Pulang Kampung

23 Jan

Mudik atau pulang kampung. Di mana ya kampungmu?

Aku kadang heran karena sebetulnya kalau mau dikatakan aku “pulang kampung” ke Jakarta, kata-kata ini tidaklah tepat. Kurasa Jakarta bukanlah kampung, dan kita tidak mungkin juga mengubah menjadi “pulang kota” kan? Mau pakai kata mudik juga tidak tepat juga…. tapi karena tidak ada kata yang cocok untuk menggambarkan pulang ke tempat asalnya, maka kupakai saja pulang kampung.

Untuk bahasa Jepang ada istilah 里帰り Satogaeri (Sato = kampung, gaeri=kaeri = pulang), itu untuk orang Jepang. Tapi untuk orang asing biasanya dipakai 一時帰国 Ichiji kikoku (ichiji= sesaat, kikoku = pulang ke negaranya), dan ini adalah bahasa resmi yang dipakai orang Jepang kepada pelajar asing di sini.

Aku pulang kampung ke Jakarta mulai tanggal 22 Desember sampai tanggal 7 Januari yang lalu. Begitu sampai di Jakarta aku dijemput adikku yang membutuhkan 2 jam untuk sampai ke bandara, diakibatkan banjir di dekat Senayan City. Ya hari Sabtu itu banyak temanku yang terjebak banjir. Oleh karena itu sebelum pulang ke rumah, kami bersiap makan dan ke wc dulu, dan ternyata jalanan lancar jaya dan kami bisa sampai rumah kurang dari 1 jam. Padahal banyak temanku yang menyarankan lewat BB untuk nginap di bandara saja saking parahnya kemacetan hari itu. Makanya aku agak heran waktu jalan Sudirman ke arah blok M begitu lancar. Semesta mendukung nih.

Memulai “pulang kampung” tgl 28 Desember 2012 @Soeta

Setelah menghabiskan waktu memperingati Natal bersama keluarga di rumah Jakarta, tanggal 28 Desember aku benar-benar pulang kampung, atau tepatnya menemani papaku pulang kampung. Kalau aku kelahiran Jakarta, papaku kelahiran Makassar dan sebetulnya ingin pulkam bulan Oktober lalu. Aku tahu memang biasanya bulan Oktober papa pulang sekitar hari ulang tahun oma, untuk nyekar dan menghabiskan waktu dengan keluarga. Terakhir papa ke Makassar masih bersama alm. mama, dan setelah mama meninggal papa menjalani pengobatan untuk jantungnya yang hanya berfungsi 20%. Jadi sudah pasti tidak diperbolehkan bepergian sendiri ke luar kota. Nah, waktu aku merencanakan pulkam Natal/Tahun Baru yang cukup mendadak ini (mendadak dalam hal keuangan juga hehehe), aku menawarkan pada papa apakah mau pulkam ke Makassar berempat dengan kami. Papaku tentu dengan gembira menyambut ajakanku sampai berkata, “Aku bisa bayar tiket pesawat sendiri kok mel…..” Tapi itu kan hadiah Natalku dan Gen untuk papa 🙂

Sebelum naik pesawat. Kiri : aku dengan baby Riku, Agustus 2003 dan Kanan: Kai dan Riku, 9 tahun kemudian. Ya aku sudah 9 tahun tidak ke Makassar.

Kupikir kapan lagi aku bisa mengajak kedua anakku mengetahui asal muasal keluarga Coutrier di Makassar. Gen sudah dua kali ke Makasar th 2000 dan tahun 2003, sehingga kurasa tidak perlu menunggu Gen untuk mengajak anak-anak ke Makassar. Sejak opa dan omaku meninggal (th 2000 dan th 2004), meskipun masih banyak saudara di Makassar, agak sulit meluangkan waktu dan biaya untuk pergi ke sana. Dan sebetulnya dengan biaya yang sama aku bisa saja ke pulau Bali ikut adikku yang memang setiap tahun berlibur ke Bali. Bali bisa menunggu, tapi Makassar kurasa hanya bisa kudatangi sekarang ini.  Merencanakan perjalanan ke luar kota memang harus banyak perhitungan. Dan aku beruntung masih bisa mendapatkan tiket pesawat dan hotel dengan harga murah meskipun jadwalnya sudah sekitar akhir tahun yang biasanya padat pengunjung.

anak lanangku, dengan sukarela menjaga opa dan membantu membawakan ransel opa. I’m proud of you son!

Kami berangkat dari rumah pukul 4 pagi, untuk naik pesawat Garuda yang take off sekitar jam 6. Kami hanya membawa satu koper yang berisi pakaian ganti untuk kami berempat. Sedapat mungkin travel light, dengan hanya membawa satu bagasi untuk cabin. Riku yang biasanya membawa ransel, kali ini tidak membawa. Dan dia yang langsung menawarkan diri untuk menggendong ranselnya Opa. Memang aku sudah beritahu dia untuk memperhatikan opanya karena opanya tidak boleh capek, tapi tak kusangka dia punya keinginan sendiri untuk membawakan ransel opa. Tanggung jawab yang besar karena ranselnya berisi uang :D. Sebelum berangkat, waktu memesan dua kamar hotel, aku juga sudah katakan pada Riku bahwa dia satu kamar dengan Opa. Dengan khawatir dia berkata, “Kalau ada apa-apa dengan opa, aku musti gimana?” “Ya cukup telepon ke kamar mama dong… nanti mama usahakan supaya kamarnya sebelahan. Paling  juga kamu tidak dengar apa-apa, langsung mlempus tidur duluan 😀

Bandara Hasanuddin yang baru… begitu turun dari pesawat

Tapi begitu kami sampai di bandara Hasanuddin yang baru itu, kami tidak langsung ke hotel. Kami menuruni pesawat lewat belalai dan bisa melihat bangunan megah itu dari luar. Yang aku masih tidak bisa mengerti, mengapa di bandara Cengkareng (waktu berangkat) kami harus turun dan naik shuttle bus sampai ke dekat pesawat, lalu naik tangga. Memang sih anak-anak senang bisa melihat badan pesawat dari dekat, tapi amat sangat tidak menyenangkan bagi mereka yang sulit berjalan. Aku jadi teringat dulu opa dan oma  Makassar (sebutan kami untuk opa dan oma pihak papa) kalau mau ke Jakarta, pasti kami minta bantuan staff garuda untuk menyediakan kursi roda. Perjalanan domestik di Indonesia amat tidak menyenangkan bagi lansia dan mereka yang sulit berjalan. Tidak barrier free tentu saja, tapi jika ada belalai langsung dari gate ke pesawat paling sedikit mempermudah mereka yang sulit berjalan. Papa yang jantungan sebetulnya tidak boleh naik turun tangga, sehingga aku khawatir sekali waktu dia harus naik tangga masuk pesawat. Ah, ini suatu kenyataan yang harus aku hadapi bahwa lansia di Indonesia memang tidak didukung untuk bepergian, dan harus berpikir banyak kali sebelum mengajak lansia bepergian di dalam negeri. Jauuuuh sekali dengan pelayanan bagi lansia dan penyandang cacat di Jepang. So, lakukanlah perjalanan jauh sewaktu engkau masih sehat (dan muda)! (Dan aku bersyukur kampungku di Jakarta, at least masih bisa merasakan pelayanan untuk orang asing 😀 Pakai belalai dan eskalator!)

Phinisi di bandara Hasanuddin, 28 Des 2012

Karena masih pagi (jam 10 pagi euy…. kalau di Jepang itu sudah siang hahaha) , kami santai dulu pergi ke WC dan berfoto di depan perahu Phinisi di lobby kedatangan. Sambil papa menelepon orang yang akan menjemput kami. Kami beruntung sekali karena disediakan mobil selama berada di Makassar oleh teman lama papa, Om Benny. Padahal om Bennynya sendiri berada di Manado. Aku sudah kenal om Benny ini sejak masih anak-anak karena setiap kami pergi ke Makassar pasti kami dijamu oleh Om Benny. Dan aku masih ingat “tangan kanan”nya om Benny di Makassar, Om Ari yang selalu bertugas mengantar kami. Setelah mengambil koper kami keluar bandara. Karena papa mau minum obat, kami mencari teh tarik. Memang papa penikmat teh sejak dulu. Jaman aku pertama kali minum kopi di usia 12-an, papa sudah berganti haluan dengan minum teh. Dan akhir-akhir ini papa kerajingan dengan teh tarik. Ada sedikit insiden di suatu toko gerai donut terkenal DD, karena itu toko yang terdekat begitu kami keluar pintu kedatangan. Jadilah papa minta teh susu di situ, yang dijawab tidak ada, adanya teh biasa. Dan papa harus memilih salah satu tea-bag yang tersedia. Aku sendiri tidak tahu awal mulanya apa, tapi aku lihat di daftar menunya ada tea latte, jadi aku bilang, “Loh ada tea latte kan? Itu kan teh susu… Kalau itu ada, kenapa tidak sediakan itu saja?” Dan dijawab ada! Papa langsung marah dan bilang, “Saya tanya ada teh susu, kamu bilang tidak ada. Sekarang bilang ada. Kalian niat jualan ngga sih? Ayo kita pergi dari sini!” Hmmm mulai deh. Memang aku tahu pelayanan di Indonesia itu membutuhkan kesabaran, dan tidak cocok bagi orang-orang yang mobilitasnya (bisa dibaca: tempramen) tinggi 😀 (Makanya aku tidak kerasan tinggal di Indonesia :D). Teh susu kok bisa beda dengan Tea Latte? Jangan kasih nama asing deh kalau tidak tahu artinya 🙂 Akhirnya kami pindah ke toko lain, yang justru malah menyediakan teh tarik dengan tempat duduk yang lebih nyaman…. Welcome home papa!

Setelah minum yang hangat, kami bersiap untuk menuju tujuan pertama di kampung halaman Papa/Opa. Bantimurung!

Bantimurung

 

27 Replies to “Pulang Kampung

  1. pengen juga someday bawa andrew dan emma ke surabaya. buat liat ‘kampung’ nya papanya. huahaha.

    kampung di ‘pulang kampung’ itu kan berarti kota asal, jadi bukan kampung yang artinya desa gitu.. ya gak… 🙂 hometown lah…. hehehe

  2. mbak imel, hadiah natal untuk papa kali ini pasti sangat berkesan ya. apalagi riku mau membawakan ransel untuk opa. riku kereeeen!

    aku belum pernah ke makasar. lihat foto bandaranya, kayaknya bagus… kotanya cantik juga nggak mbak?

  3. hihihi .. berarti Papa gak boleh boleh jalan sama aku doang ya mbak
    bisa2 remuk itu pelayan kami omelin berdua hahaha
    yak tul sekali, klo gak ngerti artinya ya pake bahasa Indonesia aja
    maunya gaya, eh malah bikin pembeli kabur

    kemarin2 baru liat foto2 aja yang udah seru dan membuatku berimajinasi sendiri hehehe
    dan sekarang saatnya mencocokkan ceritamu dan imajinasiku mbak 😀

  4. aku pulang kampung kemana??? hahahaha… meski aku lahir dan besar ampe smu di malang tp aku merasa jkt it kampung halaman ku… kenapa??? karena di jkt aku merasakan berjuang sendiri hidup, ga ada sodara kalo kesulitan hanya mengandalkan teman2 puji tuhaaan punya temen yang bae semua… dan merasa kalo ke jkt itu balik ke rumah… naaaah looh!!!!

    riku chan!!!! cupz!! kakak yang bae dan leadership nya keliatan banget yaa… hahahaha aku mau belajar dari opa aaah, kalo ga sesuai mau tegur langsung pelayan..soalnya aku cuma bisa ngedumel huuuftttt…

    mom… ceritanya kok sepenggal??? ganbatee mooom nulisnya…. 😀 hug!!

  5. Apresiasi dengan kepekaan mbak EM menikmati liburan pulkam bersama Papa serta Riku Kai ke Makasar. Terasa bangga dan terharunya Papa saat menjelaskan Bantimurung kepada cucu-cucu beliau.

    Btw baca Bantimurung saya berhenti sejenak rasanya tidak asing … oh ya dilekatkan pada nama varietas jagung unggul nasional (maaf oot ala kebun ya mbak EM).

    Salam

  6. mbak walaupun dijakarta ..tetapi banyak maskapai yang gak pake belalai lho.. hanya beberapa yang masih pake belalai termasuk garuda…
    (keseringan pake low cost carrier soalnya ..hehehe)

  7. Kalau kampung yang dimaksud adalah kampung halaman, saya rasa tepat-tepat saja istilah pulang kampung di pakai dari mana pun asal kita, Bu.

    Wah, saya pernah ke Makassar, singgah doang. Pengen lebih lama sebenarnya di sana.

  8. 9 tahun baru pulang kampung..
    aku hampir 20 tahun he..he.., iya emang keinginan pulang kampung itu masih ada, tapi waktunya yang harus panjang..

    pulang ke Bantimurung, surga dong buat Riku…, ketemu kupu2nya mudah2an ya..

  9. Ritual pulkam enaknya itu bagi saya saat lebaran idul fitri. Bisa merasakan desak-desakan, macet diperjalanan dan tentu saja kebersamaan nasib dengan orang yang seperjalanan.
    Saya terakhir ke Makassar tahun 2007, bandaranya masih pakai terminal yang lama. Aba kareba…

  10. bener juga ya tante… emang sih ya bandara di indonesia masih kurang bagus fasilitas nya sama di luar… hehehehe…
    Ke Makassar pasti seru, jadi penasaran deh sama kota makassar.. 🙂

    salam hangat… 😀

  11. Hadiah Natal terindah untuk Papa ya kak…
    Semoga Papa dikaruniai kesehatan & panjang umur.

    Hihi…gimana wajah mereka waktu serombongan ninggalin DD ya? Penasaran 😛

    Bantimurung. Pernah singgah ke sana 3 tahun yg lalu.

  12. Mengenai Belalai di Jakarta …
    Iya EM … kadang kala pake belalai … kadang tidak …
    Biasanya kalau saya bepergian dari luar kota dan memakai Flight malam … pesawatnya selalu parkir ditempat yang jauh … jadi ndak pake belalai …
    Dan hal ini kemudian terulang untuk flight besok paginya … karena kita akan menuju pesawat yang diparkir tadi dengan bus …

    Mengenai pulang kampung …
    Istilah untuk kamu mungkin … Pulang Negeri … hehehe

    Eniwei …
    Riku boleh juga ya … rasa tanggung jawabnya sudah terpupuk sejak dini

    Salam saya EM

  13. Sependapat dengan Arman dan Farijs bahwa terma pulang kampung itu bukan bermakna pulang ke desa, tapi kembali ke tempat asal (kampung halaman/hometown). Jadi, ke Jakarta bagi Nechan menurutku juga adalah pulang kampung.. 🙂

    Ternyata kita samaan ya Nechan, mengisi liburan akhir tahun ini dengan pulkam. Sudah baca kan laporannya? hehe..

    Setuju juga dengan Nechan bahwa selagi muda, lakukanlah perjalanan sebisanya. Kalau aku boleh tambahkan, lakukanlah perjalanan hati kepada orangtua, selagi kesempatan itu masih ada.. 🙂

  14. kira kira bisa tidak ya membawa anakku jalan jalan ke kampung asalku, sedangkan di sana sudah tidak ada keluarga lagi hahahaha… dan aku sendiri sudah tidak pernah pulang kesana.

    Pulang kampung mau ke jakarta atau ke new york sekalipun ya tetep pulang kampung namnya… 🙂 khan sebelumnya jadi kota pasti dulu adalah kampung.. 🙂

  15. hmmm… aku merasakan sendiri, berkomunikasi dengan penjaga rumah makan/restoran/gerai/toko di sana memang membutuhkan kesabaran lebih Mbak… aku minta A dikasih B, tanya ada menu C nggak? dijawab nggak ada, adanya D… yang ternyata sama aja dengan C… hadeehhh…
    Beberapa kali kami pesan menu dan dikasih menu yang salah. Akhirnya kami selalu mencatat sendiri menu pesanan kami… daripada manyun bin dongkol hehehehe…

  16. Pulang kamoung itu mirip home gt yak. walaupun bukan rumah/bukan kampung tapi masih bisa dipake..

    Aahh.. ternyata kampungnya mbak samaan dengan kampungnya kakek aku mbak. sama sama asli masar. Kalau aku bugisnya gt deh 🙂

  17. Memang “agak aneh”…ada belalai, tapi kita disuruh turun dan naik pesawat……padahal udah pakai Garuda ya….

    Hal-hal ini yang dulu saya pikirkan saat ibu alm masih ada….saat itu bandara masih di Kemayoran. Dan bandara Sukarno Hatta cukup panjang untuk orangtua kalau harus jalan.

    Betul Imel, jalan-jalan lah selagi masih cukup kuat….walau tak muda lagi, kemarin Narp udah menetapkan tanggal 13-27 April 2013, nggak tahu lewat Tokyo atau Osaka.
    Dan mungkin sebagian waktu cuma tidur2an di apato, kalau si bungsu sibuk nge lab (tidur di lab)…..berharap sempat mampir ke Imel ya. Tiketnya “open” kawatir kalau ada darurat…..

  18. Hallo Mba Imel, salam kenal sebelumnya. Namaku Lusi, saat ini tinggal di Jerman bersama suami yg sama² WNI dan 1 org anak yg br thn lalu lahir. Akhir pekan ini kami rencana liburan ke Jkt selama 2 minggu utk melewatkan paskah bersama family di sana. Tanpa sengaja aku temukan blog mba Imel dr hasil googling. Dan tanpa sengaja juga aku baca kisah ini, walau sbnrnya mba Imel punya byk koleksi kisah lainnya. Saat baca kisah mba Imel ini, aku langsung berurai airmata di depan PC-ku, pdhl aku msh di kantor lg kerja. Disini br hampir jam 3 siang, jd msh ada 2 jam lg utk bubaran kantor. Aku bnr2 nangis dan terharu membacanya, apalagi aku melihat foto papa mba Imel. Fotonya mengingatkanku pada papaku. Aku bukan org makasar, tp papa sama² org daerah. Dan muka papaku (ini menurutku lho ya, atau mgk krn aku kangen dia papa..entahlah) hampir samaaa dg papa mba Imel. Mrk punya kulit gelap, krn mgk org daerah. Papaku berasal dr Kalimantan Tengah (Palangka Raya) dan meninggal akhir 2001 lalu, sesaat aku akan kembali ke Jkt untuk liburan bersama dalam merayakan Natal. Tp terlambat, papa sdh pergi lbh dulu sblm Natal. Dan cita²nya yg msh blm aku penuhin adalah saat natal itu ia ingin sekali pulang kampung ke palangka raya untuk menjenguk ibunya (nenekku). Tp nenekpun keburu meninggal di bulan Juni 2011, di saat kami blm sempat kesana dan aku msh ada di Jerman. Kisah plg kampung mba Imel bener² berkesan buatku. Aku bener² terharu. Dan satu lg kesamaan papaku dg papa mba Imel, mrk menggunakan sepatu kets dg paduan celana bahan, bukan jeans. Selain itu papaku juga sering memadukannya dg kemeja batik lengan pendek atau kemeja bermotif mirip milik papanya mba Imel. Bener² foto papanya Mba Imel mengingatkanku kepada beliau. Skg aku akan kembali ke Jkt akhir pekan ii, tanpa bs lg bertemu dg papa dan mama. Mama br saja menyusul papa akhir thn 2013 kemarin dan 1 keinginannya yg blm bs aku penuhi juga adalah bertemu dg cucunya (anakku). Sedihhh bgt rasanya kl keinginan org tua msh ada yg blm terlaksana…..
    Maaf kisahku panjang ya mba 🙂

    • Duh maaf mba Imel, setelah aku baca ulang lg komen-ku, ternyata aku salah ketik tahun papa meninggal. Bukan 2001, tp 2011. Semoga yang baca bs langsung sadar dan ngerti kekeliruan pengetikan ini. Maaf sekali lg 🙂

Tinggalkan Balasan ke Lidya Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *