Ini merupakan bagian pertama dari perjalanan de miyashita hari Sabtu tanggal 23 Januari lalu.
Bagaimana rasanya jika kamu tahu kamu berada di dalam laut? Seperti berada di dalam kapal selam? Wuih aku membayangkannya saja sudah ngeri!! Terus terang aku memang punya penyakit panic syndrome plus phobia tidak bisa berada dalam ruangan tertutup, kecil dan tidak ada jendela yang menghubungkan aku dengan langit. Untuk lift aku masih bisa, karena bergerak cepat, tapi untuk kereta subway, memang aku belum bisa mencobanya lagi sejak aku mengidap penyakit ini 10 tahun yang lalu.
Nah, hari Sabtu kemarin, aku mau tidak mau harus menjalani kesempatan untuk berada di dalam laut, tepatnya di bawah dasar laut, dalam ruang berupa terowongan tertutup, tapi dalam mobil. Karena kebetulan Gen libur hari Sabtu dan Minggu, libur berturut-turut dua hari, merupakan kemewahan bagi Gen dan kami. Apalagi waktu kami memulai hari pukul 8 pagi Sabtu itu, hari benar-benar cerah, dan kami putuskan untuk menikmati kecerahan hari di LUAR, di UDARA TERBUKA.
Jadi kami memutuskan untuk pergi ke laut, dan karena kami jarang pergi ke daerah Chiba, maka kami tentukan untuk ke prefektur yang terletak bersebelahan dengan Tokyo. Tokyo bersebelahan dengan Yokohama dan Chiba, tapi sebetulnya bisa dikatakan untuk ke Yokohama tidak dihalangi oleh teluk Tokyo seperti kalau ingin ke Chiba. Nah, keadaan geografis yang seperti inilah yang membuat seakan Tokyo dan Chiba itu jauh.
Nah, di situ aku menyarankan untuk pergi melalui jalan pintas yaitu AQUALINE, perpaduan terowongan bawah laut dan jembatan yang menghubungkan dua prefektur (Kanagawa dan Chiba) di Jepang ini. Aku sudah pernah 2 kali melewati Aqua Line, meskipun sambil deg-degan, bersama rombongan orang-orang Indonesia dengan naik bus. Selama bukan aku yang nyetir, memang tidak apa-apa. Dan tentu saja kami lupa berada di mana karena tidak henti bercakap-cakap.
Dahulu waktu jalur ini baru dibuka, aku ingat sekali biayanya mahal, yaitu sekitar 7000 yen. Karena banyak yang protes, dan mungkin campur tangan politik, maka sekarang biaya tolnya hanya 4000-an. Tapi…. ternyata setelah ada kebijakan pemerintah agar masyarakat menggunakan uangnya demi perputaran ekonomi, dan menyamaratakan semua biaya tol kemana saja menjadi 1000, plus pemakaian ETC maka kami bisa melintasi Aqua Line itu dengan hanya membayar 800 yen saja.
Jalur bernama Tokyo Wan Aqua-Line Expressway jika menurut penamaan lama adalah Jalan Negara No 409. Diresmikan pada tanggal 18 Desember 1997, sepanjang 15, 1 km, dimulai dari Kawasaki sampai Kisarazu. Jika berangkat dari sisi Kawasaki, 9,6 km pertama berbentuk tunnel bawah laut, kemudian kita akan sampai di Parking Area (PA) berupa pulau buatan bernama UMI HOTARU (arti harafiahnya: kunang-kunang laut). Dari PA ini kemudian AquaLine ini disambung dengan 4,4 km jembatan yang diberi nama Aqua Bridge menuju Kisarazu di Chiba. Akan tetapi persis kira-kira di pertengahan Aqua Tunnel terdapat sebuah pulau buatan yang diberi nama Pulau Buatan Kawasaki / Menara Angin. Menara ini sengaja dibuat untuk mengatur sirkulasi udara di dalam tunnel yang panjangnya hampir 10 km itu.
Begitu masuk pintu Kawasaki, kami memasuki tunnel yang diterangi lampu. Di sini ada peraturan untuk tidak membawa barang berbahaya dan tidak saling mendahului. Waktu aku sedang sibuk memotret dalam tunnel, tiba-tiba HPku berbunyi! Ada telepon! Cukup kaget, ternyata masuk juga sampai di dasar lautan tuh. Kabarnya terowongan ini berada di kedalaman 56 m di bawah dasar laut yang terdalam.
Sambil berbicara dengan temanku itu, sempat dia mengatakan, “Semoga jangan sampai pecah ya tunnelnya”. Hmmm sesaat aku sempat berpikir juga, kalau tiba-tiba gempa bagaimana ya? Tapi langsung aku tepiskan bayangan macam-macam, sambil berpikir…. yah kalaupun mati, matinya berempat sekaligus. hehehe (hush bukan lelucon ah mel…)
Hampir 10 km lewat dalam waktu kurang dari 10 menit. Kami sampai di Umi Hotaru, Parking Area yang dibangun di pulau buatan. Kabarnya PA ini bisa menampung 90 an bus, dan 400 mobil biasa. Sebelum masuk tunnel, katanya sih parkir penuh, tapi waktu kami sampai di sana, masih cukup banyak kok tempat kosong. Namun karena takut tidak kebagian tempat, kami terpaksa parkir di tempat yang agak jauh dari pusat perbelanjaan/istirahatnya.
Umi hotaru terdiri dari 4 tingkat, dengan toko-toko dan game center dan tentu saja ada deck utama dengan pemandangan ke arah Tokyo. Kami bisa melihat tempat kamu masuk di kejauhan dan tepat di tengah-tengahnya adalah Menara Angin. Waktu itu persis ada pesawat yang akan mendarat di pelabuhan Haneda, yang terletak di sebelah kanan kami. Well, pemandangan waktu malam hari juga menawan (pulangnya kami juga melewati tempat ini lagi).
Berhubung sudah waktu makan siang, akhirnya kami memutuskan untuk makan siang di Food Court di Umi Hotaru ini, makan di atas Teluk Tokyo. Kalau aku sih pilih nasi tempura, tapi Gen memilih nasi dengan topping kerang asari (dan ternyata tidak enak hihihi). Setelah memesan kami mendapat sebuah pager panggilan jika makanan kami sudah selesai. Jadi ingat postingan Pak Oemar Bakrie yang ini. Cuma memang bentuknya lain, yang di Jepang persegi panjang.
Akhirnya setelah makan kami keluar dari bangunan utama berbentuk kapal, dan kembali ke parkiran, kami menemukan museum kecil atau pusat data teknis mengenai pembangunan Aqua Tunnel ini. Sayang sekali tidak ada pamflet yang disediakan. Padahal kalau ada pamflet ingin saya kirimkan pada Mbak Tuti Nonka. Seharian itu pikiran saya melayang ke Mbak Tuti Nonka, ingin mengajak main ke Aqua Line ini. Soalnya Mbak Tuti kan memang hobbynya mengunjungi jembatan ya Mbak hehehe. (Mbak, kegigit ngga mbak, hari Sabtu lalu hehehe).
Gen dan anak-anak senang sekali bisa melihat pemandangan laut dan sekaligus melintasi terowongan bawah laut pertama kali.
“Kok mama sudah pernah ke sini sih? Kenapa papa belum pernah?” tanya Riku.
Jawab Gen, “Mama kan jalan-jalan terus, jadi sudah kemana-mana di Jepang, Papa belajar terus sih…”
hahaha…. tapi memang aku akui bahwa selama aku menjadi mahasiswa di Jepang, aku sudah pergi ke tempat-tempat yang sedangkan orang Jepang saja belum pernah pergi. Jadi? Kapan belajarnya dong? hihihihi….
(Filsafatnya begini… kalau kamu merasa tidak akan kembali lagi ke suatu tempat, maka semua tempat akan dijelajahi, tapi jika kamu toh akan tinggal di situ, halaman rumahpun belum tentu dijelajahi…..)
bersambung ke …. to the top of the Mountain