Kenangan dan Kenang-kenangan…. Beda ya artinya? Sama-sama kata benda tapi kenangan ada di dalam otak, sedangkan kenang-kenangan yang berupa barang…. hmmm kalaulah semudah itu menjelaskan pada orang asing, karena dalam KBBI daring tidak semua kenang-kenangan adalah barang.
ke·nang-ke·nang·ann1 sesuatu yg menjadi kenangan (tetap dl ingatan): peristiwa itu merupakan ~ yg tidak akan terlupakan selama hidupku;2 sesuatu yg diberikan sbg tanda mata; cendera mata: cincin itu kuberikan sbg ~ untukmu;3 sesuatu yg dimaksudkan agar dikenangkan; cita-cita: apakah ~ mu setelah kembali dr Eropa?
(Dan memang sering aku mengatakan maaf ini bahasa Indonesia banyak reigai 例外 kekecualian, waktu mengajar bahasa Indonesia)
Yang aku ingin share-kan di sini adalah sebuah foto yang terdapat dalam surat kabar Asahi Shimbun ini :
Ini adalah foto barang-barang yang ditemukan di bawah reruntuhan puing-puing atau terhanyut di lokasi gempa dan tsunami pada waktu Gempa Tohoku 11 Maret yang lalu. Sukarelawan yang menemukan, membersihkan, mencucinya bila perlu dan mengumpulkannya menurut jenis-jenis barangnya.
Ada foto-foto pernikahan, foto-foto anak-anak (cucu-cucu), bola, piala bahkan ada genderang taiko. Semua yang bisa menjadi kenang-kenangan dalam kehidupan manusia selama dia hidup, dikumpulkan di sini. Mungkin benda-benda ini jika bisa berbicara, akan bercerita banyak. Benda-benda ini juga senang jika bisa ditemukan oleh tuannya. Tapi mungkin banyak pula dari benda-benda yang sudah dikumpulkan ini tidak akan bertemu lagi dengan tuannya, atau saudara tuannya….karena satu keluarga sudah meninggal terbawa tsunami. Mereka akan menjadi saksi bisu kedahsyatan gempa yang terjadi.
Begitu melihat foto ini, aku dan Gen merasa sedih. Kami berdua memang sulit membuang barang terutama yang mempunyai kenangan tertentu. Kami dan aku rasa pembaca TE tentu bisa menghubungkan foto ini dengan kejadian gempa dan kehidupan seorang manusia. Tapi yang paling aku salut dari foto ini adalah betapa orang Jepang menghargai barang-barang seperti ini, barang yang menyimpan kenangan.
Nyawa tentu saja mereka hargai, buktinya mereka tidak menghentikan pencarian orang hilang sampai satu bulan setelah gempa itu berlalu, meskipun sudah bisa dipastikan tidak akan ada orang yang bisa hidup bertahan selama 1 bulan. Tapi jenazah pun akan dibawa pulang.
Tapi mengumpulkan barang kenangan orang lain, dan membersihkannya dengan harapan bisa menjadi “harta” yang tertinggal bagi korban yang masih hidup atau keluarganya….
Tanpa barang kenang-kenangan memang kenangan itu sendiri akan terukir dalam kepala kita, selama kita sehat dan masih mampu mengingat. Tapi dengan adanya barang kenang-kenangan tentu saja kenangan itu akan menjadi lebih real… nyata.
Orang Jepang dan kenangan/kenang-kenangan … sangat erat dan mistis hubungannya.
Apa yang kalian lalukan sekitar pukul 10 pagi? Kalau bekerja di kantoran pasti sedang bekerja ya? Tapi ibu-ibu rumah tangga Indonesia biasa sedang apa tuh kalau pukul 10 pagi? (Please jangan bilang sedang nonton sinetron yah hehehe)
Hampir semua ibu RT di Jepang biasanya mengerjakan pekerjaan rumahnya, karena toko-toko baru buka pukul 10 pagi, jadi belum bisa belanja. Meskipun aku sering bertemu “antrian” di depan supermarket sekitar 10 menit sebelum pukul 10 pagi… mungkin ada barang-barang khusus yang dijual murah begitu toko dibuka. Ibu-ibu itu tahu saja deh.
Bagaimana mereka bisa tahu di supermarket itu ada jual barang tertentu yang murah? Nah itu ada hubungannya dengan kegiatan ibu-ibu RT sekitar pukul 10 pagi, yaitu baca koran! Pinter ya ibu-ibunya hehehe. Tapi memang aku merasa banyak pula tujuan ibu-ibu berlangganan koran sebetulnya untuk melihat orikomi 折込 yang sebetulnya artinya lipatan, tapi biasanya merefer pada lipatan pamflet/kertas untuk iklan-iklan. Orikomi ini diselipkan di lipatan koran sehingga namanya shimbun orikomi.
Lipatan dalam koran berupa kertas iklan itu amat bermanfaat bagi ibu-ibu. Ada iklan supermarket memuat barang-barang sale pada hari tertentu. Atau baju-baju musiman yang dijual murah oleh toko baju. Komputer/AC/TV murah dari toko-toko elektronik. Dan juga penjualan rumah/mansion di daerah sekitar tempat tinggal kita. Bukan hanya barang-barang, ada pula iklan lowongan kerja, sekolah bimbingan belajar, kursus ini itu…. bermacam-macam. Hanya dengan melihat orikomi saja, ibu-ibu bisa membandingkan harga, hari ini mau membeli terong di supermarket A, karena lebih murah 20 yen dari supermarket biasanya. Hemat dengan BBM = Berburu Barang Murah deh. Atau bahkan bisa memikirkan menu masakan hari itu dari barang-barang murah yang dijual di supermarket.
Ya, pengelolaan surat kabar juga sangat tergantung pada pengadaan orikomi ini. take and give. Surat kabar menerima uang iklan, sedangkan perusahaan pemasang iklan tidak perlu menyewa orang untuk membagikan kepada masyarakat, tinggal menyerahkan hasil cetakan kepada distributor koran. Ada hari-hari tertentu untuk pamflet iklan lowongan kerja, dan yang paling banyak orikominya biasanya akhir minggu, karena perusahaan mengharapkan keluarga-keluarga akan menghabiskan week-end mereka di toko-toko/galeri mereka.
Selama hampir sebulan ini, aku tidak mengajar di universitas. Sebagai imbas gempa Tohoku, tahun ajaran tahun 2011 yang biasanya dimulai April, jadi mulai bulan Mei. Setelah mengantar Kai ke TK antara pukul 8:30 -9:30 aku pulang dan membereskan rumah, dan kadang- kadang aku membaca koran dan melihat orikomi yang terselip di koran. Begitulah kegiatanku sekitar pukul 10 pagi akhir-akhir ini dan sebentar lagi akan berakhir. Aku sedang menikmati menjadi ibu rumah tangga full-time nih.
Weekend kemarin kami lewatkan di rumah mertua, di Yokohama. Sudah lama kami tidak menginap di sana, karena Gen hanya libur di hari Minggu saja. Kebetulan kemarin Sabtu dia juga libur, jadi kami pergi ke Yokohama. Banyak bercerita mengenai kejadian-kejadian di keluarga kami seperti Kai yang masuk TK, adik ipar yang mengungsi ke Nagasaki setelah gempa, juga rencana ke dua orang tua Gen yang akan pergi ke Yuki Otani di Kurobe, Tateyama. Aku sebetulnya disuruh pergi ke sana juga oleh Gen, tapi aku pas harus kerja tgl 29 April jadi tidak bisa. Wisatawan yang mengikuti tur ini akan naik bus dan melintasi jalan yang berdinding salju. Sepertinya sih asyik, cuma kok aku ngeri ya.
Begitu sampai di rumah mertua, kami disambut oleh anjing kesayangan kami Dai yang mengajak kami bermain. Tapi yang mengejutkan kami adalah kolam yang ada di bagian belakang rumah penuh tertutup kelopak sakura. Di halaman rumah tidak ada pohon sakura, adanya di jinja yang beda 2 rumah. Karena angin kencang dan bertiup ke arah rumah kami itulah menyebabkan permukaan kolam menjadi tertutup bunga sakura. Kalau saja kolam renang dan cuaca hangat, mau saja sih mandi bunga sakura 😀
Sayangnya kolam itu cetek saja, dan hanya ditinggali ikan kecil-kecil. Dan saat ini kami tidak berani memasukkan kaki ke dalamnya, karena di dalam kolam banyak sekali terdapat telur kodok. Kodok jenis Hikigaeru (Bufo Japonicus) selalu datang ke kolam kami setiap tahun untuk bertelur. Sudah terjadwal sepertinya 😀 Riku senang sekali bisa melihat beberapa kecebong yang sudah jadi, dan membawa 2-3 ekor pulang ke Nerima. (Semoga tidak jadi besar di dalam apartemen deh…. geli!)
Selain bunga sakura, bunga-bunga lainnyadi kebun juga banyak yang berbunga. Memang musim semi sering dinamakan juga sebagai musim bunga kan? Tapi yang hebat Catleya punya bapak mertua. Bisa berkembang sudah beberapa kali, dan tahun ini bunganya cukup besar.(Tentu saja dipelihara di dalam rumah)
Selain perkembangan yang baru-baru di taman, kepulangan kami ke rumah mertua kali ini juga menuai beberapa “harta karun”. Kukatakan harta karun, karena lucu rasanya menyaksikan anak-anakku mengenakan baju milik papanya waktu kecil. Ibu mertuaku ini memang apik sekali, masih menyimpan beberapa baju waktu Gen kecil. Kalau dipikir usia baju itu sendiri sudah 35 tahun lebih hehehe.
Dan ada juga penemuan tas dan baju seragam TK Gen dan saudara kembarnya. Sayang sekali kalau tas dan baju seragam, Kai tidak bisa pakai, karena tiap sekolah punya bentuk/seragam masing-masing. Warna sih pasti sama semua. TK =warna kuning. Kenapa ya? (hipotesaku karena kuning warna alert, mudah terlihat sehingga kecelakaan bisa dihindari)
Weekend kami kali ini penuh dengan “penemuan”, baik yang baru maupun yang lama. Sehingga meskipun kami tinggal dalam rumah terus, ada banyak yang bisa diceritakan. Bagaimana dengan weekend teman-teman? Ada yang menarik?
Ada sebuah dongeng yang ditampilkan berbentuk gambar animasi di chanel anak-anak NHK. Cerita itu berjudul Chiisana Kureyon ちいさなくれよん Krayon Kecil. Ceritanya begitu sederhana dan menarik, dan aku tak sadar aku menangis di akhir cerita. Hanya satu kali aku melihatnya tapi langsung terpateri dalam ingatanku. Setelah aku cari-cari ternyata cerita yang ditayangkan di televisi itu bersumber dari sebuah Picture Book berjudul Krayon Kecil itu.
Aku ingin sekali membacakannya untuk anak-anakku, jadi aku mencarinya di Amazon. Karena budget buku sedang diperketat, aku mencari buku bekasnya saja, dan ada! Setengah harga aslinya yang 1260 yen dan masih dalam kondisi bagus!
Sepotong krayon kuning yang sudah kecil terpakai, dibuang ke dalam tong sampah. “Aku masih bisa dipakai loh! Masih bisa mewarnai!”…. dia berteriak tapi tak ada yang mendengar.
“Baiklah, aku akan pergi sendiri. Aku masih…masih bisa berguna!”
Dalam perjalanannya, dia bertemu dengan sepasang sepatu kanvas yang bergambarkan anak ayam. Saking sering dicuci, gambar anak ayam itu terlihat kusam.
“Sini, biar aku membuat kalian lebih cerah lagi” dan si Krayon mewarnai gambar anak ayam di sepatu itu.
“Terima kasih Krayon. Kami menjadi bagus kembali”
Dan Krayon pergi menjauh lagi dengan badan yang semakin kecil.
Di depan pintu pagar, Krayon bertemu mobil-mobilan kuning yang sudah pudar warnanya.
“Hai, kenapa kamu di sini?” “Aku sudah tidak baru dan tidak menarik lagi, jadi majikanku tak lagi bermain bersamaku”
Krayon kemudian mewarnai mobil-mobilan itu dengan badannya sehingga menjadi seperti baru kembali.
“Terima kasih Krayon” kata mobil-mobilan pada Krayon yang menjadi semakin kecil.
Krayon sampai di pinggir jalan di bawah pohon rindang. Karena matahari bersinar terik, dia berteduh di bawah pohon. Tak lama seorang anak laki-laki lewat dan melihatnya.
“Wah ada krayon!” diambilnya krayon itu…”Yah sudah kecil sekali” sambil membuang krayon itu kembali. Krayon itu membentur sebuah batu dan dia menangis.
“Krayon, sakit ya?” tanya batu kecil. “Ya, abisnya dia mengatakan aku chibi (kecil) dan membuangku” “Tapi kamu bagus. Warnamu bagus begitu. Aku ingin punya warna seperti kamu.”kata batu kecil yang warnanya entah putih, entah abu-abu…sungguh warna yang aneh.
“Kalau begitu, biar aku mewarnaimu” dan dengan sekuat tenaga Krayon mewarnai batu itu sehingga menjadi batu kuning. Dan Krayon kecil itu menjadi sebesar butir nasi 🙁
“Terima kasih Krayon. Tapi kamu jadi sedemikian kecil….. Maaf ya” “Tidak apa-apa. Aku biarpun kecil masih berguna. Aku senang. Aku pergi dulu ya….”
Krayon berjalan lagi….
Senja menjelang dan di langit bertaburan bintang.
“Bintang itu indah ya. Majikanku dulu selalu memakaiku waktu menggambar bintang. Karena itu rasanya aku dna bintang begitu akrab.”
Dan saat itu Krayon melihat ada satu bintang yang kurang terang cahayanya.
“Ah, aku ingin mewarnai bintang itu. Meskipun aku sudah kecil begini, jika kupakai seluruh badanku pasti bintang itu bisa lebih cerah bersinar”
Dalam badan Krayon yang begitu kecil, semangatnya meluap-lupa begitu besar.
“Aku akan pergi ke bintang sana” Dipandanginya bintang pudar itu, dan dia terbang lurus pesat menuju bintang itu…..
Chiisana Kureyon
Karangan : Shinozuka Kaori Gambar : Yasui Tan
Cetakan pertama Januari 1979. Cetakan ke 26 Juni 2001 Kin no Hoshisha
diceritakan kembali oleh Imelda Coutrier
Ahhhhh…. kalian harus melihat sendiri anime itu! Benar-benar mengharukan. Krayon memakai seluruh badannya untuk menerangi bintang itu!
Untuk bisa berguna memang kita harus merelakan semuanya, tanpa ragu.
Bisakah aku seperti krayon itu? Atau seringkah aku membuang “krayon-krayon kecil” dalam hidupku?
Rabu pukul 11:25, persis pergantian jam pelajaran ke 4, Aku mengantarkan pelindung kepala bousai zukin 防災頭巾 Riku ke kelasnya. Dia lupa membawanya. Tadinya kupikir biar saja, toh selama ini gempa-gempa susulannya tidak besar, tapi sekitar jam 10 pagi ada gempa susulan yang membuat HP berdering (berarti lebih dari 4SR). Aku langsung berpikir, aku harus mengantarkan pelindung kepala ini, supaya selalu siap terutama waktu pulang sekolah.
Jadi setelah menjemput Kai di TK, aku langsung ke SD nya Riku. Untuk membujuk Kai agar mau pergi bersamaku, aku berjanji bahwa dia boleh bermain di Taman Tupai, yang berada di depan SD Riku. Karena dia suka bermain, tentu dia termakan rayuanku. Tapi waktu kami sampai di taman itu, sudah ada sekitar 10-15 orang Lansia di situ. Lansia yang sepertinya tinggal di panti Werda (panti jompo istilahnya dulu) dan perawat/pendamping mereka. Udara hari ini memang hangat sekali. Cocok untuk berjalan-jalan dan menikmati matahari.
Lansia-lansia ini duduk di kursi-kursi yang ada di taman. Aku jadi mengamati kegiatan mereka ini sambil menunggu Kai bermain perosotan sendiri. Seorang perawat berdiri di tengah dan mulai menggerakkan anggota badan. Sambil duduk para lansia ini menggerakkan tangan mereka. Mengepalkan telapak tangan dan membuka, mengangkat tangan tinggi-tinggi dan menurunkannya. Yah olahraga ringan menurut kita yang muda-muda, tapi mungkin buat mereka sudah cukup melelahkan. Yang menariknya mereka menggerakkan tangan itu sambil menyanyikan lagu “Sakura…sakura” tradisional. Timely karena memang ada beberapa pohon Sakura di sekitar taman yang sedang berbunga.
Setelah olah raga begitu, ada seorang bapak setengah umur yang sepertinya sukarelawan. Dia mengajak para lansia ini berbicara. Hanya dengan menanyakan, “Waktu kalian SD pernah dibelikan apa?” Pertanyaan yang simple, sederhana tapi menurutku amat menarik. Karena untuk menjawab pertanyaan ini para Lansia dipaksa untuk berpikir, mengingat-ingat masa kecilnya. Memang terlihat ada beberapa lansia yang sudah “payah”, tidak begitu aktif, hanya bengong saja. Lansia yang “payah” ini menjawab, “Kami tidak pernah dibelikan apa-apa”. Hmmm…. ntah benar, ntah tidak. Benar karena mungkin jaman mereka SD, ekonomi buruk, atau tidak benar, hanya karena mereka malas mengingat-ingat 🙂
Tapi ada seorang kakek yang untuk berdiri harus memakai tongkat, mengatakan, “Saya dibelikan sepeda. Dulu saya nakal”. Dan tertawalah yang mendengarnya. Seorang nenek menjawab, “Saya dibelikan perlatan ski”. Wow… lalu katanya, “Kalau tidak ada ski itu, kami tidak bisa sekolah soalnya” Dia dulu tinggal di Hokkaido, daerah terdingin di Jepang, jadi untuk ke sekolah harus memakai ski. Interesting. Ada yang menjawab tas selempang, ada yang menjawab mainan. Apapun jawaban mereka aku ikut merasa senang karena bisa mendengar “kenangan” mereka. Bahkan Kai saja ikut takjub melihat kakek-kakek, nenek-nenek itu berolahraga, sampai dia tidak jadi meluncur, hanya mendengarkan saja. Kupikir pertanyaan sederhana itu sangat memicu kerja otak untuk menggali kenangan masa lalu. Dari pertanyaan itu bisa tercipta rangkaian cerita yang akan keluar dari mulut para lansia itu. Mereka butuh didengar!
Dan kupikir pertanyaan itu sebetulnya juga berlaku untuk kita masing-masing. Karena akupun cukup berpikir keras seandainya aku yang ditanya. Apa ya? Aku dibelikan apa waktu aku SD? Tidak bisa langsung keluar saat itu juga. Aku tidak ingat pernah dibelikan sepeda, padahal aku punya sepeda waktu itu. Aku tidak ingat kapan dibelikan jam tangan Mickey Mouse, padahal aku punya. Tapi yang aku ingat terus adalah sekardus hadiah barang-barang Sanrio yang dibawa pulang papa, khusus untuk ulang tahunku. Barang yang aku tahu tidak murah, karena banyak teman-temanku yang kaya-kaya punya. Dan aku mendapatkannya sebagai hadiah ulang tahunku (memang tidak persis hari ulang tahun). Betapa aku sebetulnya sangat beruntung?
Aku sudah tidak punya oma dan opa, tapi aku punya banyak kenangan bersama mereka. Semoga mereka berbahagia di surga.
Hari ini adalah hari ke tiga Kai masuk TK. Sejak hari Senin, aku mengantar dia ke TK nya sekitar pukul 8:45 pagi. Sebetulnya kami diharapkan mengantarkan anak-anak antara pukul 8:30 -9: 30, dan menjemputnya kembali pukul 11:00. Pendek sekali ya? Tapi ini memang khusus untuk pemanasan bagi anak-anak. Kami juga harus mengantar anak-anak kami sampai di depan kelas, sebelumnya mengajari mereka untuk menukar sepatu dengan uwabaki (sepatu dalam).
Aku mengantar sendiri Kai ke TK, tapi sebetulnya kalau mau ada juga disediakan antar-jemput. Hampir semua TK menyediakan layanan antar-jemput dengan trayek tertentu. Tidak seperti di Indonesia kalau bus antar-jemput anak-anak biasanya berhenti di depan rumah masing-masing, kalau di sini biasanya dipoolkan di tempat yang mudah dijangkau dan tidak mengganggu lalu lintas. Jadi semisal jam penjemputan pukul 8:35 ya sebelum pukul 8:35 kami sudah harus menunggu di pool tsb. Aku tidak yakin anak-anakku bisa siap sebelum jam penjemputan, jadi lebih baik aku antar sendiri naik sepeda. Apalagi nanti jika aku sudah mulai mengajar, sesudah antar Kai, aku bisa langsung pergi ke stasiun naik sepeda. Biasanya biaya antar-jemput ini sekitar 5000 yen/bulan.
Hari pertama, Kai dengan penuh semangat pergi ke TK, karena aku menjanjikan akan bermain di halaman sekolah sesudah selesai sekolah. Meskipun kadang dia juga masih menyebutkan,
“Aku maunya sama mama”.
Aku selalu menjawab, “Iya tentu saja. Kan hari ini hanya main lilin, makan snack lalu mama jemput loh”.
“Tidak tidur siang?” (Kalau di penitipan kan pasti pakai acara tidur siang)
“Tidak!”….
Lalu dia tersenyum. Dan masuk kelasnya dengan gagah.
Naik sepeda dari rumahku ke TK hanya 5 menit. Jadi biasanya aku berangkat menjemput Kai pukul 11 teng juga masih keburu. Karena kami harus menjemput lagi di depan kelas. Proses penyerahan murid kepada guru memang untuk membiasakan anak-anak ini terhadap guru dan peraturan sekolah. Tapi kami hanya bisa begini selama 3 hari pertama. Mulai besok kami hanya boleh sampai pintu depan sekolah, tempat anak-anak ganti sepatu. Dan waktu belajar juga ditambah 30 menit, menjadi sampai pukul 11:30. Nanti mulai bulan Mei akan menjadi pukul 2 siang.
Kemarin ada rapat orang tua dan guru (PTA – Parent Teacher Association) pertama kalinya, untuk memilih wakil pengurus kelas yang bertugas membantu kelancaran kegiatan sekolah. Satu kelas 3 orang dan salah satunya akan menjadi penghubung dengan kelas yang lain. Hmmm, aku sih suka berorganisasi begini (sok sibuk hihih), tapi kupikir biarlah ibu-ibu yang lain. Aku cukup kaget waktu ikut rapat itu, duh hampir separuh ibu-ibunya menggendong bayi! Gawat nih, bisa-bisa ngga ada yang mau jadi wakil. Eh, ternyata ada juga kok yang bersedia mencalonkan diri, jadi aku bebas… asyik.
Waktu sedang diadakan rapat sekitar pukul 14:15 siang tiba-tiba beberapa HP ibu-ibu berbunyi khas. Peringatan dini gempa. Semua diam dan berdebar-debar menunggu datangnya gempa. Gurunya Kai bilang, tidak apa-apa, kalau ada apa-apa kita bisa lari ke halaman, tinggal buka pintu yang menghubungkan dengan halaman sekolah. Untung saja gempanya tidak besar, dan rapat dilanjutkan kembali.
Tapi karena khawatir juga tentang Riku, kupikir biarlah aku dan Kai mampir ke sekolahnya Riku (beda satu blok saja) supaya bisa pulang sama-sama. Di depan SD nya Riku itu ada taman kecil yang bernama Taman Tupai. Jadi kami berdua menunggu di taman itu, sambil Kai bermain luncuran.
Di situ aku bertemu beberapa anak yang sudah pulang lebih cepat. Dan lucunya aku diajak bicara oleh seorang anak perempuan yang manis tapi cerewet….hihihi. Lucu juga sih, rupanya begini rasanya kalau punya anak perempuan. Kai saja aku anggap sudah cerewet, tapi anak perempuan ini jauuuuh lebih cerewet, suka bicara. Semuanya dia ceritakan, dan aku menjadi pendengar yang baik 😀
Tapi selain si cewe ini, aku bisa melihat persiapan pulang anak SD. Sejak pasca gempa, mereka harus pulang berkelompok, supaya jika terjadi gempa, mereka bisa bergerak mengungsi bersama, dengan satu pemimpin. Kebijakan ini diambil oleh pihak sekolah sampai dengan tanggal 29 April nanti…. kecuali jika masih sering terjadi gempa susulan.
Yang aku rasa hebat juga pihak sekolah, selain sudah menentukan kelompok pulang sejak Riku kelas 1 SD, mereka juga memberikan petunjuk untuk membawa air minum, pelindung kepala dll. Bahkan nanti tgl 15 April aku akan ada rapat PTA untuk kelasnya Riku, dan mereka memikirkan kondisi anak-anak waktu kami sedang rapat. Jika tidak ada gempa-gempa begini memang biasanya anak-anak ditinggal di rumah saja. Tapi dengan banyaknya gempa susulan, sekolah juga khawatir jika terjadi apa-apa selama anak-anak sendirian di rumah. Jadi khusus untuk hari Jumat nanti, halaman sekolah akan dibuka sehingga anak-anak bisa bermain di halaman sekolah selama ibu-ibunya rapat.
Satu lagi yang kurasa hebat juga mereka memikirkan kemungkinan jika listrik mati dan anak-anak tidak bisa belajar di sekolah. Mereka memikirkan kemungkinannya untuk belajar di alam terbuka, yaitu di Taman Shakujii, taman yang luas di wilayah kami. Yang penting proses belajar harus terus berjalan, tidak gampang meliburkan 🙂
Tiga hari awal tahun ajaran baru April 2011- Maret 2012 sudah dimulai dengan lancar. Semoga anak-anakku bisa belajar dengan aman dan lancar, dan semoga gempa makin berkurang … AMIN.
Pernah dengar lagunya Vivaldi yang berjudul Four Seasons? Meskipun aku tidak hafal, aku kadang mendengar lagu-lagu dari Vivaldi ini, terutama Four Seasons -Spring-. Bagi orang Indonesia memang Four Seasons merupakan suatu konsep yang sulit dimengerti, karena Indonesia hanya mempunyai dua musim saja.
Bahasa Jepangnya Shunkashuutou 春夏秋冬, deretan kanji yang berarti musim semi, musim panas, musim gugur dan musim dingin. Seorang nenek yang kutemui di taman pasca gempa mengatakan, “Meskipun ada macam-macam musibah di Jepang, aku merasa orang Jepang bisa tetap bersemangat karena ada 4 musim ini, shunkashuutou. ” Memang dengan adanya kugiri, atau periode yang dibuat oleh alam ini, manusia bisa sejenak berhenti, mengambil nafas untuk memasuki musim yang baru.
Kembali lagi ke huruf kanjinya Musim Semi adalah yang pertama disebut. Seperti lagu Vivaldi Four Season yang Spring, musim ini membawa keriangan, harapan baru dan semangat baru. Bunga-bunga dan daun baru bermunculan, hijau, kuning, putih, merah, merah muda menghiasi pandangan mata yang tadinya kusam ,putih, abu-abu di musim dingin.
Dan tentu saja yang dianggap mewakili musim semi adalah bunga Sakura. bunga yang dianggap sebagai bunga Jepang. Kabarnya di Jepang ada sekitar 200 jenis pohon/bunga sakura. Dan tentu saja warga Jepang menanti-nantikan kesempatan untuk melihat, menikmati bunga sakura yang disebut dengan HANAMI 花見 sampai memperhatikan ramalan cuaca di TV, karena biasanya akan diberitahukan kapan dan dimana bunga sakura mekar sepertiga, setengah atau sempurna (mankai 満開) .
Tapi karena Jepang baru kena musibah, memang diimbau agar tidak membuat pesta-pesta sambil hanami. Biasanya memang hanami selalu disertai dengan pesta makan dan minum alkohol di bawah pohon sakura. Konon jika kelopak sakura jatuh ke dalam gelas-gelas maka akan beruntung sepanjang tahun. Yah, apa saja dibuat “alasan” untuk bisa menikmati keindahan yang diberikan alam ini. Akibat imbauan ini, banyak tempat-tempat yang biasanya ramai oleh kedatangan warga Tokyo menjadi lebih sepi dari biasanya. Bukan lebih sepi, malah….sepi.
De Miyashita tidak punya kebiasaan untuk hanami dalam arti “piknik” di bawah pohon sakura. Biasanya kami hanya berjalan di bawah pohon, berfoto atau bahkan kadang hanya melihat dari mobil yang berjalan. Nah, hari Minggu lalu (tanggal 10 April 2011), kami menemani papa Gen ke kantornya di Saitama. Sebelumnya mengambil buku dulu di perpustakaan yang bersebelahan dengan Taman Shakujii. Waaah sepanjang jalan dipenuhi dengan orang-orang yang berjalan atau naik sepeda. Belum pernah kami melihat orang sebanyak ini tumpah ruah di Taman Shakujii.
Setelah mengambil buku perpustakaan pesanan Riku, kami menuju Saitama. Gen perlu ke kantor selama 2 jam-an, jadi aku pikir lebih baik dia yang membawa mobil, kami diturunkan di Saiboku Farm. Saiboku Farm ini cukup luas untuk ditelusuri dan bisa untuk menghabiskan waktu 2 jam.
Begitu sampai di Saiboku Farm ini jam sudah menunjukkan pukul 4. Hmmm aku, Riku dan Kai langsung lari ke lapangan golf di bagian belakang. Dulu waktu kami ke sini pernah membaca bahwa ada paket golf untuk anak-anak, wanpaku 400 yen per anak. Riku ingin sekali bermain golf (huh gaya deh ini anak), jadi aku tanya apa masih bisa bermain wanpaku itu. Sebetulnya sudah ditutup pukul 3:30, tapi untuk kami diperbolehkan bermain. Jadilah Riku dan Kai bermain “golf-golf-an” menyelesaikan 8 hole (4 par x 2 ).
Terus terang aku belum pernah main golf, tidak tahu juga istilah-istilah golf dan tidak minat 😀 Jadilah Riku dan Kai bermain seenak mereka. Sehingga boleh dikatakan mereka bermain “bola sodok, bola gelinding dan bola base (baseball)” hahaha. Tidak ada golf-golf an sama sekali deh. Yang penting bolanya masuk lubang 😀
Tapi lapangan golf wanpaku ini dikelilingi pemandangan yang bagus, dengan satu pohon sakura yang megah. Jadilah aku fotografer memotret anak-anak dan pemandangan.
Setelah puas bermain di lapangan golf, kami bermain sebentar di jungle gym di taman dekat parkiran. Di sini juga ada 3 babi gemuk yang di “pamerkan” untuk anak-anak. Wih ndut bener deh tuh babi-babi. Jadi ingat cerita 3 babi dan serigala deh 😀
Karena mulai lapar, kami mencari snack di kedai-kedai yang ada di sekitar Saiboku Farm dan Onsen (Pemandian air panas) Maki no yu. Sebetulnya Riku ingin sekali masuk berendam di hot spring, tapi karena aku sedang berhalangan terpaksa tidak bisa lagi deh. (Waktu pertama kali ke sini juga tidak bisa karena tidak janjian dengan Gen).
Acara “hanami” hari ini akhirnya ditutup dengan makan malam setelah Gen bergabung dengan kami. Barbekyu untuk merayakan Riku naik kelas 3 SD dan Kai masuk TK.
Tepat sebulan dari hari ini, tanggal 11 Maret 2011, pukul 14:46 telah terjadi sebuah bencana raksana yang melampaui semua kekuatan dan teknologi manusia. Siapa yang bisa memprediksi bahwa gempa yang terjadi waktu itu sebesar 9 Skala Richter? Awalnya saja hanya dikatakan 7,9 tapi kemudian diperbaiki terus yang menghasilkan angka menakutkan itu. Selama ini yang gempa raksasa melampaui angka 9 SR yang diketahui pernah terjadi adalah skala 9,5 SR yang terjadi th 1960 di Chile, Amerika Selatan.
Cerita tentang gempa bumi ini kemudian menjadi topik pembicaraan di mana-mana, di dunia. Jepang yang sudah biasa menghadapi gempa, masyarakatnya juga “sadar” apa yang harus dilakukan jika terjadi gempa, tapi masih tidak bisa menghindari banyaknya korban akibat gempa ini. Setiap hari di surat kabar dimuat daftar nama korban yang meninggal dunia. Jumlah korban yang diumumkan kepolisian juga berubah setiap hari. Sampai dengan hari ini jumlah meninggal 13.116 orang, hilang 14.377 orang sehingga jika dijumlahkan menjadi 27.493 orang. Tapi jumlah orang hilang ini dilaporkan oleh anggota keluarga yang kehilangan kepada polisi. Bagaimana dengan yang menjadi korban satu keluarga? Ah, jumlah ini memang tidak sebanyak korban tsunami Aceh yang mencapai 240.000 orang, tapi….. setiap nyawa itu berharga bukan?
Banyak cerita mengharukan yang terjadi pasca gempa, yang menyedihkan tapi juga menguatkan. Di sela-selanya ada pula tawa senang ketika bertemu dengan kekasih, anggota keluarga yang tercerai berai. Lebih banyak lagi tangis kesedihan kehilangan seseorang yang berharga dalam kehidupannya. Bahkan aku sendiri cukup merasa terharu melihat tim SAR mengangkat dan menyelamatkan seekor anjing di atas atap rumah yang hanyut karena tsunami. Mungkin kalau di Indonesia, tidak ada yang merasa perlu membuang energi untuk menyelamatkan seekor anjing 🙂 (Maafkan aku kalau aku salah… atau pesimis)
Negara ini, memang menurut sebagian orang yang mengaku beriman, adalah negara kafir. Negara tak beragama. Tapi mengapa tanpa agama pun, mereka bisa saling menolong, saling mendoakan, dan mau menyelamatkan nyawa seekor anjing? Aku bukan mau membenarkan ketidakberagamaan atau menyalahkan orang yang beragama (yang menyebutkan orang Jepang kafir… sedih sekali hatiku mendengarnya. Segitukah iman orang beragama yang mengotak-kotakan manusia atas agama?), tapi apalah guna agama, jika kita tak bisa bertindak, berbuat sesuatu yang manusiawi, yang selayaknya dilakukan oleh manusia yang katanya “beradab”?
Begitu banyak bantuan mengalir dari seluruh dunia untuk Jepang. Kata Gen padaku, “Kita sangat berterima kasih… sangat menghargai itu. Mungkin selama ini kita tidak begitu merasa dengan hati waktu memberikan sumbangan kepada negara-negara yang mengalami bencana. Tapi terasa sekali ketika kita sendiri menjadi korban, dan menerima bantuan dari negara-negara lain. Bukan besar bantuannya, tapi hubungannya – relationship nya”
Sebagai alumni Fakultas Sastra Universitas Indonesia (sekarang Fakultas Ilmu Budaya) program studi, kami mempunyai banyak hutang budi pada Jepang. Banyak dosen-dosen dan mahasiswa kami juga yang pernah belajar di Universitas Tohoku di Sendai. Bahkan Dekan FIB sekarang Dr Bambang Wibawarta adalah lulusan Universitas Tohoku. Melalui Prof Kusunoki, dosen Jepang yang pernah menjadi dosen di UI, hubungan FSUI dan Universitas Tohoku memang sangat erat. Karenanya alumni FSUI/FIB Jepang yang tergabung dalam IKAJA UI (Ikatan Alumni Japanologi UI) membuat suatu acara reuni + galang dana dalam acara yang bertajuk : “GAMBARE NIPPON” – Dari IKAJA UI untuk Korban Bencana Tsunami di Jepang – tanggal 9 April kemarin di Depok UI.
Aku sendiri tidak bisa hadir pada acara itu, tapi senang sekali bisa berhubungan dengan teman-teman, sempai dan kohai FSUI/FIB melalui koneksi Skype. Aku ditanya mengenai keadaan Tokyo sekarang, yang kujawab dengan menceritakan kondisi di Tokyo yang kurasakan langsung.
Sekarang memang boleh dikatakan sudah berangsur pulih meskipun tidak bisa dikatakan 100%.
Untuk transportasi : karena penghematan listrik jumlah kereta dikurangi 20%-30%, dan untuk jalur sepi penumpang diliburkan. Dampaknya semua orang harus memperhitungkan waktu lebih lama untuk pergi bekerja/bepergian. Yang dulunya bisa sampai dalam 1 jam, sekarang butuh 1,5 jam atau 2 jam.
Fasilitas stasiun yang memakai listrik juga dikurangi. Eskalator dimatikan, pintu karcis otomatis dan mesin penjualan karcis dikurangi. Lampu peron, billboard dikurangi sampai separuhnya.
Untuk barang konsumsi:
Mineral water ukuran 2 liter tidak dijual. Memang kabarnya stock yang ada dikirim ke daerah bencana. Kalaupun ada dijual di drugstore dibatasi hanya boleh membeli 1-2 botol setiap keluarga. Meskipun sekarang cukup banyak dijual air mineral dalam pet botol berukuran 500 ml.
Tissue WC dan tissue kotak. Dijatahi juga dan harganya menjadi mahal.
Bagi penyuka Natto sangat tersiksa, karena produksinya sedikit begitu pagi ditaruh di rak supermarket langsung habis padahal sudah dijatahi juga. Jadi mereka yang bekerja biasanya belanja sore/malam hari sudah pasti tidak bisa dapat natto.
Pasca gempa orang berebut membeli beras, tapi sekarang sudah banyak. Dengan penjatahan tentunya. Ini bisa dimaklumi Karena Fukushima penghasil beras kedua terbanyak.
Sayuran yang berasal dari daerah utara dicurigai terkena radiasi sehingga berlimpah. Sejak dulu memang ada tulisan daerah penghasil komoditi, tapi sekarang tulisannya lebih besar-besar untuk meyakinkan bahwa sayuran dan ikan-ikan bukan dari daerah-daerah yang berpotensi tinggi terkena radiasi. Misalnya sayuran dari Ehime, Hiroshima/Kyushu
Selain barang konsumsi sehari-hari, batere, makanan tahan lama juga dijatahi
Tapi saya melihat bahwa orang-orang Jepang juga tidak terlalu khawatir alias hiburan jalan terus. Restoran restoran penuh bahkan sejak seminggu pasca gempa. Kalau kita tidak bisa mendapatkan beras di toko, gampang saja sebetulnya karena gyudon sukiya atau resto2 lain tetap buka seperti biasa. Memang untuk family restoran perlu ada penyesuaian-penyesuaian. Tapi orang Jepang juga tidak diam. Dengan berbelanja justru menjamin perdagangan tetap berlangsung. Bidang pariwisata spt onsen mengalami kerugian yang cukup besar, tapi bidang makanan tetap berputar.
Sekarang mungkin waktunya Jepang untuk mundur selangkah untuk maju dua langkah ke depan. Dan lebih memikirkan tentang modernisasi itu sendiri. (imelda coutrier, FSUI angk 86)
Sambil aku menuliskan ringkasan yang ingin kusampaikan, aku merasa bahwa apapun yang kami alami di Tokyo sama sekali tidak bisa dibandingkan dengan keadaan para korban, pengungsi di Sendai dan sekitarnya.
Perlu waktu yang cukup lama untuk bisa bangkit kembali. Pada surat kabar Asahi Shimbun aku membaca judul “Pulau Miyakejima butuh waktu 4 tahun untuk pulih”… itu sebuah pulau yang terkena debu vulkanik. Bagaimana daerah Tohoku yang seluas itu? saat ini saja 150.000 orang dalam pengungsian, bagaimana memindahkan orang sebanyak ini?
Tapi tetap semangat! Banyak yang bisa dipelajari dari daerah-daerah yang pernah mengalami bencana gempa seperti Kobe dan Niigata. Hubungan sister city antar pemda juga mulai digalang, berita yang menyenangkan juga adanya jaringan “homestay” yang semakin meluas. Tempat perkemahan juga menerima kedatangan pengungsi-pengungsi. Seluruh Jepang tergerak… dan bergerak. Tidak, tidak hanya seluruh Jepang, mungkin seluruh dunia.
Aku ingin menutup tulisan kali ini dengan cerita sharing dari temanku, Ochiai san, si empunya Soka Radio, Jember.
Memang benar… Kadangkala orang dewasa perlu belajar dari anak kecil!
Ini kejadian nyata tadi sore, saat aku sedang antri dikasir convinience store dekat rumah untuk beli “coklat Kitkat rasa matcha”… kebetulan ada seorang anak laki2 yang mungkin baru masuk SD sedang membawa coklat yang sama antri didepanku!
“Ternyata Kitkat rasa teh hijau ini banyak fans nya….” nyengirlah aku sendiri…
Saat giliran si anak kecil ini maju kedepan… tiba-tiba dia diam sejenak… Memandangi genggaman tangan yg berisi koin 500 Yen (= 50 ribu Rp) dan memandangi lagi coklat Kitkat yang dipegang oleh tangan satunya….
Seolah-olah dia lagi membandingkan antara uang dengan sebungkus coklat?
Tiba-tiba anak itu memasukan koin 500 Yen itu kedalam Kotak dompet sumbangan Korban bencana Gempa & Tsunami dan berlari mengembalikan coklat Kitkat ditempat asalnya…
semua orang menjadi tertegun dan terharu menyaksikan kejadian ini….
Dan aku terperanjat…baru sadar saat terdengar suara gemetar dari pelayan “…Arigato Gozaimashita (terima kasih)!….” dan terus membungkuk hingga sang anak tidak terlihat lagi…
Milestone? Ya mungkin kemarin tgl 8 April adalah tonggak bersejarah bagi Kai, anakku yang bungsu. Karena mulai hari itu dia resmi menjadi murid TK.
Jam 8 pagi dia aku bangunkan, karena biasanya dia mau menonton video ultraman dulu sebelum pergi. Sambil bersiap-siap aku juga mengirimkan tugas kerjaan yang harus selesai pagi itu. Tak lupa juga memasukkan semua barang keperluan Kai dalam satu kantong besar. Wah…cukup berat juga.
Akhirnya pukul 9:45 kami berdua keluar rumah. Meskipun kemarin itu hangat, angin sangat kencang bertiup. Tadinya aku mau jalan kaki, tapi karena angin kencang dan barang bawaan banyak aku langsung mengajak Kai naik sepeda. Untung saja sehingga kami dapat sampai sebelum waktu yang ditentukan.
Setelah memarkirkan sepeda, kami langsung masuk pintu masuk TK. Mengganti sepatu dengan uwabaki atau sepatu dalam ruangan, dan langsung menuju kelas. Kelas sudah dipenuhi oleh orang-tua dan anak-anak mereka. Kelas yang kecil terasa sesak karena melebihi kapasitas. Aku langsung menaruh tas, tas sepatu dan semua peralatan belajar di loker yang ada di samping jendela. Handuk tangan di cantelan yang sudah disediakan, topi kelas yang berwarna kuning, tali untuk lompat tali, buku penghubung dll. Semua harus diletakkan di tempatnya. Ribet deh.
Nah di situ Kai sudah merasa stress melihat begitu banyak orang dalam kelas. Jadi waktu aku mengajak Kai duduk di kursinya dia sudah merasa “kecut”, apalgi waktu dia melihat aku pergi ke luar kelas. Orang tua memang disuruh langsung ke hall untuk melihat upacara penerimaan murid TK. Anak-anak akan digiring ke hall belakangan. Jadi aku juga langsung ke atas, meskipun waswas tentang Kai. Aku sempat mendengar suara dia “Mama… aku mau mama”. Duh anak itu suaranya memang besar dan khas…. malu juga aku hahaha.
Sempat bingung juga apa aku sebaiknya temani dia terus, karena sebetulnya banyak juga anak yang tidak mau lepas dari orang tuanya sehingga terus dipeluk orang tuanya. Tapi kulihat cukup banyak guru yang membantu anak-anak yang setengahnya menangis 😀 Sempat juga kulihat gurunya mencari-cari aku, tapi aku tidak bisa pergi ke tempat Kai duduk karena cukup jauh dan acara hampir dimulai. Tapi Kai setelah melihat mukaku tidak menangis teriak-teriak lagi.
Aku senangnya di TK ini karena semua guru sangat memperhatikan anak-anak. Kepala Sekolahnya mengatakan bahwa memang TK adalah tempat anak-anak pertama kali belajar bersosialisasi. Apalagi TK di Jepang mulai dari umur 3 tahun. Kelas awal yang diikuti anak-anak berusia genap 3 th (per 1 April) disebut Nenshou 年少 . Kelas menengah untuk anak-anak genap 4 tahun bernama Nenchuu 年中. Dan kelas atas untuk anak-anak genap 5 tahun bernama Nenchou 年長. Genap 6 th masuk SD.
Dulu Riku masuk kelas Nenchu sejak berumur 4 tahun, sebelumnya sejak 6 bulan dia sudah ikut PAUD di penitipan Hoikuen 保育園 Himawari. Kai juga aku titipkan di Himawari sejak usia 1 tahun. Dan aku rasa Kai lebih “dewasa” dibanding Riku pada usia 3 tahun, sehingga aku mau memasukkan dia di TK saja. Jadi sekitar 100 anak usia 3 tahun itulah yang berkumpul di hall kemarin, (dan setengahnya menangis hahaha). Bisa dibayangkan kacaunya kan?
Tapi namanya juga upacara masuk TK tentu saja acaranya disesuaikan dengan anak-anak, yaitu dengan menyanyi lagu-lagu dan sedikit salam dari kepala sekolahnya. Sementara orang tua yang mengantar di bagian belakang dan pinggir kanan kiri sibuk memotret dan mengambil video. Aku sendiri karena terus memperhatikan Kai jadi tidak fokus untuk memotret. Gen tidak bisa ambil cuti untuk menghadiri acara penting ini. Sedih juga dia sih.
Aku sempat berpikir juga sih, duhhh ini ortu-ortu Jepang…. dandan abis khusus untuk hari ini. Sampai ambil video segala, padahal kapan sih nontonnya. Aku ingat dulu waktu Riku sempat ambil video, tapi akhirnya malah tidak bisa konsentrasi pada acaranya. Karena itu kami putuskan tidak membawa handycam dalam acara-acara sekolah selanjutnya. Cukup dengan fungsi video clip pada camera digital yang kupunya. Tapi memang sih orang tua lebih heboh pada acara masuk TK daripada masuk SD 😀
Sebagai penutup acara hari itu adalah pengambilan foto per kelas, murid dengan salah satu orang tuanya. Karena aku sendiri, jadi aku yang ikut dalam barisan kelas TULIP (nama kelasnya Kai). Itu saja Kai sempat menangis begitu tidak melihat aku, padahal aku ada di barisan belakangnya. Huh dasar manja 😀
Setelah acara foto bersama, kami kembali ke kelas untuk mendengarkan pengumuman dari gurunya dan membawa pulang kertas-kertas pengumuman. Sebagai penyesuaian untuk anak-anak, tiga hari pertama orang tua boleh masuk kelas, setelah itu hanya boleh sampai pintu masuk dan harus langsung pulang. Oh ya di TK di sini TIDAK ADA YANG BOLEH MENUNGGU di sekolah. Begitu menginjak sekolah, maka anak-anak merupakan tanggung jawab guru. Tidak bisa bermanja terus. Jadi meskipun hari-hari pertama hanya belajar selama 2 jam, kami orang tua harus pulang!
Well, anakku mulai belajar bermasyarakat mulai kemarin. Dan waktu pulang kami sempat bertemu dengan teman satu penitipan tetapi kelas TK nya berbeda. Begitu si ibu tahu aku datang sendiri, dia menawarkan untuk mengambil foto aku dan Kai. Untung saja, kalau tidak, tidak ada kenang-kenangan buat Kai kelak.
Setelah bermain-main di halaman TK yang dipenuhi pohon sakura dan tsubaki, kami berdua naik sepeda pergi ke resto sushi terdekat untuk merayakan hari istimewa untuk Kai itu.