Herbarium

25 Apr

Ada yang tahu apa itu herbarium (pluralnya: Herbaria) ? Wah aku natsukashii (kangen) sekali mendengar kata herbarium. Mungkin sudah lebih dari 25 tahun tidak mendengar kata itu. Herbarium adalah koleksi contoh tumbuhan yang dikeringkan. Jadi  ingat dulu pernah membuat daun yang dikeringkan di dalam buku sampai hanya tinggal tulang daunnya saja. Nah itu termasuk cara untuk membuat herbarium. Dan, tentu mengingatkanku juga bahwa dulu aku pernah ingin belajar biologi, tapi akhirnya nyasar di Sastra Jepang :D. Oh ya, waktu aku mencari definisi herbarium, aku boleh berbangga sedikit karena Herbarium Bogoriense (BO) (Bogor, West Java, Indonesia) termasuk dalam 23 herbaria terbesar di dunia.

Kenapa tiba-tiba aku bicara soal herbarium? Ya karena tadi pagi aku pergi ke Makino Memorial Garden dan Museum yang hanya 5 menit naik sepeda dari rumahku. Dan siapa itu Makino?

Makino Tomitaro, bapak botanist Jepang

Seperti biasa kemarin aku mencari di Jepang itu hari peringatan apa, dan ternyata kemarin tanggal 24 April adalah Hari Botanical di Jepang, untuk memperingati botanist Jepang Makino Tomitarou yang merupakan bapak Botanist Jepang. Dan persis tahun ini sebetulnya adalah 150 th hari kelahirannya (24 April 1862). Aku mulai curiga karena nama Makino kok aku sering dengar, ternyata memang benar nama yang sama dengan sebuah museum di dekat rumahku. Dulu Gen dan Riku pernah pergi ke situ tapi waktu itu sedang direnovasi, jadi tidak banyak foto yang diambil. Sayang sekali aku terlambat tahu mengenai hari kelahiran Prof Makino ini (sudah hampir jam 7 malam), kalau tidak aku bisa lari sebentar ke sana.

 

Kebetulan hari ini tidak hujan meskipun agak mendung, jadi setelah mengantar Kai ke TK, aku pergi ke tempat tersebut naik sepeda. Sebuah tempat yang teduh sekali. Setelah mengisi buku tamu, si Penjaga sempat bertanya, “Anda bukan orang Jepang kan?”  hehehe. Dan sekaligus aku tanyakan apakah aku boleh mengambil foto di situ. Boleh katanya… tapi untung saja waktu di museumnya aku tidak memotret, karena ternyata di dalam museum tidak boleh memotret. Kalau di halaman boleh.

halaman dengan berbagai tumbuhan, lengkap dengan nama-namanya

Aku mengelilingi kebun yang penuh dengan jenis-jenis pohon, termasuk pohon sakura. Sayang sekali sakura yang umum (mekar awal April) sudah tidak berbunga lagi. Coba pas mekar-mekarnya aku ke sini, pasti bagus deh. Well, masih ada tahun depan. Ada sebuah pohon sakura yang jenis Yaesakura yang mekarnya memang terlambat, namanya Fukurokuju Cerasus lannesiana ‘Contorta’ Miyoshi . Pantas aku banyak melihat jenis ini di jalan ke Universitas W, rupanya memang mekarnya sesudah pohon sakura Someiyoshino.

Setelah puas melihat di halaman, aku masuk ke museumnya. Masih ada bagian kamar belajarnya Prof Makino yang asli terbuat dari kayu dan menggambarkan kehidupannya waktu itu. Di situ juga ada tumpukan buku yang tentu saja hanya sebagian kecil dari koleksinya. Termasuk juga maket rumah yang di Nerima ini. Rupanya dulu sebelum tinggal di daerah Nerima, beliau tinggal di Shinjuku, dan rumahnya kebakaran. Untuk menyelamatkan koleksi dokumen dan buku-bukunya, dipinjamkan rumah yang cukup luas di Nerima ini. Luasnya 2.222 meter persegi dan dipenuhi dengan berbagai tumbuhan untuk keperluan penelitiannya juga. Beliau tinggal di sini sampai akhir hayatnya dalam usia 94 tahun pada tahun 1957. Museum dan taman ini dibuka untuk umum setahun sesudahnya. Dan yang bagusnya, karena dipelihara pemerintah daerah Nerima, untuk memasuki museum ini tidak dipungut biaya.

