Dari Mata Turun ke….

4 Sep

Dompet! hahaha. Ya lazimnya sih turun ke hati. Melihat sesuatu lalu jatuh cinta pada pandangan pertama. Dan kadang aku berpikir, sebetulnya stop saja sampai di situ. Karena tidak bisa dipastikan pandangan kedua, akan sebagus pandangan pertama. Chancenya fifty-fifty, bisa jadi pandangan kedua akan membuatmu benci pada sesuatu itu 😀 Tapi memang betul juga bahwa kita harus berani mengambil kesempatan ke dua itu, supaya yakin seyakin-yakinnya apakah memang tepat pilihan kita itu.

Sebelum aku mengadakan kopdar Jumat (29 Juli) dan Sabtu (30 Juli), hari Kamis 28 Juli aku sempat bertemu dengan 2 orang temanku. Satu teman SMA, Wida di food court PIM. Sambil makan sate padang untuk lunch (menu utama selama mudik nih), kami bercerita ngalor ngidul. Tentang teman-teman, anak-anak yang sudah semakin besar dan kesehatan mereka, kemacetan jakarta, juga tentang “mengalah tidak bekerja demi anak-anak”. Yah, biasalah pembicaraan emak-emak.

Sesudah dari PIM, aku mampir ke rumah sepupuku yang baru melahirkan, juga di Pondok Indah. Tadinya sempat menelepon bu Enny, tapi jadwalnya kurang bagus. Jadi sesudah dari daerah Pondok Indah, di perjalanan pulang, kebetulan saja aku membaca message di  Inbox FB dari Elizabeth Novianti, seorang pembaca setia Twilight Express yang minta no HP dan pin BB. Dari message itu kemudian berkembang menjadi pertemuan hari itu juga. Langsung pak supir kuminta ke daerah Blok M untuk menjemput Novi (namanya persis nama adikku hihihi) di kantornya. Aku memang sering impulsif sih, menuruti kata hati saat itu. 😀

Nah, kebetulan aku ingin mencoba restoran Meradelima, yang pernah kudengar namanya. Letaknya persis diagonal dengan kantor Novi, dan menurut Novi memang enak. OK jadilah aku mengajak Novi ke sana untuk menemaniku.

Karena waktu kunjungan yang aneh, jam 5 sore, tentu restoran itu masih kosong. Kami menjadi tamu pertama di situ, dan kami diantar ke salah satu meja di lantai satu. Well, aku langsung tertarik dengan tata ruang dan interior  restoran ini yang bagus, dan cozy. Memang bangunannya sendiri seperti bangunan rumah biasa, jaman kolonial yang dimanfaatkan menjadi restoran. Ada beberapa “kamar private” untuk 6 – 12 orang yang apik.

Pintu masuk dan lantai 1 Resto Meradelima, Adityawarman 47, Kebayoran Baru Jakarta Selatan

 

Tentu saja aku ingin memotret banyak. Karenanya aku tanya pada pak iforgethisname, apakah boleh memotret. Bukan saja boleh, malah bapak itu mengantar kami tour de restaurant, dari lantai 1 sampai lantai 2, dan menawarkan untuk memotret kami! Wah…senangnya. Itulah keuntungan menjadi tamu pertama 😀

Seluruh interior memang mengambil interior Cina yang dipadukan dengan bangunan kolonial. Ada satu teras di atas yang ditutup dengan kaca, sehingga kita bisa makan sambil melihat pemandangan jalanan di luar, tapi tidak usah takut kepanasan. “Ini pasti panas kalau siang ya pak? Kan ada efek rumah kacanya”. Menurut dia sih tidak panas, karena teras  yang untuk 6 orang itu dipasang AC khusus.

Meja-meja di lantai 2. Teras berkacanya amat menggoda hatiku. Kalau malam romantis tuh (mestinya)

Selesai berfoto di atas, kami turun ke lantai 1 lagi, dan keluar pintu untuk berfoto di pintu masuknya. Ada satu hal yang aku perhatikan, mereka tidak mempunyai papan nama yang cukup besar/terbaca di pintu masuk. Jadi meskipun kami berfoto di depan pintu masuk, orang-orang tidak langsung tahu kami berada di mana. Sedangkan di Jepang, hampir semua toko mempunyai papan nama di pintu masuk. Ini pun bagian dari promosi kan?

Akhirnya kami masuk kembali dan duduk di tempat kami dan menunggu pesanan kami datang. Sambil bercakap-cakap, aku mengatakan pada Novi bahwa tempat ini cocoknya untuk pacaran 😀 dengan suasana mewah tapi santai  (dan disetujui Novi hihihi) .

Pesanan kami: cakwe isi, bakmi siram, sate sapi manis, dan es campur

Karena aku masih kenyang, kami berdua memesan appetizer cakwe isi, Bakmi siram (seperti Ifumi) dan sate daging manis. Pesanan kami ini enak, dan ditambah semacam es teler semuanya sekitar  220 ribuan. Kupikir lumayan karena biasanya budget makan di luar perorang sekitar 100 ribu rupiah.

Jadi, aku ingin sekali mengajak papa dan mama datang kembali ke sini. Nah, di sini aku melakukan kesalahan. Papa waktu kuajak memang sedang flu, dan mau makan sesuatu yang panas-panas. Tadinya dia mengajak makan soto kudus, tapi karena kita cuma bertiga, tanpa anak-anak, maka kuajak ke restoran Meradelima ini. Restoran ini memang TIDAK COCOK untuk keluarga dengan anak kecil apalagi balita yang bisa berlarian di salam….duh mengerikan membayangkan anak-anak itu meraba-raba koleksinya antiknya 😀 Memang tepat kategorinya : Fine Dining.

Jadi waktu aku datang bertiga dengan papa dan mama, aku memesan Sup Buntut, ayam kodok, wedang jahe dan jus sirsak. Sup buntutnya disajikan dalam wajan berapi yang tahan lama sehingga tetap panas, sampai titik sup terakhir. Salut deh. Ayam kodok yang menjadi favorit disajikan dengan “kepala ayam” sebagai penghias. Aku ingat dulu memang mama sering membuat ayam kodok. Rasanya seperti rolade ayam, daging ayam dihaluskan menjadi seperti steak ayam dengan saus tomat dan sayuran. Memang membangkitkan kenangan lama, tapi entah aku yang tidak lapar, rasanya kok kurang maknyus. Akibatnya kami menghabiskan sup buntut saja  dan membawa pulang ayam kodok yang masih banyak sisanya. Dan… aku kaget waktu harus membayar karena untuk bertiga saja (dan pesanan yang begitu) aku harus membayar 700 ribu lebih. Hmmm overprice (istilahnya adikku)? Mungkin tidak juga, tapi cukup membuatku tertegun. (7000 yen di Jepang bertiga sudah bisa makan siang, french cuisine yang enak lengkap dengan dessert dan coffee)

papa,mama, sup buntut dan ayam kodok

Waktu makan bersama papa dan mama, memang tamu yang di sana adalah orang asing semua menempati 3 meja. Konon restoran ini terkenal di kalangan expat dan tamu asing. Memang suasananya enak, nyaman. Interior yang mewah, bersih sampai ke WC nya bagus. Pelayanannya bagus, dengan pelayan yang berseragam merah hitam.  Jika punya tamu orang asing, ingin menjamu dengan maksimum memang inilah tempatnya. Atau mau membeli suasana.  Tapi kalau mencari sup buntut enak atau soto-sotoan yang enak, bukan di sini tempatnya. Inilah yang kumaksud dengan dari mata turun ke dompet hehehe.

 

Tampak luar waktu kami pulang sekitar pukul setengah tujuh malam. Romantis ya

37 Replies to “Dari Mata Turun ke….

  1. Wuih.. kok bs perbedaan mahalnya jauh ya mbak.. bener bener deh emg kurang cocok utk keluarga. mgkn mmg harus utk org pacaran atau bisnis yak ;p

    hehehhe sepertinya begitu. Atau untuk special occasion, yang anggota keluarganya tidak ada anak-anak 😀
    EM

  2. Meradelima ?
    I think I know the place …
    Samar-samar saya sering membacanya …
    Ini di daerah sekitar-sekitar kawasan yang banyak pohonnya nih

    Sepertinya ini rumah yang di alih fungsikan ya EM

    BTW …
    Mahal juga ya ?
    Ya setaralah dengan suasana yang ditawarkan …

    Yang jelas …
    saya pujikan upaya pengelola restoran tersebut yang justru mempersilahkan kamu memoto … sebab … dia punya instink mungkin … These Ladies bisa bercerita kepada teman-temannya mengenai Resto ini … And he’s right … 🙂

    Salam saya

    heheheh mulut “obatarian” itu memang mujarab, bisa mengangkat tapi juga bisa menjatuhkan 🙂 Makanya harus hati-hati ya 😀

    EM

  3. mahal juga ya kak,perorang jatuhnya kurang lebih 150rb 🙂
    wah kalau aku ajak pascal dan alvin kesitu stress takuy ada barang2 yg pecah

    oh iya pastiiiii….jangan ajak anak-anak ke sana 😀 Takut musti ganti kalau ada yang pecah. Tapi bagus kok kalau untuk ulang tahun pernikahan 😉
    EM

  4. Meradelima ya Mbak…
    pernah lewat dan penasaran sama dalemnya…

    untung belum sempet mampir…

    karena pasti nggak bisa bayarnya… hehehee…

    tapi kalau mampu yang penting enjoy ya gak mbak 😀

    Ya,sometimes takut ya masuk tempat-tempat yang tidak ada rekomendasi dari teman. Takutnya kena bayar mahal hihihi. Tapi kalau sendiri mungkin masih boleh lah, kalau bawa rombongan…. bisa bangkrut hihihi
    EM

  5. oh jadi tante Em,,sempat kopdar sama mbak novi…
    mbak novi juga jadi pembaca blog ku sekarang..

    kata mbak novi,,
    tante em ngerekomendasiin blog aku ke dia,,
    makasih yak,,
    jadi bikin aku kenal sama mbak novi,,,

    set dah mahal bet 700 ribu,,
    mungkin itu pengaruh sop buntutnya…
    ayam kodok maksudnya ayam pake kodok

    hehehe, jadi Novi udah main ke sana?
    asyik deh…tinggal tunggu kapan dia buat blog dan meramaikan dunia maya ini.
    Yang paling mahal memang ayam kodoknya, kalau tidak salah liat harga, hampir 300-an (udah liat masih dipesan sih hahaha…geblek akunya kan :D)

    EM

  6. 700 ribu kalau saya bisa buat jajan bertiga selama seminggu Bu…
    Yang mahal pastinya saat nyilangkan ayam ama kodoknya…

    kalau di Jepang bisa buat makan sekeluarga untuk 4 hari pak eM hihihi
    EM

  7. merah delima? jadi teringat menu es merah delima. hehehe. kalau dilihat dari foto2nya sih, tempatnya bagus banget. jadi maklum deh kalau mahal. tapi kalau rasa masakannya enak, masih bagus lah mbak. kalau mahal dan nggak enak, itu pasti menyebalkan. 😀

    eh, btw aku mengikuti tempat2 makan direkomendasikan mbak em loh. soalnya kadang aku buta soal tempat makan yg enak. ini berguna kalau pas ditanya sama teman atau saudara. 🙂 sejauh ini, rekomendasinya cukup objektif. makasih ya mbak 🙂

  8. *seandainya … hanya seandainya,
    Bu Em posting dulu kesan pertama, dan kesan itu terbaca oleh meradelima
    barangkali kesan kedua akan lebih luar biasa, sebab judulnya bisa jadi bukan “Dari mata turun ke dompet” tapi, “Dari mata turun ke… Voucher makan gratis dari meradelima” 😀

  9. Di awal2 cerita saya jadi tertarik untuk mengunjungi tempat ini, lihat foto suasana restorannya bagus banget. Tapi pas alinea2 akhir lihat harganya!! welehhh keinginannya ditunda jadi prioritas ke sekian saja 😀

  10. saya juga denger tuh resto meradelima bagus tapi saya belum pernah nyobain…
    saya suka banget ama ayam kodok! dulu mama saya suka masakin.
    trus disini, esther dapet resep dari temen dan enaaakkk.. jadi saya suka minta esther masakin ayam kodok juga. hehehe.

  11. jadi ingat ayam kodok mba EM, dulu sempat nge-trend bgt sepertinya ya, tiap ke kondangan pastiiii ada ayam kodok, skrg malah jarang bgt liat 😀

    700 ribu???? hadeeuuuh…sugoku takai 🙁

  12. Waduh, berarti harga itu bukan kelas saya (mundur)
    Tentang bolehnya berfoto-foto, itu merupakan sebuah promo gratis dari pengunjung. Jadi menurut saya tidak perlu dilarang karena akan timbul sebuah komentar buruk yang akan menghilangkan pengunjung lainnya.

    Kalau di Jepang, kadang tidak boleh. Apalagi kalau ada tamu lain. Karena mereka tidak mau privacy tamu lain terganggu
    EM

  13. Itu tempat makan mungkin yang mahal beli suasananya barangkali, 🙂
    Kalo saya dikasih bill 700 ribu untuk tiga orang mungkin langsung pingsan ditempat. Gak kebayang makan apa semahal itu, hehehehe…..

    saya juga hampir pingsan kok 😀
    EM

  14. Soal harga memang relatif sekali ya Nechan…
    Bisa jadi 200 rb itu terasa mahal dan 700 rb itu terasa murah, tergantung dari suasana dan layanan yang diberikan.

    Aku juga pernah diajak makan oleh seorang kawan di sebuah restoran mewah di Jakarta, dan aku kaget sekali ketika kawan tersebut menandatangani bill kartu kreditnya, yang samar terlihat olehku sebesar 1.750.000, dan itu hanya untuk makan berempat orang, hahaha… 😀

    Yang jelas, jika apa yang kita nikmati (makanan dan suasana) imbang dengan harga yang kita bayar, tidak jadi soal kan nechan? 🙂

    weks 1 orang 400rb? Hmmm mungkin saja sih 😀 Wong harga daging kobe ada yang 800rb satu porsi hahaha. Kalau aku tunggu ada yang bayarin aja deh. Ngga mampu bayar segitu.

    EM

  15. wuah harganya mahal sekali yah, mbak?:) mungkin pertama kali makan di sana murah, apa karena mbak imelda adalah pembeli pertama?:)

    kalau pembeli pertama mustinya malah didiskon dong. Memang resto mahal ini. Tapi ya enak suasananya. Tapi aku harus fair kan tulis semua, jangan aku tulis/pasang foto keliatan enak/bagus, lalu ada yang ke sana dan merasa ditipu Imelda krn harganya segitu hehhee…well, ada mutu ada harga
    EM

  16. Dari 220 rb jadi 700 rb hanya dengan tambahan 1 orang plus malam? ckckck….
    Tapi seru pengalamannya ya mbak. Restonya juga oke banget tuh.

    *ga asyik lagi kalo datang bareng anak2, hehe…. kita seide soal itu. Atau pasti semua orang berfikir begitu. Lagi asyik makan…. gompyaaaaangg… satu guci pecah. Jadinya bayar sekian juta. Hiiii… atuuuutttt….

    haduh kalau makan bawa anak2 mending di resto cepat saji atau bakmi aja deh. Bukannya apa…ngeriiiii. Kecuali bawanya satu/dua anak. Masih bisa diwanti-wanti. Kalau lebih dari satu…amit-amit hehehe
    EM

  17. wahh … ngakunya cerita emak2 … tapi ini mah ‘emak luar biasa – lihat saja daftar kunjungannya – tuh kan tempat luar biasa (baca, biaya tinggi = mahal) … 😀

  18. tok..tok… tok… lama tak berkunjung

    Memang saat ini banyak restoran yg tidak menjual makanan saja… tp menjual suasana atau view dari tempat tersebut.
    Dan harga suasana & view tersebut susah jg yach menentukannya… jd deh di-absord ke makanan yang mungkin secara rasa biasa-biasa saja…

    Salam,

    betul Bro. Dan untuk mengetahui resto itu cocok atau tidak dengan kita, ya perlu dicoba kan? hehehe. Jadi ingat resto ZUM di FX waktu kita kopdar di sana. Ternyata cukup terkenal (di kalangan keluargaku paling sedikit) padahal aku pilih itu juga asal aja, gara-gara resto yang dituju tutup 😀

    EM

  19. wuih ,mahal banget yak Mbak EM
    makan malam di Meradelima ini, kalau lihat foto2nya , memang cocoknya utk kencan dinner ya Mbak Em 🙂
    apalagi kalau duduknya diatas…wow…pasti romantis kayaknya 🙂
    salam

    makan siang loh Bunda. Siang malam sama sih harganya. Kalau di Jepang harga siang dan harga malam beda 😀
    EM

  20. Selama di Jakarta kok saya belum pernah ke resto itu ya. Kayaknya asyik juga makanannya.
    Senangnya melihat foto2 diatas~senyumnya menawan~ demikian pula makanannya.

    Salam hangat dari Surabaya

  21. kabarnya di Jakarta sekarang banyak resto yang menawarkan suasana ya, kecil tapi eksklusif (ingat ada satu resto di Cikini yang dari dulu terkenal mahal, karena penyajiannya lain dari yang lain dan sampai sekarang tetap eksklusif)

    aku jadi ingat ada teman Jepang yang menanyakan soal Resto Rorojongrang kalau tidak salah namanya. Aku baru teringat sekarang. Musti cari/coba nanti tahun depan 😀

    EM

  22. Set dah, mahal amat Mba? Kalo kami sekeluarga makan disana, habislah gaji sebulan hahaha…

    hahahha, sama lah. Untung tidak tiap hari aku mudik 😀
    Sebetulnya yang membuat aku juga agak “terpukul” waktu itu aku bawa uang tunai pas-pasan sebesar tagihannya. Soalnya kalau pakai CC agak repot. CC nya Jepang mesti pakai PIN segala, jadi aku musti ke kasirnya. Males 😀
    EM

  23. wah..dari mata terlihat enak…
    di lidah mungkin juga terasa enak..
    pas di kantong…wahh..udah mulai gak enak deh…

    Tapi kalau ditraktir sih kantongnya enak aja kan? hehehe
    EM

  24. hadeh, turun ke dompet.. akhirnya lewat perut juga… dan malah perutnya jadi keroncongan begini… tobaaat

    keroncongan liat foto ya? 😀

    EM

  25. Restoran itu memang terkenal Imel, tapi memang untuk kelas atas…
    Yang datang tidak sekedar untuk makan, namun juga menikmati suasananya, berbincang santai, atau justru bicara tentang bisnis.

    Saya jadi ingat komentar saya kemarin pas makan siang di Radja Kecil, Gandaria City..yang dipesan ujung2nya yang cuma itu….saya lihat buku menunya, untuk makanan kecilnya murah, harga rata-rata Rp.12.500,- s/d Rp.20.000,- Terus saya bilang ke bos saya..wahh lebih murah ya bu, bagaimana jika kita adakan pelatihan dan makannya disini aja, karena kalau makan di KK (yang letaknya tepat dibawah kantor kami), harganya lebih mahal..yang akibatnya saya menggeser acara workshop, yang sedianya diadakan di ruang pelatihan kantor, ke hotel di Jakarta Pusat..di hotel semua sudah disediakan dan ternyata keuntungannya cuma Beti (beda tipis). Terus terang, panitia jadi pilih di hotel.

    Apa jawaban temanku (bos)?
    Ayo kita berhitung… di RK ini kursi kecil-kecil, jadi kalau kita mau mengobrol sambil kerja situasi tak nyaman..di KK mejanya kayu besar, kita bisa makan seharian disana sambil rapat…jadi biaya makan kita sudah dihitung seperti biaya sewa ruangan. Hmmm..saya pikir benar juga, sama seperti kita menyewa hotel untuk rapat…kan dihitungnya hanya per orang antara Rp.240.000,- s/d Rp.260.000,- untuk bintang 3..untuk bintang 4 per orang antara Rp.300.000,- (hotel langganan).

    Seperti kataku saat itu, EM hebat menemukan Urban Kitchen dan Pasar Raya untuk kumpul blogger…karena harga terjangkau sesuai pilihan masing-masing..untung nggak ketemuan di Meradelima ya….btw kapan-kapan kita ngrumpi bareng di Meradelima ya…saya pengin nyoba juga….Hmm kalau Marche bagaimana ya…soalnya tiap kesana dibayari, jadi tak tahu harganya (ketahuan deh…bokek)

    hehehe Ibu, memang ini restoran berkelas. Saya juga salah sih membawa bapak saya yang tidak begitu suka restoran Indonesia, kalau mau sekalian yang mahal, harus chinese food (sea food)! Nanti saya mau tulis juga pengalaman di suatu resto chinese.
    Nah, waktu itu saya sayang sih saya mampir ke rumah saudara, kalau tidak kita bisa janjian ketemu dan makan siang di Meradelima. Belum jodoh. Tahun depan ya bu. Kalau Marche, sistem bayarnya sama dengan Urban Kitchen tapi makanannya masakan eropa. Dan menurut saya lebih mahal. Saya pernah ke Marche dengan Mbak Tuti tahun lalu. Marche juga sering jadi pilihan kalau mau adakan reuni SMA (krn cewek semua, tidak makan banyak…kalau SMP campur jadi byk yang tidak setuju pergi ke Marche). Setahu saya malahan Marche yang memulai sistem kartu BSS (bayar sendiri sendiri) dengan restorannya dulu di Kuningan, di samping Hotel Melia (skr katanya sudah tidak ada).

    EM

  26. Itulah yang disebut dengan overprice mbak.. kalau misalnya ayam kodoknya enak, menurut saya wajar kalau mahal. tetapi mbak Imel sendiri bilang rasanya kurang maknyus 😀

    hehhee ya gitu deh 😉
    EM

Tinggalkan Balasan ke muamdisini Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *