Kartu Nama

28 Apr

Ada satu hal yang kadang saya rasakan kurang ketika bertemu dengan teman-teman lama atau teman-teman baru, baik waktu reuni, maupun  kopdar blogger di Indonesia. Yaitu tidak adanya kebiasaan untuk bertukar kartu nama. Seperti saya dengan Lala, saya tidak punya kartu namanya, sehingga kalau saya mau mengirim sesuatu, saya harus menanyakannya via email atau sms. Dari sekian banyak blogger/teman lama yang pernah saya temui, mungkin hanya 5-10 lembar kartu nama yang pernah bertukar tempat dengan kartu nama saya.

Mungkin memang cukup dengan nama, blog dan email saja. Tapi mungkin karena saya sudah (seperti) orang Jepang, maka saya merasakan ada kejanggalan. Ya, di Jepang, jika mau bertemu dengan seseorang , harus menyiapkan KARTU NAMA atau MEISHI  名刺. Kalau tidak membawa, seakan kamu tidak “serius” dalam berkenalan, dan saya yakin, kamu akan kehilangan chance untuk mendapatkan pekerjaan. Terutama untuk orang seperti saya yang freelancer, then don’t leave home without it! (kalau Anda hanya ibu rumah tangga tentu saja tidak perlu, sekarang cukup tukar menukar nomor HP dan email HP saja!)

Tidak berbeda dengan di Indonesia, Kartu Nama di Jepang tentu saja memuat Nama, Alamat dan Nomor telepon. Untuk bisnis, biasanya hanya mencantumkan alamat dan nomor telepon kantor, nomor HP dan email HP. Dan untuk kalangan entertainer (maklum pernah bekerja di Radio) biasanya dipasang juga foto wajah (bukan pas photo).

kartu nama ini sempat saya pakai sebentar, tapi sekarang sudah habis

Nah ada satu fenomena yang menunjukkan bedanya masyarakat Jepang dan Indonesia mengenai pendidikan. Dan ini saya sering pakai untuk menjelaskan mengenai Gakureki shakai 学歴社会 society which places excessive [undue] emphasis on academic records . Dalam kartu nama saya yang berbahasa Jepang, tidak pernah saya cantumkan gelar kesarjanaan saya. Tetapi dalam kartu nama yang berbahasa Indonesia “terpaksa” saya pasang gelar itu. Saya selalu memberikan contoh kartu nama orang Indonesia misalnya Prof. Dr. H. Alibaba SE, MA, MSc dst dst. (Jadi bahan juga untuk menjelaskan singkatan apa saja itu, termasuk bedanya singkatan dan akronim). Saya rasa sedikit sekali orang Indonesia yang “tidak mau memamerkan” gelar mereka yang panjang-panjang itu. Lah…untuk dapatkannya juga susah payah …mungkin itu alasannya. Dan inilah gakureki shakai… yang jumlah elite berpendidikan masih sedikit (dibanding Jepang), sehingga gelar yang didapat haruslah dipajang.

Saya tidak bermaksud mengritik siapa-siapa, lah wong saya juga akhirnya pakai penulisan gelar itu karena memang masyarakat Indonesia menuntutnya. Sayang saya tidak sempat memotret baliho-baliho caleg di Indonesia waktu itu. Duuuh banyak sekali gelar kesarjanaan yang saya TIDAK TAHU singkatan apa itu. Coba lihat poster caleg Jepang! tidak ada satupun yang memakai gelar kesarjanaan. Dan memang pada dasarnya gelar kesarjanaan TIDAK ditulis. Lulus Universitas itu atarimae 当たり前, lumrah. Gelar kesarjanaan hanya dipakai di biografi buku yang ditulisnya, atau di seminar-seminar ilmiah.

Ada satu cerita lucu yang saya dapatkan dari teman saya. Dia cerita begini:

“Mel, kamu punya kebiasaan nulis sesuatu ngga di kartu nama orang?”
“Ya dong, biasanya tulis pake pensil, ketemu kapan, di mana”
“Tulis ciri khas orang itu ngga?”
“Hahahahahaha … iya, abis orang jepang kan mirip semua. Kadang aku tulis berkacamata, atau pinter bhs indo, atau cantik, atau spt somebody dll”
“Nah …. ini kejadian. Aku dan temanku pergi bertemu orang Jepang. Setelah selesai, kita masih ada di kantor itu beberapa saat, sambil ngopi di coffee shopnya. Terus temen gue ini pergi ke WC. Di situ ketemu dua kartu nama yang jatuh. Ternyata itu kartu nama kita. Dan……

“Hahahaha ada tulisan apa di belakangnya?”
“Ah elu mel, nyela aja. Iya gitu deh, ternyata si Jepun itu tulis ciri khas kita. Nah si temen gue ini sampai pucet, ternyata di kartu namanya ditulis cerewet, gendut, rambut kriwil. Sebel banget dia.
“Haahahaha. Makanya kalo nulis di kartu nama orang tuh yang bagus-bagus aja. Atau jangan pake bahasa yang bisa dimengerti orang lain. Kode dong kode…..”
“IYAAAAA…. tapi kan ini orang Jepang. Dan lu tau ngga di kartu nama gue ditulis apa? Si temen gue ini sampe ngga mau kasihin ke gue, takut gue marah.
“Apa? Gendut? ”

“Masih mending… ditulis HAGE はげ alias BOTAAAAAAAAAAAAAAAKK!”

“Hahahahahahahahaahah…. sorriiiiii but…. abis …. gimana lagiiiiiii”
“Sompret bener tuh orang”
“Hahahaha….. ya sudah… abis mau digimanain lagi kan? ”
“Iya…sekarang masalahnya. Dia ngejatuhin kartu nama kita nih kan. Nah kalo dia mau urusan sama kita kan ngga bisa jadinya. Dia mungkin cari ke WC. Tapi itu kan udah kita ambil. Mau kita balikin, ntar diambil org lain gimana? NAHHHH, kalo kita kembaliin ke YBS, lebih gawat lagi dong. Dia akan tahu kalo kita udah baca “MEMO” dia di kartu nama itu kan. Mazui まずい。 Payah!”
“Hahahahahahha… buah simalakama ya…. susyah deh. Ya diemin aja lah, mustinya dia bisa usaha tanya temennya yang lain atau gimana.”
“Ho oh. Cuman gue kan KESEL banget ditulis gitu”

Cerita nyata dengan sedikit modifikasi. Untuk yang merasa sorry ya …. hehehe.

So, hari ini tentang Kartu Nama ada dua pelajaran penting yang harus dihapal:

1. Selalu siapkan kartu nama jika bertemu dengan orang Jepang
2. JANGAN menulis yang negatif sebagai keterangan di kartu nama orang lain.

eh yang ketiga:

3. JANGAN menjatuhkan kartu nama orang lain di tempat senonoh….hihihihi  (Kalau kartu nama sendiri sih namanya promosi atau cari masalah hihihi)