Tokyo sudah tiga hari ini hujan. Tidak terus menerus, tapi yang pasti mendung terus. Yang menyebalkan dari hujan di musim gugur ini, dia pasti disertai angin yang cukup menusuk. Membuat tangan mau tidak mau dimasukkan dalam kantong, dan merapatkan kerah baju untuk menutupi leher.
Sebagai ibu rumah tangga, yang paling menyebalkan jika hujan adalah tidak bisa mencuci baju, tepatnya tidak bisa menjemur baju di luar. Tapi dengan dua anak laki-laki yang sering main kotor-kotor, saya harus mencuci setiap hari. Untung saja di sini ada deterjen yang khusus dibuat untuk “menjemur dalam ruangan”. Mungkin ada formula khususnya yang bisa mengurangi bau apek, jika dijemur dalam ruangan. Jika anak-anak dan Gen sudah tidur, jadilah kamar tamu dan kamar makan menjadi toko binatu. Berkibaran baju-baju yang hendak dikeringkan. Dan untungnya lagi (seperti orang Jawa, apa saja untung!) di musim gugur, kelembabannya rendah sehingga biasanya untuk baju yang tidak terlalu tebal, pagi harinya bisa kering.
Tiga hari juga Riku ngedumel setiap akan berangkat sekolah. Masalahnya dia harus membawa pianika, dan tas randoseru (ransel) berisi buku-buku yang cukup berat. Dan itu masih harus ditambah dengan memegang payung, memakai sepatu bot khusus hujan, jaket tebal (karena mulai dingin). Dan terpaksa juga akhirnya saya mengantar dia sampai ke sekolahnya, daripada dia ngambek mau minta bolos sekolah. Hari-hari terakhir dalam seminggu, Kamis, Jumat memang merupakan hari sibuk bagi saya.
Tidak di Jakarta dan kota-kota di Indonesia, di Tokyo pun, kami harus menyediakan waktu lebih lama untuk pergi ke mana-mana. Kecuali kereta, angkutan umum seperti bus dan taxi juga sering terjebak macet.Segalanya memang lebih lambat jika hujan turun. Jalanan licin sehingga orang juga harus berhati-hati melangkah. Yang sudah pasti saya tidak bisa naik sepeda, karena saya belum ahli mengendarai sepeda dengan satu tangan, sementara tangan yang satunya memegang payung yang terkembang.
Saya juga sempat termenung waktu teman saya Diajeng menulis status di FB nya begini: heran, kenapa ya kalau hujan, orang Indonesia malu pakai payung, apalagi yang cowok? Beda banget dg orang Jepang, semua selalu sedia payung sebelum hujan, di musim seperti ini. Memang orang Indonesia tidak pernah sedia payung kan sebelum hujan? Alasannya, kan ada ojek payung! Padahal “Sedia payung sebelum hujan” adalah salah satu “way of life” juga. Makanya orang Indonesia tidak pernah mengantisipasi keadaan buruk yang mungkin terjadi. Yah….itulah negaraku… apa boleh buat?!?!?!
Meskipun sudah memakai payung, hujan pasti membuat becek di mana-mana. Tapi ada satu alat atau cara untuk mengurangi kebecekan di setiap toko/supermarket, universitas dan tempat-tempat umum lainnya, yaitu dengan menyediakan tempat pemasangan plastik pada payung di depan pintu gerbangnya. Cukup masukkan payung pada space yang ada. Maka payung akan “masuk” ke dalam kantong plastik, kemudian tarik ke depan. Dengan demikian, air yang ada di payung tidak akan menetes-netes membasahi ruangan. Memang orang Jepang hebat! Sudah mengantisipasi penanggulangan “kerja” yang tidak efektif. Coba kalau tidak ada cara ini, berapa banyak lagi waktu dan tenaga yang terbuang untuk mengepel? (Alasan orang Indonesia…. tenaga kerja masih banyak ….. hmmmm)