Ruang belajar (meneliti) Prof Makino. Bisa dibayangkan dinginnya

Dalam museum dipamerkan artifak, benda-benda yang dipakai profesor Makino, serta contoh buku, gambar-gambar yang dibuatnya. Ada pula riwayat perjalanan hidup profesor Makino ini. Dari wikipedia kemarin aku juga mengetahui bahwa sebetulnya beliau bahkan tidak lulus dari SD. Tanpa masuk sekolah menengah, beliau belajar otodidak bahasa Inggris, geografi dan botany. Waktu beliau menjadi guru bahasa Inggris itulah, beliau pertama kali membuat tulisan akademis mengenai ilmu tumbuhan. Dengan bekal itu beliau diperbolehkan belajar di Universitas Tokyo, dan meraih gelar doktor pada usia 65 tahun. Dan dari foto-foto yang dipajang, ada satu yang membuat aku bergetar…. yaitu foto waktu beliau berusia 93 tahun dan sakit-sakitan sehingga harus tetap di tempat tidur, tapi masih meneliti dan memeriksa gambar yang dibuat muridnya. Benar-benar belajar (meneliti) sampai mati!

Benar-benar menghabiskan hidupnya untuk meneliti tumbuhan. Tak heran beliau menerima penghargaan dari Kaisar.

Kalau melihat betapa detilnya gambar tetumbuhan yang dibuat oleh Prof Makino, aku juga bisa membayangkan bahwa profesor ini pastinya pandai menggambar seperti paktuonya Inon. Detil dari bunga-bunga, daun dan bebijian begitu apik digambarkan dan menjadi bagian dari ensiklopedi tumbuhan Jepang. Kalau dipikir jaman sekarang ini jauuuuh lebih mudah, karena ada kamera (apalagi yang lensa makro). Semua tinggal jeprat-jepret. Dulu mana ada? Hebat euy.

Sketch Prof Makino Tomitaro by Vyan RH

Apalagi kalau mengatahui bahwa beliau itu yang menemukan dan memberi nama 2500 tumbuhan termasuk 1000 species dan 1500 varietas baru! Passion dan semangatnya itu loh, patut ditiru. Semoga saja bisa tertular padaku, karena sesungguhnya mengetahui bahwa pernah ada orang hebat yang tinggal sedekat ini saja, aku sudah bangga hehehe :D. Bagi yang berminat mengunjungi Taman dan museum kecil ini bisa menghubungi aku sampai dengan tanggal 17 Juni 2012 (khusus untuk pameran lukisan Sakura yang dibuat oleh pelukis/peneliti khusus dalam rangka memperingati 150 tahun kelahiran Prof Makino).

Ditunggu loh 😀

Gambar Sakura karya prof Makino yang dipakai dalam pamflet peringatan 150 tahun kelahiran beliau.

 

 

33 Replies to “Herbarium

  1. Belajar sampai mati, wuih, benar-benar ya di Jepang bisa ketemu banyak orang yang seperti itu. Aku yang muda aja udah mulai berat untuk belajar dan belajar, harus belajar malu nih Mba 😀

  2. dekatdekat dengan ahlinya, maka kita pun akan ikut menjadi mahir,
    nah itu mbak Em sudah tinggal dekat museum prof. Makino
    yang dari pengajar bahasa trus jadi ahli botany..
    *agak miriplah ya mbak.. 😛

  3. Bogor dengan HB dan KRB nya memiliki reputasi internasional shg sayang bila kita tidak terlalu mengenalnya. Ketelatenan botanist terlebih ahli taksonomi seperti Prof. Makino Tomitaro ini khas dan termasuk bidang yang sepi peminat termasuk di Indonesia. Terimakasih ya jeng EM sharingnya. Salam

  4. Yup waktu SMP saya pernah diajari dan praktek membuat herbarium. Saya ambil daun dadap lalu di rendam di selokan. Setelah hijau daun rontoh bagus deh..tinggal kerangkanya. Lalu di letakkan /dijepit di tengah-tengah buku. Jadi deh.

    Siapa ya penemu herbarium itu ?
    Ngemeng2, lagu saya kok ada tulisannya buffer, sehingga suaranya gak keluar. Gimana tuh jeng cara menghilangkan buffering nya ??

    Salam hangat dari Nusantara

  5. Botaknis… botanis dan memang botak, hihihi.
    Hebat banget ya, patut dicontoh belajar sampai mati.
    Jadi malu belajar buat ujian aja aku males malesan hehehe.
    Aku berminat mbak ke sana. Tapi nda ada ongkos hehe

  6. Subhanallah ya ada orang seperti itu. Dedikasi pada kesenangannya sampai bikin terus belajar. Salut sekali..

    Aku pernah ga sengaja bikin herbarium. Waktu itu pernah dikasih mawar, trus aku taruh disalah satu diary. Baru tau lagi pas dina bongkar2 buku2 diary. Entah sudah berapa lama mawar kering itu disana 😀

  7. oooh itu toh herbarium hehehe … mungkin pernah tau dulu ketika sekolah, tapi sudah lupa blas sekarang *parah ih*

    hebat ya Prof.Makino itu … sampai uzur gitu lho masih saja terus berkarya, padahal orang2 jaman sekarang, usia 50-60 saja banyak yang udah gak mampu ngapa2in 🙁

    Patut jadi teladan nih setelah Watanabe San 🙂

  8. Hebat banget Profesor Makino inih…
    sangat berdedikasi…usia 93 tahun masih meneliti???
    semangat sekali 🙂

    dan poto bunga & taman nya indah benget mba…
    *mudah mudahan mba Imel tidak melihat taman ku yang terbengkalai gak karu karuan waktu ngunjungin rumahku kemaren ituh…hihihi…*

  9. baca tentang Prof ini aku jadi teringat kisah oom Coutrier, sama2 otodidak …..
    dedikasi dan cinta ilmu yg mendorong prof terus meneliti ya, dan menggambar juga

    surga banget sih Mbak, banyak tempat menarik di sekitarmu, pengen mendaftar ikut ke herbarium

    btw, aku juga dulu pernah pengen masuk biologi krn suka dgn taksonomi, he..he…

  10. Baru baca bagian “Who am I”, menjawab pertanyaan saya kemaren kenapa di Bali ada bunga sakura … hehe, oon juga saya ternyata.

    Kalo kapan2 mampir bisa dong minta di kenalin keliling2 tokyo …. hehe, siapa tahu ….

  11. ya ampun jika hijaunya kampung halaman ku tertapa rapi seperti itu alangkah indahnya tulisan ini menginspirasi lingkungan saya juga yg masih memungkinkan seger teduh ………..wuih betah ada lagu yang bikin membaca jadi romantis hemmm jan

  12. mbak EM….dulu waktu sekolah *SD*pernah ngumpulin daun atau bunga di antara buku…..bahkan bulu ayam diantara buku….tapi ga ngerti tujuannya apa….ikut2an aja….hehehehehe

  13. Salut melihat seseorang yang tidak tamat sekolah daasr, belajar dg cara otodidak bahasa Inggris, geografi dan botani bisa menjadi ahli yang diakui dunia dan menjadi seorang Profesor. Belajar (meneliti) sampai mati, mudah2an dapat menajdi contoh bagi generasi kita dan berikutnya…. 🙂

  14. Dari tulisanmu tentang beliau ini aku bisa belajar satu hal, sebuah negara yang maju sangat tergantung pada pribadi masing-masing warga ya… dan si profesor ini tampak begitu maju pribadinya dengan tetap selalu semangat meneliti…

    Andaikan Indonesia.. ya andaikan.. bayangkan, Mel! 😉

Tinggalkan Balasan ke krismariana Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *