Pengalaman Demokrasi -1-

4 Mei

Saya tidak mau berbicara tentang politik di Jepang. Buat apa? Saya bukan ahli politik, dan sedapat mungkin saya selalu menghindari pelajaran politik. Karena itu saya tidak mau masuk ke jurusan Sejarah di sini, karena pasti dong saya akan bertemu dengan politik di jurusan Sejarah. Saya pilih jurusan pendidikan meskipun saya harus jungkir balik belajar semuanya dari awal. (Tema saya adalah sejarah pendidikan)

Tapi, kebetulan waktu saya baru datang ke Jepang, saya tinggal bersama keluarga politikus. Ya bapak-semang saya adalah (mantan) anggota parlemen Jepang dari partai Liberal Demokrat. Seorang laki-laki bertubuh tinggi,  boleh dibilang cakap, berkacamata dan…. bodynya OK. Untuk pria seumuran dia banyak yang perutnya buncit, tapi dia tidak. Karena hobinya adalah lari marathon. Tidak heran kalau tidak ada janji khusus, dia akan lari dari rumah ke kantornya yang berjarak kurang lebih 30 km setiap pagi. Pernah dia mengajak saya ikut dia, but …no way deh bisa-bisa aku semaput di jalan.

Karena saya mahasiswa asing, dan waktu itu juga sedang menerima beasiswa dari pemerintah Jepang, saya tidak boleh ikut aktif dalam politik praktis. Padahal sebetulnya banyak kesempatan untuk bisa “menyelusup” ke kantor persiapan kampanye bapak semang saya itu, dan melihat-lihat kegiatan itu dengan mata kepala sendiri. Tapi daripada merepotkan banyak pihak, saya tidak bisa melakukan hal itu. Satu-satunya yang saya bisa lakukan, hanya melambaikan tangan dan memberikan semangat padanya, waktu dia berpidato di stasiun dekat rumah kami.

Merupakan kebiasaan kampanye di sini, bahwa si calon harus turba, mengenal warganya, dan tempat yang paling praktis adalah stasiun. Berdiri memegang mike, berbicara tentang pandangan politik dan program- programnya,  sambil sesekali mengucapkan terima kasih pada warga yang “sudi” mendengar ocehannya. Seperti yang si bapak-semang teriakkan pada saya, waktu saya beri  lambaian tangan, “Itterasshai…. gambattene (Selamat pergi…. selamat belajar ya!)”. Untung dia tidak sebut nama saya, kalau tidak malu deh jadi pusat perhatian. Orang asing yang disapa oleh Mr. K.

Untuk calon yang baru terjun ke kancah politik, belum banyak pengikut dan pembantu, dia hanya berdiri seorang diri di depan stasiun. Tapi bagi yang sudah punya banyak pendukung, pasti ada beberapa orang pendukungnya yang berdiri dengan membawa bendera bertuliskan nama calon. Ada juga yang membagikan selebaran tentang temuwicara di suatu tempat dll. Tidak boleh membagikan uang dan barang meskipun hanya tissue. Well, memang strick sekali hukum  di sini.

Ada satu lagi cara selain berpidato di stasiun, yaitu dengan berkeliling wilayah pemilihannya naik campaign car, mobil kampanyenya yang di bagian atasnya bisa menjadi tempat berdiri untuk pidato. Pakai mike, memperkenalkan diri dan mohon dukungan, sambil melambaikan tangan ke warga yang sedang jalan, atau ke arah rumah /mansion/apartemen yang dilewati. Calon yang baru, yang masih sedikit pendukungnya biasanya tidak mempunyai mobil kampanye, sehingga tidak jarang juga terlihat jalan kaki atau naik sepeda. Tentu saja sekaligus mengumandangkan hidup sehat dan mendukung lingkungan yang bersih dan sehat. (Tentu saja si bapak semang juga pernah kampanye dengan lari marathon loh. Yang kasihan sekretarisnya harus ikut lari juga di belakangnya)

Baliho? tidak ada. Baliho boleh dipakai dalam gedung saja, misalnya waktu mengadakan ceramah politik di sebuah aula. Yang boleh dipasang di jalan umum hanya poster seukuran karton manila yang bisa dipasang di dinding/pagar rumah dari pendukungnya. Isi poster tentu saja foto muka si calon, nama (tanpa gelar) dan sepatah slogan politiknya.  Tentu saja poster ini bisa dipasang juga di papan besar yang memuat semua poster calon, yang dipasang di tempat-tempat strategis persis beberapa hari sebelum pemilihan (supaya tahu orangnya yang mana).

Pada hari pemilihan, saya ikut duduk di depan televisi untuk melihat hasilnya, sedangkan Mr K dan istrinya berada di kantor kampanye, untuk bersiap merayakan kemenangan, jika menang (selama saya tinggal di Jepang baru satu kali periode saja dia kalah). Yang hebat, penghitungan suara itu selesai dalam malam yang sama dan sebelum malam berlalu sudah tahu siapa saja yang bisa menjadi anggota parlemen. Semua penghitungan bisa diikuti di televisi.

Tapi selain memenangkan kursi di parlemen, ada lagi saat mendebarkan lainnya yaitu apakah dia terpilih menjadi anggota kabinet atau tidak. Sayang sekali waktu Mr K terpilih jadi Menteri Pendidikan, saya sudah lulus program pasca sarjana, dan sudah mandiri tinggal sendiri di apartemen yang berjarak hanya  2 menit dari rumahnya.

Kalau dipikir memang saya banyak pengalaman yang mungkin belum tentu bisa dirasakan mahasiswa asing lainnya. Namun saya tidak bisa menuliskannya semua karena menyangkut privacy yang sangat ketat di Jepang. Karenanya saya tidak mencantumkan nama asli keluarga induk semang saya, apalagi foto-fotonya. Padahal sebetulnya saya ingin sekali pasang foto waktu “manjat” naik mobil kampanye hanya untuk berfoto sebelum pindah rumah.

Nah, ini pengalaman saya pertama kali mengenai demokrasi di Jepang. Setelah ini saya ingin menceritakan soal  demokrasi praktis, yang saya alami sendiri dalam bermasyarakat baru-baru ini, yang cukup membuat saya tertawa…” Ohhh gini toh caranya di Jepang!”. Tunggu ya…..

20 Replies to “Pengalaman Demokrasi -1-

  1. hasil pemilu bisa diketahui dalam semalam? apakah itu pengumuman resmi dari pemerintah atau metode hitung-cepat dari tim independen seperti yg dilakukan di indonesia? kalau memang hitungan resmi, betapa hebatnya! emang di jepang memilihnya pakai sistem contreng juga kah nechan?

    wah, hebat beruntung sekali dirimu nechan, bisa hidup bersama keluarga politisi jepang, bahkan sempat jadi menteri lagi… benar2 pengalaman yg luar biasa itu…

    ditunggu kisah berikutnya ya… penasaran nih 🙂

    vizon´s last blog post..ijazah

    Itu pengumuman resmi yang disiarkan langsung. Begitu hasil terkumpul untuk sebuah wilayah langsung diumumkan, dan jika seorang caleg sudah jauh memimpin akan diwawancarai dan semua bersiap untuk merayakan kemenangan. Di kantor pusat partainya biasanya terdapat daftar nama seluruh calon dan bagi yang terpilih akan diberi tanda bunga di atasnya.

    Di Jepang bukan sistem contreng atau coblos. Ternyata di jepang hanya memakai kertas kecil yang dilipat dua. Si Pemilih cukup menulis nama orang yang dipilih. Nama calon TIDAK DICETAK pada kertas, tapi ada di dinding bilik suara. Namun tentu saja ini bisa terjadi karena jumlah partai dan jumlah calonnya tidak sebanyak di Indonesia.

    Menurut saya dengan tulisan akan lebih suli, karena tulisan manusia kan bermacam-macam. Bisa saja tulisan tidak terbaca, atau salah tulis nama kecilnya sehingga dianggap tidak berlaku.
    Kelihatannya pemilu di Jepang memang lebih teratur, karena orang Jepang memang suka sekali mengadakan pemilu.

    TAPI perlu diingat bahwa persentasi yang hadir dan memilih pada pemilu di Jepang itu TIDAK SEBANYAK di Indonesia yang waktu jaman ORBA bisa sampai 90-an persen. Saya tidak tahu angka persisnya, karena akhir-akhir ini belum ada pemilihan lagi. Nanti kalau ada, akan saya coba tulis (meskipun to tell the truth I hate this kind of topics ehheheh). Tapi sepanjang ingatan saya belum pernah lebih dari separuh dari pemilih hadir menggunakan hak pilihnya.

    Lalu satu lagi yang perlu saya tambahkan adalah orang Jepang yang berada di luar negeri TIDAK BISA menggunakan hak pilihnya. tidak seperti saya yang bisa menggunakan hak pilih meskipun saya berada di Jepang. Untuk hal ini Indonesia lebih BAGUS.

    EM

  2. Nice topic! Mungkin bisa kita tiru di Indonesia, setidaknya kalau suatu saat nanti bu Miyashita mau jadi anggota dewan atau DPD. Kalau di Indonesia, 3 kali ikut pemilu, belum pernah sekalipun saya lihat si calon kampanye begitu membaur dengan rakyat. Ada juga hura2 dan satgas bertampang preman. Jangan2 politik kita itu demikian, militer bukan, sipil juga tidak. Yang ada ya itu, preman. 😀

    Ya, ini saya rasa HARUS ditiru di Indonesia. Mungkin tidka bisa di stasiun, buatlah di MALL, harus dibuat di tempat orang berkumpul. Karena bagaimana pemilih bisa mengenal wakilnya tanpa ada usaha untuk membaur. Daripada dia mengeluarkan ratusan juta untuk membuat BALIHO yang hanya mengotori kota, lebih baik dia buat pesta, makan-makan sambil memberitahukan pandangan politiknya. INGAT, dia harus punya pandangan politik yang jelas bukan hanya jual nama, titel, wajah dan BODY

    Saya? anggota Dewan? Oh nOooo kalaupun saya mencalokan diri, mau langsung jadi Presiden, dan bersaing dengan Pak Hejis mendirikan Republik Blogger atau Republik Orang Gila… (Pak Hejis baca ngga yah hihihi)

    EM

  3. Kalo di Indonesia..belum ada caleg yang berani kampanye di stasiun…
    Apa di Jepang, kampanye calegnya gak dibantu ama partai, ya, mbak ?

    OOT:
    satu2nya mobil pake toa yang Put sering denger adalah…Mobil ice cream Medan yang selalu teriak2..”Es Krim Medan…rasa Durian…rasa Coklat…” he..he..

    Putri´s last blog post..On The Bus, What ?

    Tentu dong dibantu/didukung partai. Bahkan kadang kala calon partai yang namanya belum dikenal akan memanggil SENIORnya yang sudah terkenal untuk hadir dalam kampanyenya dan berpidato, mohon dukungan bagi si junior. Dan sistem sempai kohai (junior-senior) ini terasa dalam politik Jepang. Ini bagus atau tidak? tergantung dari mana kita memandangnya. Saya rasa sistem sempai kohai ini JAUH Lebih bagus daripada sistem MILITER…. heheheh

    Ya benar PUT mobilnya seperti mobil es krim medan itu, tapi di bagian atasnya bisa dinaiki, dan si calon berdiri di atas supaya terlihat. Hmmm nanti aku cari fotonya deh…

    EM

  4. Perlu dijelaskan lagi, Ime-chan gimanakah sistem coblos atau contrengnya kalau di Jepang.
    Pakai tekan tombol sajakah?
    Terus hitungannya dalam semalam benar2 hitungan real count atau cuma quick count?

    Hery Azwan´s last blog post..Ujian

    Sistemnya menulis nama dengan kanji atau hiragana, pakai BOLPEN. Dalam bilik terpampang foto dan nama, kertasnya sih kecil aja. hasil hitungan real count. OK deh abang dan uda Vizon, … kelihatannya banyak yang berminat ingin tahu ttg pemilihan di Jepang. Kebetulan hari ini saya akan bertemu dengan adik ipar yang pernah menjadi sekretaris calon parlemen, nanti saya tanya sejelas-jelasnya pada dia, dan saya tulis ya. Sekali lagi saya tulis hanya sebagai suatu pengalaman, bukan pendapat politik saya.

