibu rumah tangga jika tidak bisa berhitung, tidak bisa ini itu. Iya kalau suami kamu baik, kalau jahat dan kamu disiksa, ditinggal? Atau kalau suami kamu kehilangan pekerjaan? Perempuan harus bisa semua”. Dia bisa memperbaiki seterika yang mati. Dia bisa mengurus rumah seluas 150 meter dan kebun 850 meter sendirian! Dan…aku jarang melihat dia tidur….

mama dan aku dalam kereta di Belanda

Setiap mama cerita aku hanya bisa mendengarkan dan menitikkan air mata. Aku tidak bisa memberikan pelukan untuknya, atau belaian di kepalanya seperti yang Kai dan Riku berikan untukku kalau aku menangis. Aku memang kaku sekali waktu kecil, tidak bisa mengungkapkan kasih sayangku untuknya. Hanya bisa menunduk dan menangis. Dan mama juga tidak berusaha memelukku. Bagaimana bisa? Dia juga tidak pernah merasakan dipeluk  ibunya yang meninggal saat dia masih balita. Dia tidak tahu apa pentingnya skinship pelukan saat itu. Di mataku, mama adalah ibu yang tegar dan disiplin. Dan aku tahu, tentu sulit membagikan kasih sayang secara eksplisit pada ke tiga putrinya di samping mengatur rumah tangga. Meskipun aku tahu bahwa dia sangat menyayangi kami.

mama sebagai sekretaris

Tapi, cerita mama tentu saja tidak hanya tentang kesengsaraannya saja. Dia banyak bercerita bagaimana dia menabung dan mengikuti kursus ini itu, terutama bahasa Inggris. Dia mengambil diploma  untuk bahasa Inggris dan mengetik. Waktu luangnya selalu dipakai untuk belajar, belajar dan belajar. Betapa bangganya aku juga waktu dia bercerita bahwa ketikannya amat cepat sehingga semua yang ada di kantor menoleh padanya. Jaman teleks baru dimulai, dia termasuk orang yang pertama menggunakannya. Dengan pinggang kecil, rok lebar, baju putih dan rambut yang panjang, dia memukau orang. Bukan saja dengan kecantikan tapi juga dengan kepandaiannya, meskipun dia tidak bersekolah tinggi.

mama mengetik

Aku tak pernah bisa mengalahkannya dalam berhitung. Belum sempat menekan tombol sama dengan pada kalkulator, mama sudah menyebutkan jawabannya. Dia selalu punya cara menghitung yang aneh dan cepat. Sampai semua penjual terheran-heran, dan mungkin dengan terpaksa menjual barang ke mama dengan harga murah. Karena mama menawar keseluruhan harga barang, bukan satu persatu. Dan jangan pernah bertengkar soal arah pada mama. Dia pengingat jalan yang baik, meskipun dia sering salah berbahasa Indonesia. Dia tetap sulit menyebutkan mana yang kiri dan mana yang kanan. Lebih baik tanya links (kiri) atau recht (kanan).

menari

Semakin mama bertambah umur memang ingatan masa lalunya semakin memudar. Aku sedih waktu aku bercerita soal toneel, pertunjukan musik pertama yang mama lakukan, mama hanya bisa memukul Cymbal dan kemudian menjatuhkannya. Cymbal itu menggelinding jatuh di panggung dan menjadi bahan tertawaan pengunjung. Mama pernah ceritakan itu padaku, dan waktu aku tanyakan saat itu, mama sudah lupa. …. sedih memang mengetahui bahwa orang tua kita makin melemah, baik fisik maupun pikiran. Tapi ma, cerita-cerita mama selalu aku ingat.Sedangkan cerita saja aku ingat, apalagi cinta dan kasih mama sebagai seorang mama…

Selalu suka foto ini. Dan aku juga suka komentar dari pastor John Lelan, SVD : “Cinta itu bukan saling memandang, melainkan sama-sama melihat arah yang sama.”

Aku masih ingat waktu aku menelepon mama waktu ulang tahun terakhirnya , mama bercanda mengatakan “Aku sudah tua, hanya tinggal menunggu Tuhan memanggil”. Dan aku seperti biasa hanya bisa bercanda menghiburnya bahwa Tuhan memanggil siapa saja kapan saja tanpa kita tahu waktunya. Dan ternyata mama sudah siap! Dia siap menghadap Tuhan setelah menerima abu di hari Rabu Abu tahun lalu. Sudah komuni dan berpuasa, bahkan sudah mandi dan keramas di malam harinya.

 

Ah, aku selalu menulis sambil menangis, jika berbicara soal Mama. Maafkan aku ma… Aku hanya ingin mengungkapkan rinduku padamu. Itu saja. Dan aku yakin mama sudah bahagia bersama Tuhan di surga, dan terus mendoakan kami yang masih di dunia ini. Semoga hidup kita semua selalu bersandar padaNya, karena hanya Dia sang empunya hidup, sampai waktunya kita bertemu kembali. Semoga.

Bunga kesukaan mama, Garbera.

 

Pagi hari ini pukul 11 akan diadakan Misa Arwah 1 tahun meninggalnya mama di rumah Jkt. Aku tidak bisa datang, dan berusaha sambung dengan Skype. Tapi kalaupun tidak bisa online, aku akan berdoa sendiri di rumah, di jalan, di mana saja dan membawa mama selalu dalam kegiatanku, khususnya hari ini. Sama seperti ketika kemarin membeli bunga kesayanganmu. Hari ini adalah harinya mama… Titip salam untuk semua saudara-saudara kita yang sudah mendahului kami ya Ma….

18 Replies to “In Memoriam: Mama Tersayang

  1. Indah sekali Mba Em kenangan dari Mamanya njenengan. Bisa membayangkan betapa supernya beliau dulu. Terima kasih Mba sudah berbagi cerita indah kenangan tentang mamanya Mba Em. 🙂

  2. kagum banget sama (cerita ttg) mama mbak imelda. semangat belajarnya tinggi sekali ya. dan tegas!

    aku baru ketemu dua atau tiga kali seingatku. kesanku, mama itu orangnya ramah. 🙂

    ikut mendoakan mama dan keluarga mbak imelda…

  3. EM Jangan sedih …
    Mama sudah tenang disana …
    Mari kita doakan saja agar Mama tetap tersenyum disana …

    Kisah masa dulu …
    dokumentasi …
    dan sebagainya … sangat saya pujikan EM …
    Ini sejarah keluarga

    Salam saya EM

  4. Selalu terharu membaca model tulisan seperti ini.
    Tak salah kalau orang-orang sini bilang bahwa perayaan kematian adalah perayaan dari kesempurnaan hidup dan kasih selama hidup yang telah dilewati.

    Proud of you, Mel! Kamu bisa menulis dengan sangat runut dan tegar, aku tau betul bagaimana perasaanmu ketika menuliskannya…

    Ia, bersama para leluhur telah bersatu dalam damai yang abadi di surga yang jaya!

  5. mama yang hebaaat!!! supermom!! super oma juga 😀 sayang aku belom bisa berkenalan dengan oma >.<"" nanti bertemu di surga ya oma 😀 ^^

    *puk puk mommy*

  6. Tulisan yang sangat hebat….. betul kata mama. perempuan harus banyak bisa.. jangan mau dijadikan pajangan oleh lelaki… dan tidak boleh tergantung sama lelaki…. itu prinsip.

    Semoga mama bahagia di Surga.. dan saya percaya dia sudah senang bersama Bapa di sana.

  7. Hiks…berdoa untuk Mama memang bisa di mana saja, BuEm. Kenangan akan orang tua selalu membuat menangis ya 🙁
    Tgl. 2 Maret besok 100 hari Papaku. Namun hanya Ibu dan Kakakku yang bisa nyekar ke makam Papa, kami yang lain mengadakan doa bersama di rumah Papa di Bogor.

    Semoga orang-orang terkasih kita sudah bebas dari api penyucian dan bahagia di surga ya, BuEm.
    Salam doa.

Tinggalkan Balasan ke nh18 Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *