Beber

14 Jul

Tahu “beber”? “wayang beber”? Kalau kata kerja “membeberkan” pasti tahu dong ya? Nah kali ini aku mau membeberkan sebuah fakta yang membuat kita sebagai orang Indonesia agak malu, hmmm paling tidak aku deh yang merasa malu.

Mengapa? Karena aku bisa melihat dan mengerti sedikit tentang Wayang Beber justru di Jepang ini. Dan itu pun karena diajak Gen untuk melihat pameran “beber” di museum Kertas, yang terletak di Kita-ku (bisa dibaca pengantarnya di cerita sebelumnya, Taman Asukayama). Dia baca di homepage Museum Kertas itu bahwa dari tanggal 19 Juni s/d tgl 4 Juli lalu itu ada pameran khusus yang bertajuk “Keindahan Kertas Kulit Pohon Asia” アジアの樹皮紙の美。

Dia bilang begini, “Di situ dipamerkan replika wayang beber yang berusia ratusan tahun. Katanya sering dipamerkan ke seluruh dunia, dan belum tentu bisa datang lagi ke Jepang, Yang pertama dan yang terakhir”…. Hmmm aku juga belum pernah melihat wayang beber, dan aku tidak yakin bisa melihatnya di Indonesia jika pulang  kampung. Karena itu kami sepakat untuk menghabiskan hari Minggu itu kami di Museum Kertas dan Taman Asukayama. Paling tidak Riku bisa bercerita bahwa dia pernah melihat sekilas kebudayaan negara ibunya.

Pameran wayang beber ini dilaksanakan di sebuah ruangan khusus untuk pameran temporer dalam Museum Kertas. Di lantai 4. Begitu masuk ke sudut itu, kami langsung bisa melihat gambar ini. Sss….t sebetulnya kami tidak boleh memotret di situ. Hanya ada satu foto jadinya 😀

Selain gambar wayang beber juga terdapat bermacam keterangan pembuatan dan pameran alat pemukul kertas daluwang

Di sebelah replika wayang beber yang dipajang itu tertulis proses dan cerita mengenai beber ini dalam bahasa Jepang. Dan untuk lebih mengerti lebih jelas lagi maksud pameran ini, kami disuguhkan dua video di ruangan tengah. Video itu mengenai pembuatan baju dari serat kulit yang disebut Fuya di Sulawesi Tengah. Yang membuat kami heran ternyata kulit pohon itu yang tadinya lebarnya tidak seberapa bisa ditumpuk kemudian  disambung dengan cara dipukul-pukul sehingga menjadi selembar “kain kertas” yang besar.

Video yang kedua tentang wayang beber yang hampir punah. Karena sudah tidak ada lagi pembuatan wayang beber dengan memakai teknologi jaman baheula itu , padahal kertas yang terbuat dari serat yang diberi nama Daluwang itu amat kuat dan tipis.

Wayang Beber adalah seni wayang yang muncul dan berkembang di Jawa pada masa pra Islam dan masih berkembang di daerah daerah tertentu di Pulau Jawa. Dinamakan wayang beber karena berupa lembaran lembaran (beberan) yang dibentuk menjadi tokoh tokoh dalam cerita wayang baik Mahabharata maupun Ramayana.

Konon oleh para Wali di antaranya adalah Sunan Kalijaga wayang beber ini dimodifikasi bentuk menjadi wayang kulit dengan bentuk bentuk yang bersifat ornamentik yang dikenal sekarang, karena ajaran Islam mengharamkan bentuk gambar makhluk hidup (manusia, hewan) maupun patung serta diberi tokoh tokoh tambahan yang tidak ada pada wayang babon (wayang dengan tokoh asli India) diantaranya adalah Semar dan anak-anaknya serta Pusaka Hyang Kalimusada. Wayang hasil modifikasi para wali inilah yang digunakan untuk menyebarkan ajaran Islam dan yang kita kenal sekarang. Perlu diketahui juga bahwa Wayang Beber pertama dan masih asli sampai sekarang masih bisa dilihat. Wayang Beber yang asli ini bisa dilihat di Daerah Pacitan, Donorojo, wayang ini dipegang oleh seseorang yang secara turun-temurun dipercaya memeliharanya dan tidak akan dipegang oleh orang dari keturunan yang berbeda karena mereka percaya bahwa itu sebuah amanat luhur yang harus dipelihara.Selain di Pacitan juga sampai sekarang masih tersimpan dengan baik dan masing dimainkan ada di Dusun Gelaran Desa Bejiharjo, Karangmojo Gunungkidul. (wikipedia)

Gambar wayang beber yang dipajang, dan menjadi pamflet pameran di Museum Kertas

Nah, dalam video itu kami ketahui bahwa ada seorang Jepang yang bernama Prof. Sakamoto yang akan memulai proyek menggali kembali penyelamatan wayang beber untuk  mengganti kertas wayang beber yang hampir punah itu. Untuk itu di daerah Bandung ada seorang pengrajin (aku tidak mencatat siapa namanya) yang membantu meneliti pembuatan kertas daluwang ini. Proyek ini dibiayai oleh pemerintah Jepang, sedang berjalan dan cukup memakan waktu lama.

Memang meskipun kertas Daluwang ini kuat, tentu saja tidak bisa bertahan melawan usia. Wayang beber yang ada tetap dipertunjukkan sehingga pedalang juga sangat berhati-hati memakainya (sampai robek-robek tuh). Hanya saja waktu kami menonton di video itu, pertunjukan wayang beber masih memakai penerangan dari api/tungku. Duuuh kalau sampai lembaran wayang itu tersambar api bagaimana ya….semoga jangan ada kejadian….

Dasar Museum Kertas... jadi tempat duduknya juga dari kertas tuh (kardus). Berempat menyimak pembuatan daluwang/fuya dari video.

Satu kali lagi mataku terbuka akan kebudayaan Indonesia yang hampir punah ini. Memang aku tidak mengerti wayang, tapi merasa ikut senang jika kekayaan budaya yang ada tetap dipelihara dan dijaga (dasar penyuka sejarah…) . Meskipun malu kenapa harus orang asing (orang Jepang) yang melakukan penyelamatan itu, aku bisa mengerti juga bahwa orang Indonesia meskipun mempunyai kesadaran akan kekayaan budaya, masih terantuk pada masalah waktu dan dana, sementara pemerintah yang diharapkan bisa menjaga keutuhan negara kita ini juga masih sibuk dengan urusan lain.