    EM

  5. wuih bagusnya kalo nggak ada baliho dan poster2 gede di waktu kampanye. jadi ingat kemarin waktu masa2 kampanye legislatif. betapa setiap sudut menjadi tempat parkir photo2 caleg, menambah kotor dan sumpek pemandangan.
    sepertinya indonesia harus banyak meniru metode2 kampanye layaknya di jepang itu lho, mbak. hmm… kapan ya ? 🙂

    goenoeng´s last blog post..kemuning, kemuning

    Masalah yang terbesar adalah Indonesia tidak mau mengakui kesalahan, kekurangan, dan tidak mau belajar. Jika mau, banyak yang bisa berubah kok.
    Sorry kedengarannya sinis, tapi itu kenyataan

    EM

  6. Makin lama makin cintaaaaaa Jepang ! (tapi tidak pria dinginnya hehehe 🙂 )

    Btw mbak mo ngasih tahu…. Ada award buat Mbak EM. Bisa diambil disini :
    http://ceritaeka.wordpress.com/2009/05/04/mungkin-pertama/

    Eka Situmorang-Sir´s last blog post..mungkinkah ini yang PERTAMA ?

    Oooooh EKA, aku sudah cinta Jepang sejak dulu, sehingga bisa tahan dengan pria dinginnya hihihihi. (Dan aku berharap dia akan menjadi panas dengan panasnya tubuhku hahahaha)

    Thank you awardnya ya Ka….

    EM

  7. kita kalah jauh deh mbak….kita masih morat marit…masa lembaga se besar KPU aja hingga hari ini belum menyelesaikan penghitungan suara…gawatttt

    imoe´s last blog post..…datanglah…

    Sebesar KPU, emang berapa sih personilnya? Apa memang benar cukup untuk menghitung suara yang segitu banyak?

    (Masih mending kan pertanyaan di atas daripada sarkastik dengan bilang, anggotanya BISA BERHITUNG Ngga sih? hihihi)

    EM

  8. Pengalaman Demokrasi saya masih Nol Kecil, ini Bu EM malah siap2 dan sudah ancang2 menulis secara seri…
    Mau belajar ah…
    Mumpung gratis!

    marsudiyanto´s last blog post..KPK, PKK dan KKP

    Aih aih bapak…. sebetulnya banyak kok, cuman itu tidak dianggap pengalaman aja kan? karena semua orang mengalami yang sama. Yang membuat saya bisa menuliskan pengalaman ini karena saya mengalami sesuatu yang orang lain tidak alami…..heheheh

    EM

  9. Wahh,, hebat bener …
    Hasilnya bisa diketahui dalam semalam …
    Dan juga gak boleh ngasih barang walaupun cuma tissue ??

    Mb’..
    Dulu ceritanya gimana kok bisa Mb’ Imel dapet Induk Semang sekeren itu ..

    iya Hebat ya Muz, aku pertamanya ngga sadar bahwa itu hebat, aku pikir mereka pakai komputer waktu milih, ternyata tulis tangan bo…
    TIDAK BOLEH KASIH APA-APA, begitu ketahuan langsung diskualifikasi.
    JRENG…..

    Nah, soal cerita kok bisa dapet sekeren itu…. memang pake sistem koneksi KKN lah. Sekarang gini deh, apakah KKN itu pasti jelek? ngga dong. GImana kita mau menjamin seseorang YANG KITA SAMA SEKALI TIDAK KENAL? Akhir-akhirnya nama kita sendiri yang jadi taruhannya.

    Saya dikenalkan oleh seorang Jepang, teman bapak saya. Teman bapak saya ini bergerak di bidang industri yang sama dengan bapak saya dan sudah berkali-kali bertemu muka di Indonesia maupun di Jepang. Kebetulan bapak saya bergerak juga di lingkungan hidup, dan si bapak semang juga pemerhati lingkungan hidup, jadi dikenalkan. Kebetulan si bapak semang pernah menerima anak kost dari Indonesia, dan pada saat itu ada anak kost dari srilanka yang tinggal di rumahnya. Jadi saya bisa diterima sebagai anak kost di situ. Saya tinggal bersama dua orang srilanka dan satu orang Indonesia, bernama Ratih yang menjadi korban Bom Bali 2. Pernah saya tulis postingannya di sini.

    EM

  10. Mbak…berarti emang si calon legislatifnya harus sudah terbiasa berbicara di depan public tanpa malu2 ya…sendirian pula???

    kalau di sini ma…mo kampanye aja puluhan polisi aja udah mengamankan jalan si politikus sampai naik panggung…hehehehehe

    Ria´s last blog post..Would You be nice to Me?

    Aduuuuuuh Ria, kalau caleg masih malu-malu bicara di depan public, dia TIDAK PANTAS MENJADI CALEG.

    Gimana dia mau menyuarakan hati rakyat kalau pake malu-malu????

    EM

  11. kalo di jepang bisa selsesai hari itu juga dlm penghitungan suara mungkin lumrah…lha rakyatnya aja tidak sebyk Indonesa..trus technology tukang ngitung suara mungkin juga 5 tingkat lebih mutakhir dr pada milik KPU heuheu… 😆
    tapi dari sisi kampanye dan kedewasaan dalam berpolitik di jepang patut di tiru oleh politisi² di negeri ini…jgn terlalu berjanji kalo tidak mampu merealisasikannya…

    pakabar bunda..?? ^_^

    Soal jumlah warga negara memang tidak bisa dibandingkan. Dan ternyata pemilihan juga masih pake bolpen dan dihitung satu-satu kok. Cuman yang beda adalah DEDIKASI terhadap pekerjaan, dan mungkin GAJI yang diterima ya hihihi

    EM

  12. Jepang memang dasyat
    Berminat menjadi anggota dewan Jepang? 🙂

    achoey´s last blog post..Mengobati Diri Sendiri

    Oh saya tidak bisa Aa. Soalnya saya kan warga negara asing. Dan seandainya pun saya asimilasi, ganti kewarga negaraan, saya akan menemui banyak kendala, karena saya bukan asli Jepang. kecuali kelak ada jatah untuk orang “blasteran” hihihi

    EM

  13. hmm … disana memang lebih dewasa yaa untuk urusan kampanye ..
    disini masih harus terus belajar nih 🙂

    harus belajar, tapi apa mau belajar mascayo? itu susahnya.

    EM

  14. Saya tak suka politik, tapi akhir2 ini seneng juga melihat kaum elit parpol yang heboh koalisi sana sini…..

    Menyenangkan ceritanya Imel, membayangkan betapa santunnya perpolitikan di Jepang

    edratna´s last blog post..Sebuah pilihan

  15. Fiufh. Aku suka sekali membaca tulisan ini. Deskripsinya menyenangkan (termasuk membayangkan Imelda muda. -Heh? Berarti sekarang sudah tidak muda apa?!).

    Kampanyenya terasa lebih simpel dan ramah. Tidak foya-foya atau terlampau narsis. Sebuah pola yang tak rugi juga untuk ditiru.

    Namun membayangkan dia lari dari rumah ke kantornya yang berjarak kurang lebih 30 km setiap pagi?!! Huaaaaaa……

    Daniel Mahendra´s last blog post..Harga Sebuah Kewarganegaraan

  16. Imel, bicara soal pulitik Jepang aku tertarik dengan tradisi Pengunduran Diri (bukan bunuh dirinya hehehe).
    Kenapa mereka setiap berbuat kesalahan, meski kecil, kerap mengundurkan diri?

    Sekali mendengar, dua kali mendengar barangkali saya terkesima dengan sikap bushido (waktu saya aktif di Kempo saya kenal istilah ini yang berarti ksatria, benarkah?)
    Tapi lama-kelamaan saking seringnya seperti itu kok saya jadi mikir kenapa bisa begitu ya ?

    DV´s last blog post..Tamagochi dan Citra

  17. Saya jadi penasaran nih mbak, di Jepang ada perhitungan sampling ala quick count kah?

    Bagaimana dengan iklan-iklan calon di televisi?

    Waktu kutanya suamiku memang ada perhitungan quick sampling, sampai sebelum kartu pemilih dibuka (sambil dibuka). Tapi hasil pasti pembukaan kartu pun biasanya selesai dalam satu hari. Ngga ada yang sampai berminggu-minggu spt di Indonesia.
    Iklan calon di TV, setiap calon diberikan waktu sekian menit, tapi di TV NHK (pemerintah). Selain itu Ketua Partai bisa membuat iklan sekian detik di TV utk partai yg dipimpin (bukan pribadi)
    EM

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *