Yuki dan Mochi

10 Des

Yuki adalah bahasa Jepang untuk Salju, sedangkan mochi tentu sudah banyak orang Indonesia yang tahu, yaitu kue yang terbuat dari beras ketan, yang kalau di Indonesia sering berisi kacang dan berlapis “bedak”. Kalau berbicara tentang Yuki dan Mochi, biasanya aku teringat pada produk LOTTE yang bernama Yuki Daifuku. Daifuku adalah mochi yang berisi sesuatu, bisa pasta dari kacang merah, atau stroberi dan lain-lain. Penampakannya seperti ini.

Dua hari ini, Jumat dan Sabtu, kami mengalami keduanya. Salju dan Mochi.

Sebagai bagian dari kurikulum TK nya Kai, tanggal 9 kemarin seharusnya kami mengikuti acara MOCHITSUKI (Membuat mochi dengan cara menumbuk beras ketan panas-panas, sampai halus dan bisa dibentuk menjadi kue mochi). Ini merupakan kegiatan tradisi TK ini yang selalu diadakan bulan Desember, sebelum libur Musim Dingin. Tapi, kenyataannya kemarin kami tidak bisa mengadakan acara itu karena hujan.

Ya, waktu aku bangun ternyata hujan dan aku menunggu telepon berantai yang menyatakan bahwa acara dibatalkan. Jika hujan memang pasti dibatalkan, tapi untuk kepastiannya akan ada pemberitahuan lewat telepon sekitar pukul 7 pagi. Setelah menerima telepon pemberitahuan dan meneruskan kepada orang tua yang lain, aku mempersiapkan bento (bekal makanan) untuk Kai. Karena aku kerja hari Jumat, aku telah minta pada Gen untuk ambil libur dan menemani Kai selama acara. Aku tidak bisa membatalkan kelas, karena sudah mendekati ujian akhir. Sambil mempersiapkan bento, aku melihat ke luar jendela, TERNYATA hujan berubah menjadi salju. Saljunya memang langsung mencair begitu menyentuh tanah, tapi tetap salju…..

WAH! Salju di awal Desember adalah hal yang aneh sekali. Belum pernah terjadi. Sudah bisa dipastikan transportasi akan terganggu. Jadi aku minta Gen untuk mengantarku ke stasiun setelah mengantar Kai dengan mobil. Benar saja, di halte bus kulihat banyak orang sudah menunggu bus yang tak kunjung datang. Mereka yang biasanya naik sepeda, pada hari hujan/salju akan menggunakan jasa bus. Aku bersyukur sekali Gen mengantarku sampai stasiun, sehingga aku malahan lebih cepat sampai di universitas daripada biasanya. Dan tentu saja Kai senang sekali diantar-jemput oleh papanya.

Memang sudah diberitahukan oleh pihak TK, bahwa jika Jumat hujan, maka acara akan digeser ke hari Sabtu. Orang Jepang memang selalu penuh perhitungan. Selalu ada simulasi, jika hujan bagaimana…. bahkan mereka juga berpikir sampai jika Sabtu hujan bagaimana. Jadi sering kami mendapat pemberitahuan pengadaan acara dengan dua alternatif tanggal pengganti jika hujan/badai/hal darurat lainnya.

Jadi Sabtu pagi ini aku bersama Kai (papanya ngantor, Riku tinggal di rumah) menghadiri acara Mochitsuki di TK nya Kai. Cuaca cerah hangat, sehingga aku tidak perlu memakai jaket tebal. Bersepeda ke TK, cukup sulit mencari tempat parkir sepeda, karena cuaca cerah menyebabkan satu keluarga datang! Satu anak paling sedikit 2 orang…bisa dibayangkan penuhnya deh.

Tapi acara pembuatan mochi ini dilaksanakan di luar, di halaman sekolah. Ada dua usu 臼 atau lumpang kayu dan sebuah penanak nasi tradisional untuk memasak nasi ketan. Setiap kelas (ada 9 kelas) mendapat 8 kg nasi ketan. Setelah ditaruh dalam lumpang, tiga bapak orang tua murid memukul/menumbuk nasi ketan dalam lumpang dengan palu khusus, sampai halus.

lumpang berisi nasi ketan yang sudah mulai halus

Tentu saja di tengah acara penumbukan nasi ketan itu diberi waktu untuk membuat acara potret bersama, guru, murid dan orang tua murid. TK ini bekerjasama dengan satu foto studio yang mengabadikan acara-acara TK sepanjang tahun. Nanti ada kesempatan orang tua murid untuk memesan dan membeli foto-foto kenangan tersebut. Tentu saja agak mahal dibanding dengan memotret sendiri, tapi memang bagus hasilnya. Untung aku sempat minta tolong mamatomo (mama temannya Kai) untuk mengambilkan fotoku. Jadi bisa aku pasang di sini. 😀 (Tak lupa harus diblur wajah orang yang lain ya)

Anak-anak diberi kesempatan memegang palu pemukul mochi

Aku senang dengan kegiatan ini, karena banyak anak-anak tidak tahu bagaimana mochi itu dibuat, apalagi secara tradisional. Kalau bukan kita yang melestarikan budaya itu, siapa lagi dong. Nah, setelah mochi itu halus, ditaruh di dalam panci besar dan dibawa ke kelas masing-masing. Di kelas ibu-ibu yang bertugas membuat kue mochi bulat dengan 4 rasa. Pasta kacang merah, saus mitarashi yang asin, kecap asin dengan nori, dan bertabur bubuk kedelai. Karena buatan sendiri dan cepat-cepat tentu bentuknya tidak bagus, tapi rasanya enak, karena langsung dimakan saat itu juga. Mochi kalau tunggu terlalu lama menjadi kering dan kurang enak. Aku sampai lupa mengambil foto hasil jadinya, karena tidak begitu bagus dipandang hehehe. Ternyata 8 kg itu cukup banyak sehingga semua bisa makan, dan aku bawa pulang bagianku untuk Riku.

Untuk tahun ini, kegiatan mochitsuki adalah kegiatan TK terakhir, karena mereka akan libur musim dingin dari tanggal 22 Desember sampai 9 Januari.