Rasa itu tetap sama -4-

5 Okt

Ada sebuah tempat di Bandung, yang sedapat mungkin kukunjungi setiap ke Bandung. Hanya untuk sekedar minum kopi atau membeli oleh-oleh di sana. Aku tahu tempat ini dari papaku. Dulu kalau papa pulang dari Bandung, dia suka membawa Karya Umbi/ Raos, Sus Merdeka atau oleh-oleh dari sini. Lama-lama Karya Umbi/ Raos, dan Sus Merdeka bisa beli juga di Jakarta, kami menjadi bosan, dan tidak pernah beli lagi. Tapi kalau oleh-oleh dari sini, tidak pernah kami tolak!

Oleh-oleh itu adalah coklat yang kebanyakan adalah bitter sweet dengan berbagai bentuk dan campuran rasa. Ada yang truffle, ada nougat, ada kenari, ada marzipan, ada kacang giling dll. Kalau dulu papa sering membeli semua jenis seratus gram (Di sini memang cara membelinya dengan per 100 gram – harganya sekitar 35.000 rupiah sekarang) lalu dibagilah untuk 5 orang, Mama dan 4 anak, masing-masing satu kantong. Masing-masing menerima satu kantong, boleh makan kapan saja, tapi tidak boleh minta punya orang lain. Kalau ada jenis yang tidak suka bisa barter dengan damai! hoho…senang sekali waktu kami menuliskan nama di kantong dan menyimpannya di lemari es. Dan tentu saja tidak ada yang berani mengambil coklat yang bukan miliknya.

Restoran jadul Braga Permai yang terkenal dengan coklatnya

Braga Permai ( Jl. Braga No. 58 Telp 022-4233778) adalah nama Restoran (dulunya Maison Bogerijen) yang menyimpan sejarah, mungkin satu jaman dengan ice cream Ragusa. Kabarnya sudah ada sejak tahun 1930-an, sebagai tempat meneer-meneer dan mevrouw-mevrouw minum kopi. Karena itulah papaku tahu tempat ini, dan setiap ke Bandung pasti membelikan kamu coklat Braga. Lihat saja foto kotak kuenya, masih memakai foto-foto jaman bahelua itu. Ada beberapa meja di teras restoran, dan tentu saja di dalam restoran.Dulu aku jarang mampir duduk dan makan di sini,biasanya langsung ke dalam tempat etalase coklat dan kue-kue, memesan dan langsung bayar. Tapi waktu mudik musim panas kemarin, dua kali ke sini dan duduk untuk sekedar ngopi atau nge-es dan beristirahat. Sang supir pun perlu istirahat kan? Dan waktu datang ke dua kalinya dengan Gen, dia juga menikmati kopi tubruk yang disajikan. Sayang waktu itu kami baru makan di Raja Rasa, dan kecewa karena Kopi Aroma tidak buka. Sayang waktu aku ke sana dua kali itu, mau pesan es krim Tutti Frutti tapi tidak ada.

Coklat braga yang dijual per 100 gram. Salah satu kuenya yang akhir-akhir ini aku suka adalah sus dengan saus caramel di atasnya kiri bawah. Kanan bawah kue dengan amandel (marzipan)

So, jika ada waktu silakan coba menikmati suasana Bandung jaman dulu sambil ngopi dan makan coklat, meskipun tentu saja ada makanan lain spesialitet restoran ini. Coklat di sini rasanya tetap sama seperti coklat oleh-oleh papa dulu waktu kami kecil!

 

42 Replies to “Rasa itu tetap sama -4-

  1. wah baru tau tempat ini nih mbak Imelda… kami klo ke Bandung taunya Kartika Sari aja.. heheh…
    abis klo ke Bandung tuh suka macet gitu ya mbak.. mau cari2 ini itu jd males duluan.. heheh…

  2. itu coklat di jl.Braga, dark chocolate gituh ya Mbak EM ?
    pastinya lezat dan gak cukup kalau cuma sepiring seperti di gambar atas 🙁
    ( dasar rakus coklat …hehehe… ) 😛

    dan………….Kai Dan Riku ikutan mencoba coklat favorit kenangan Mama nya dong ya 🙂
    salam

  3. baca postingan ini dengan diiringi alunan musik khas TE, rasanya gimanaaa gitu. hehe.

    mbak, kue susnya itu kayaknya enak banget deh. dan aku percaya deh, kalau mbak em bilang enak, pasti enak 🙂

  4. mba Imeeeeel….
    ternyata mba Imel jauh lebih gaul dari aku tentang tempat2 di Bandung…hihihi…
    Soalnya sekarang di Bandung udah kebanyakan tempat makan sih…
    jadi bingung milihnya 🙂

    Baiklaaaah…ntar aku ajakin abah main kesono deh 🙂

  5. ah mengingatkan masa kecil dulu…..betul, dulu kalau ke Bandung sama Bapakku (almarhum) duh tahun berapa ya itu? aku masih suka ke daerah Braga dan sekitarnya, dan mampir kesana…tapi sekarang, paling hanya sekitar Setiabudi Lembang, atau Dago dan Jalan Riau……kapan kesana yaa (lagi) ?

    Sekalian napak tilas Jeng 😉
    EM

  6. udah lama banget ga ke daerah sana….padahal braga itu merupakan salah satu kawasan tujuan orang kalau ke Bandung. Awalnya tergeser sama Bandung Indah Plaza aka BIP. Terus sama Cihampelas, Dago, dll…what a nice memory…

  7. Mbak, kalau mau roti yg enak, di Braga juga ada. Roti “Sumber Hidangan” namanya. 🙂
    Itu toko kue udah ada sejak jaman sebelum ibu saya lahir. 😀 Penjualnya pun masih sama yang dulu (sekarang sih udah tua banget), dan tampak yang muda adalah anak2 mereka (generasi selanjutnya). 🙂

    Saya suka roti2 buatan mereka, terutama kue sus-nya. :mrgreen:

    Belum pernah coba… nanti cari deh kalau ke Bandung lagi.
    EM

  8. Mbak…

    baru tau ada tempat seperti ini.
    kopinya enak gak?
    kalau kuenya kan sudah direkomendasikan enak,
    kalau kopinya bagaimana?

    Salam kenal ya Mbak Mel 🙂

    kopinya enak! Kan kita abis dari Kopi Aroma, tapi tutup. Jadi cukup terhibur karena kopi di BP ini juga enak. Aku ngga tanya kopi apaan sih
    EM

  9. Kalo kebandung, oleh2 yang pasti dibawa balik itu brownisnya Amanda 😀

    Brownies itu baru beberapa tahun terakhir, sedangkan saya hidup sudah lebih dari 4 dekade 😀
    lagipula aku tidak merasa brownies itu ASLI Bandung, setahu saya brownies adalah kuenya AMERIKA 😀
    EM

  10. waktu foto sessiong di bandung…
    sempat ke braga,,tapi gak liat tempat ini,,

    nanti kalau ke bandung lagi..
    berarti ada 3 tempat yang harus didatangi..
    cihanjuang…
    kopi aroma..
    dan braga permai…

    hua…pengen jalan jalan..

  11. Akh..
    Terlepas dari maceettttt-nya kini yang luar biasa, Bndung selalu tinggalkan banyak rasa yang melekat lama di memori kita ya.. Ya tempat, ya rasa.. 🙂

  12. Referensinya aku catet dulu bu, kalau ada waktu dab bisa jalan=jalan ke Bandung akan saya cari lokasinya 😛

    Ssalam hangat serta jabat erta selalu dari Tabanan

  13. Saya sekali ke Bandung, di jalan Braga juga hanya lewat aja, selebihnya saya mencicipi Batagor di jalan apa gitu, *lupa nama jalannya* yang jelas di sepanjang jalan itu banyak orang jual Simay dan Batagor..
    Duh jadi ngiler nih lihat coklatnya Mbak Imel.. 🙂

  14. Beuh …
    Sepertinya enak bener kue-kue ini …

    BTW ini empuk-empuk semua kan EM … hehehe …

    Yang jelas …
    Karya Umbi dan juga Oncom Raos … itu juga dulu merupakan oleh-oleh yang selalu dibawa Bapak kalau pulang dari dinas ke Bandung … (inget Bapak nih …)

    Salam saya EM

  15. Tidak mengherankan kalau pengusaha restoran mampu eksis dari waktu ke waktu karena mereka mempertahankan originalitas dan keunikan cita rasa makanan. Inilah hal yang jarang dilakukan orang karena biasanya mereka lebih suka mencontek citarasa yang ke-bule-bule-an.

  16. komentarku gak masuk….aku tulis lagi deh :

    Mbak Aku belum pernah ke Kopi AROMA kapan2 kalau aku kebandung aku mo nyoba juga ah. Coba waktu mbak imel kejakarta kemarin aku bisa sempat pulang mungkin aku bisa menyisipkan diri diantara kalian dan ikutan ke Bandung 😀

    Anyway, Tante Coutrier hebat ya…dia mengajarkan anaknya adil dan punya rasa tanggung jawab dari kecil karena walaupun coklat2 itu ditaruh dikulkas yg sama tidak boleh ngambil yg bukan punyanya :D….

  17. Hehehe…saya malah belum kesini.
    Jangan-jangan si bungsu juga tak tahu…lha dia kalau pengin coklat, belinya di Dapur Coklat di jalan Akhmad Dahlan, Gandaria, Jakarta.

    Sayang saya tak sempat menemani ke Bandung ya…sibuk kejar setoran.

  18. Dulu di tahun 1980-an, saat pertama kali pindah dari Medan ke Bandung, kami sekeluarga tinggal di Hotel Braga (sekarang sudah tutup) selama sebulan karena belum nemu rumah di Bandung. Tentu aku masih kecil. Seumur Riku sekarang pun belum ada. Tapi ada satu hal yang masih kuingat betul dalam pikiran kanak-kanakku. Yaitu setiap melewati Maison Bogerijen, kulihat meneer-meneer dan mevrouw-mevrouw duduk-duduk di sana. Melingkari meja kecil dan minum-minum. Dalam pikiran kanak-kanakku: pasti tempat itu tempat keren dan mahal sekali. Karena yang makan di situ bule-bule.

    Ketika dewasa, pengetahuanku bertambah: rupanya bule-bule yang duduk-duduk di situ bisa jadi memang turis/traveler atau meneer-meneer dan mevrouw-mevrouw yang justru ingin bernostalgia. Karena tak jarang usia mereka sudah tua-tua. Barangkali waktu mudanya mereka pernah tinggal di Bandung ketika zaman kolonial/Hindia Belanda dulu.

    Makin dewasa, makin paham lagi aku: ternyata yang suka ke situ tak hanya bule Eropa. Eh, yang Jepang, setengah Jepang, hingga yang tiga perempat Jepang pun doyan dan selalu mampir ke situ.

    *kabur*

Tinggalkan Balasan ke Nurul Imam Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *