Menghentikan Waktu

14 Des

Saya rasa siapapun pernah berkeinginan seperti ini. Menghentikan waktu. Terutama jika kita dalam keadaan bahagia. Kita ingin terus dalam keadaan itu, takut jika waktu terus berjalan, maka keadaan itu akan berubah menjadi yang lebih buruk.

Kemarin saya sedang berdua di meja makan dengan Riku. Saya sedang mengetik di laptop, dan Riku seperti biasa menonton. Saya tidak perhatikan acara apa…mungkin juga tidak penting, karena tiba-tiba Riku diam, melihat ke arah saya. Saya merasa dia memperhatikan saya, lalu saya lihat dia. Lalu muka dia mulai aneh, sambil berkata;

“Mama …aku tidak mau menjadi besar…
aku mau tetap menjadi anak-anak saja….”

“Loh kenapa Riku? Tidak bisa terus jadi anak-anak. Semua orang akan menjadi besar”

“Pokoknya aku tidak mau menjadi besar.” Dan dia mulai menangis sesegukan. Saya heran dan saya tanya

“Ada apa?”

“Aku mau mama dan papa dan Kai seperti sekarang jangan berubah”

Tiba-tiba Kai yang sedang tidur menangis, sehingga saya terpaksa menghentikan pembicaraan dengan Riku, karena ingin memberi minum Kai susu. Tapi saya pikir kalau saya biarkan dia dengan kekhawatirannya, dia akan merasa saya tidak memperhatikan dia. Jadi saya ajak dia ke kamar, dan sambil peluk dia memberikan susu pada Kai. Sambil berbisik-bisik saya tanya padanya,

“Riku kenapa tiba-tiba pikir begitu?”
“Aku ngga mau jadi gede. Karena kalau aku jadi gede, mama dan papa jadi tua… mama jadi tua nanti mama mati….aku bagaimana?”
“Hmmmm tapi manusia semua akan mati….”
“Aku ngga mau mama mati, aku mau sama mama terus!!”
“OK makanya kita berdoa supaya, mama, papa, Riku dan Kai bisa panjang umur ya…”
……masih menangis…

“Kenapa kok Riku tiba-tiba bicara begitu? Kan ada sebabnya. Cerita deh sama mama”
“OM mati…….”

Nah….rupanya ini sumbernya. Memang waktu Om meninggal dia hanya diam saja. Yang pasti dia tidak mau melihat wajah kaku Om dalam peti. Pertama juga dia tidak mau bersembahyang di depan altar. Tapi untung waktu terakhir sebelum penutupan peti, dia mau berdoa juga di samping saya. Tidak ada tangisan, tapi itu kami yang dewasa pikir, dia belum mengerti…. Ternyata tidak!

Dia memendam perasaan sedih dan takutnya akan kematian sampai kemarin itu. Sudah lewat 2 minggu lebih. Memang Riku perasa, dan dia juga sudah mulai mengerti apa itu arti “kematian” setelah dua kali mengalami Nenek buyut dan Omnya Gen.

Akhirnya saya hanya bisa bilang, “sudah Riku jangan terlalu dipikirkan , yang penting kita berdoa terus dan berusaha hidup baik kan….”

Saya teringat film Ponette yang menggambarkan kebingungan seorang anak berusia 4 tahun yang tidak mengerti kenapa ibunya harus “tidak ada” (Mati). Kemudian saya teringat sebuah buku , The Last Lecture yang menceritakan seorang dosen Randy Pausch yang mengidap penyakit Kanker. Yang sudah tahu bahwa hidupnya tinggal sebentar lagi…. Semuanya begitu menyedihkan …. Dan saya bisa mengerti sekali keinginan Riku untuk menghentikan waktu supaya dia tidak usah tumbuh menjadi besar…..

Bukankah kita semua begitu?

Bunga di makam Nenek

Masih segar waktu kami pergi nyekar Hari Senin

Padahal orang yang membawanya pada hari Kamis sebelumnya, sudah meninggal hari Jumatnya.

Tuhan Sang Pemberi Hidup memang Maha Kuasa.