Sakit kelapa eh kepala

27 Agu

Entah kenapa beberapa hari ini aku menderita sakit kepala (zutsuu 頭痛) yang cukup mengganggu. Tadi pagi waktu browsing, sempat membaca bahwa di Jepang sudah mulai banyak jatuh korban flu H1N1 yang sering disebut flu babi.  Dan ada cerita dari seorang ibu yang mengatakan bahwa anaknya sempat parah sekali terjangkit flu babi, yang awalnya hanya dari sakit kepala, tanpa demam. Hmmm jadi ngeri juga deh. (Eh kalau kena flu babi, mungkin penderita jadi ngorok kayak babi ya? hihihi)

Di sekolah Riku juga ada yang sudah terjangkit. Untung waktu liburan sehingga tidak sempat menyebar. Yang pasti ditekankan untuk selalu cuci tangan, kumur-kumur, dan jika demam sedikit saja jangan masuk sekolah. Untung sekali, sampai sekarang ke dua boys ku ini sehat. Bahkan di Jakarta selama 28 hari pun tidak pernah terjangkit penyakit atau demam, padahal sepupunya ada yang sempat demam. Dan kebetulan juga di RT rumahku di Jakarta itu juga ada laporan DB (sebelah rumah loh padahal). Karena bapakku  Ketua RT, tahu deh soal laporan-laporan itu dan berjaga-jaga terus. Dan kami bisa pulang semua dalam keadaan segar bugar. Puji Tuhan!

Tadi sore kepala masih sakit, tapi aku harus menjemput Kai di penitipan. Biasanya naik sepeda bersama Riku, tapi hari ini Riku malas sekali. Dia merayuku untuk naik bus saja. “Mahal!” saya mengomel, tapi lalu saya pikir… hmmm boleh juga sekali-sekali santai, sambil liat pemandangan tanpa harus berkonsentrasi. Jadi kami berdua berjalan cepat ke halte bus.

“Mbak… naik taxi ya?” Riku mulai berkata…dan aku tertawa geli. Dia memang sering menggoda aku dengan panggilan-panggilan yang aneh-aneh, yang dia dengar waktu di Jakarta. Kadang kala dia panggil, “Bu minta air minumnya dong!”… memanggilku dengan BU, meniru mbak Riana.
“Ngga… naik bus. Naik taxi mahal tau!”
“Yaaahhhh naik taxi deh… bu …bu…”
“Kalau panggil BU…kita naik sepeda. Kalau panggil mbak …kita naik bus. Ngga ada naik taxi!”
“Iya deh mbak…..”
(semua percakapan dalam bahasa Indonesia)

Begitulah Riku sudah pintar memakai bu, mbak, dan mas. Tapi aku belum pernah dengar dia memanggil papanya dengan mas hihihi.

Sampailah kami di penitipan Himawari, dan menjemput Kai. Tapi sebelum pulang naik bus lagi, aku ajak mereka bermain selama sejam di taman dekat halte bus stasiun. Taman Akashiya namanya.  Lumayan di sana ada luncuran dan parit kecil dengan air jernih mengalir. Hmmm aku senang tinggal di Tokyo karena ini. Meskipun kota sibuk, padat tapi pasti ada tempat biarpun kecil, yang menyajikan kesejukan. Pepohonan, gemericik air, dan teriakan anak-anak bermain. Sedikit waktu, sedikit usaha dan sedikit perhatian bisa membuat seisi keluarga di Tokyo terhibur menikmati alam. Dan… rasanya sakit kepalaku hilang selama aku berada di luar rumah.

kakak beradik mencuci kaki di parit yang jernih, dan di atas nya pohon bungur putih berbunga

Satu lagi yang aku lihat di taman itu, adalah sebuah gudang kecil berisi perlengkapan waktu gempa bumi seperti tenda dsb. Pemerintah daerah Nerima sudah menyiapkannya untuk warganya. Tentu saja itu disediakan/dibeli dari pajak yang kita bayar, tapi…. kami sebagai warga merasa terlindung dengan adanya jaminan ini.

gudang berisi peralatan untuk kondisi darurat setelah gempa
gudang berisi peralatan untuk kondisi darurat setelah gempa

Hipotesaku, aku sakit kepala karena reibobyou, penyakit akibat AC, udara kaleng, yang merupakan penyakit modern yang biasa menyerang waktu musim panas.

Well, sedikit demi sedikit irama hidupku memang harus disesuaikan dengan kehidupan di Tokyo. Yang pasti berdoa kenceng, semoga bukan virus flu babi…..

Mencegah kemalingan

27 Agu

Sebetulnya kalau kita kemalingan sesuatu… kita juga harus introspeksi diri. Pasti ada sesuatu yang bersumber pada diri sendiri yang kurang diperhatikan (taruh sembarangan), yang kurang dijaga (tidak pakai kunci), atau bahkan…kita lupa bahwa kita punya (baru sadarnya waktu dicuri). Meskipun kita tidak hidup di hutan yang berlaku hukum rimba, adakalanya kita terpaksa “berjaga-jaga” bagaikan kita hidup di hutan, karena penghuni “hutan dunia” itu ada yang tidak menaati “Panduan Tidak Tertulis Cara Bersahabat Universal”. Berjaga-jaga juga bisa dengan cara sedikit menjaga jarak sehingga tidak ngelunjak.

Nah, saya kemarin kedapatan sebuah surat di milis, yang saya juga pikir cukup bagus untuk dimulai. Karena kalau bukan masyarakat yang memulai siapa lagi? Kan kita tidak bisa menunggu pejabat pemerintahan yang sedang sibuk mengatur jalannya kehidupan bernegara untuk turun tangan dalam kasus ini. Selama bisa diadakan oleh swasta …why not?

Saya sendiri baru baca sekilas, tapi saya ingin share dengan pembaca TE soal PERPUSTAKAAN DIGITAL BUDAYA INDONESIA. Saya copykan saja ya surat elektronik yang saya dapat dari Milis ICJ (Indonesian Community in Japan) ini:

Malaysia kembali dituding mengklaim kekayaan budaya Indonesia. Untuk tarian saja, ini adalah kasus yang keempat, setelah “Tari Piring” dari Sumatera Barat, “Tari Reog Ponorogo” dari Jawa Timur dan “Tari Kuda Lumping” yang juga dari Jawa Timur. “Tari Pendet” dari Bali diklaim dengan dijadikan iklan pariwisata Malaysia. (Belakangan diketahui bahwa ini adalah salahnya Discovery Channel yang memasukkan tari itu di iklannya, bukan atas suruhan Malaysia)

Saya terkesan dengan upaya sejumlah anak muda yang terus berupaya
untuk mencegah hal ini untuk terus terjadi. Mereka (Indonesian
Archipelago Culture Initiatives atau IACI) telah melakukan sesuatu.
Teman-teman dapat melihat upaya mereka di situs
http://budaya-indonesia.org/ . Mereka melakukan proses pendataan
budaya indonesia dalam situs tersebut. Selain itu, mereka juga
mengupayakan langkah perlindungan hukum atas kekayaan budaya
Indonesia.

Saya pribadi sangat apresiatif dengan langkah nyata tersebut. Selain
itu, saya menghimbau kepada rekan-rekan sekalian untuk membantu
perjuangan anak muda ini agar kisah Batik, Sambal Balido, Tempe, Lakon
Ilagaligo, dan lain sebagainya tidak kembali terulang.

Setidaknya ada 2 bantuan yang dapat kita berikan untuk perjuangan tersebut:

1. mendukung upaya perlindungan budaya Indonesia secara hukum.
Kepada rekan-rekan sebangsa dan setanah air yang memiliki kepedulian
(baik bantuian ide, tenaga maupun donasi) di bagian ini, harap
menggubungi IACI di email: office@budaya-indonesia.org

2. Mendukung proses pendataan kekayaan budaya Indonesia.
Perlindungan hukum tanpa data yang baik tidak akan bekerja secara
optimal. Jadi, jika temen-temen memiliki koleksi gambar, lagu atau
video tentang budaya Indonesia, mohon upload ke situs PERPUSTAKAAN DIGITAL BUDAYA INDONESIA, dengan alamat http://budaya-indonesia.org/
Jika Anda memiliki kesulitan untuk mengupload data, silahkan
menggubungi IACI di email: office@budaya-indonesia.org

Sekarang bukanlah saatnya untuk saling menyalahkan atau sekedar pembelaan diri, tetapi melakukan sesuatu yang nyata.

– Lucky Setiawan

nb: Mohon bantuanya untuk menyebarkan pesan ini ke email ke teman,
mailing-list, situs, atau blog, yang Anda miliki. Mari kita dukung
upaya pelestarian budaya Indonesia secara online.

Nah, jadi kalau ada waktu dan ada pikiran/ide dan lain-lain bisa bergabung tuh di sana. Paling sedikit….intip yuuuk website itu.