Hunting Room bukan haunted room, atau yang pasti aku tidak mau hunting haunted room kecuali aku anggotanya ghostbuster hehehe.
Ya sebetulnya waktu aku mudik ke Jakarta kemarin itu, aku sempat hunting room, mencari apartmen/rumah kost. Bukan untuk saya tapi untuk sahabat blogger Ria a.k.a Jumria Rahman yang baru pindah dari Duri ke Jakarta.
Ria datang persis tanggal 17 Agustus. Aku sebetulnya ingin menjemputnya di bandara, tapi ternyata tidak keburu. Adikku juga mendarat sekitar jam yang sama dari Tokyo. Dan karena kami ingin membuat surprise untuk adikku yang berulang tahun, aku lari ke toko kue. Karena sudah mulai masuk liburan Lebaran, stock kue juga tinggal sedikit, tapi memang kuenya Helen’s itu uenak sekali. Cocok deh manisnya untuk keluargaku yang tidak suka manis.
Pas aku sedang berbelanja di Helens, Ria meneleponku bahwa dia sudah berada di depan rumahku dalam taxi. Dia ingin bertemu dulu sebelum pulang ke Bekasi, jadi langsung dari bandara ke rumahku. Benar-benar hanya say hello, berpelukan, berfoto dan bye-bye… karena adikku pas akan sampai di rumah juga. Ria pulang, aku masuk ke dalam rumah dan mempersiapkan kue ultah. Heboh rasanya. Tapi aku senang sekali bisa bertemu Ria meski sebentar, setelah dua tahun tidak bertemu. Dan, aku katakan kalau tanggal 18 aku masih belum ada janji apa-apa, sehingga bisa menemaninya mencari kost di daerah kemang, tempat kerjanya.
Jadilah tanggal 18 Agustus itu, aku dijemput Ria naik taxi. Kebetulan aku pun tidak ada supir/mobil, jadi tak apalah kami naik taxi. Lucu juga karena kami berdua itu sebetulnya kan harus naik turun mobil, mencari rumah kost, tapi naik taxi. Jadi setiap kali kami turun, taxinya menunggu kami. TAPI hebatnya Jakarta waktu liburan menjelang lebaran itu SEPIIIIII sekali. Bayangkan kami naik taxi dengan rute Bekasi – kebayoran -kemang keliling-keliling sampai pejaten, balik lagi kemang -kebayoran – dan berhenti di Senayan City, selama 2 jam hanya bayar 200.ooo rupiah! O o o murahnya, dan surganya Jakarta saat itu.
Kami melihat 6 tempat, mulai dari yang sudah Ria cari sebelumnya di internet. Sebuah kos dengan kamar yang bagus di lantai 2, living room + kamar + kamar mandi berikut dapur sebulannya 7 juta saja… duh, mahal yah. Lalu di lantai satunya kami ditawarkan kamar yang 5 juta. Pending dulu. Kami menyusuri jalan kemang dan melihat papan nama terima kost. Turun lagi dan melihat kamar yang cukup gelap, tidak jelek-jelek amat dengan harga 3,5 jta. Cuma kok gelap ya kesannya. Yang paling lucu dari melihat kamar-kamar dengan nama apartemen, kami juga mencoba cari dengan papan namanya “terima kost”. Aduh harganya sama 3 juta tapi bobrok sekali. Mana si Ria sempat melongok ke dalam sebuah kamar yang pintunya terbuka, dan berpenghuni lelaki telanjang dada dan hanya mengenakan kolor… kyaaaaa…. mengerikan :D. Gongnya kami melihat sebuah apartemen yang biasanya dihuni oleh expatriat asing. Harganya? Cuma 10 juta. tapi memang bagus sekali dalamnya. Terang dan modern. Aku juga mau tinggal di situ, tapi…. kok harganya mahal begitu ya. Kalau kantor yang bayarin sih OK.
Jadi hari itu kami menyelesaikan hunting room dengan melihat 6 kamar, dan kesimpulannya Ria masih akan mencari lagi meskipun aku sudah tidak bisa temani dia sesudahnya. Otomatis hari Raya Ria juga tidak bisa mencari karena kena flu juga. Lagipula tanggal 19nya Gen sudah datang, jadi aku tidak bisa lagi mondar-mandir ke mana-mana. Dan sampai aku kembali ke Tokyo, aku tidak bisa menemani Ria pindahan ke kostnya yang sudah dia temukan sendiri. Karena aku belum pernah nge-kost di Jakarta, aku tidak tahu kondisi kost-kostan di Jakarta. Jadi hunting room bersama Ria waktu itu merupakan pengalaman yang menarik. Tentu saja asal ada uang, kita bisa mendapatkan kamar yang bagus. Tapi ada banyak faktor juga yang mesti dipikirkan, keamanan, penerangan, transportasi, cucian termasuk tidak, internet, dsb dsb. Susah ya pindahan itu 😀 (apalagi aku di apartemen di Tokyo ini sudah 13 tahun! Malas pindah-pindah)
Tapi personal touch #6 ku dengan Ria boleh dikatakan terjadi berkali-kali, dan semuanya juga karena Ria yang datang ke rumah. “MBak aku anterin pesanan palm suikernya ya… ” Atau sesudah kami mengantar anak-anak bermain di Lollipop Sency, Ria dan adiknya Uchi sempat mampir ke rumah, dan itu benar-benar merupakan chit-chat yang menarik, karena mengikut sertakan papa. Perlu diketahui Ria (dan Uchi) adalah putri Makasar, satu tanah kelahiran dengan papa. Dan Uchi masih kental sekali logat makassarnya sehingga lucu sekali kami mendengar dia berbicara dengan papa. Mereka berdua bercakap-cakap dengan logat Makassar. Senang loh melihat teman-temanku bisa akrab dengan papa.
Dan sampai hari terakhir sebelum aku naik pesawat, Ria masih menyempatkan datang untuk say good bye dan mengantarkan pisang ijo buatan ibunya. Ah memang kami berdua orang sibuk. Tapi kami selalu berusaha mencari celah untuk bisa saling berkomunikasi, syukur-syukur bisa bertemu muka. Sekali lagi aku mengingatkan diriku sendiri, bahwa silaturahmi itu bukan dari lamanya waktu kita bersama, atau seringnya kita bertemu, tapi dari kwalitas dan makna pertemuan itu sendiri. Ria buatku sudah seperti adik sendiri apalagi sejak kami tahu bahwa kami keturunan satu nenek moyang yang sama, dari Galesong. So Ria, welcome to Djekardah, enjoy my hometown, enjoy juga kemacetannya ya hehehe. Sampai ketemu lagi tahun depan.