TUNA

9 Des

Tuna adalah sebuah awalan baru yang berarti rusak, kurang atau tidak memiliki. Dan untuk menyebutkan kelompok manusia yang mempunyai kendala ini, saya akan memakai istilah penyandang cacat. Saya tidak mau pakai kata penderita cacat, karena seakan kita “menetapkan” orang-orang tersebut pasti menderita selamanya, padahal belumlah tentu.

Kenapa kok tiba-tiba Imelda berbicara mengenai penyandang cacat? Tentu saja alasannya adalah karena hari ini adalah hari peringatan penyandang cacat di Jepang. Ditetapkannya hari ini karena pada tahun 1975 pertama kali ada Penyataan Hak Penyandang cacat di dalam Sidang Umum PBB. Dan pada tanggal 9 Desember 1981diadakan acara untuk penyandang cacat oleh sekretaris kabinet.

Yang disebut penyandang cacat dibagi menjadi 3 yaitu penyandang cacat tubuh, penyandang cacat intelegensia dan penyandang cacat mental. Bagi penderita cacat tubuh berusia 18 tahun ke atas oleh pemerintah diberikan kartu keterangan penyadang cacat. Selain sebagai keterangan, dengan menunjukkan kartu ini, biasanya diberikan potongan harga untuk pelayanan-pelayanan tertentu. Yang saya pernah baca adalah potongan waktu naik taksi/ bis, sarana transportasi umum.

Saya selalu kagum pada Jepang yang amat memperhatikan kesejahteraan warganya yang menyandang cacat. Seperti telah saya katakan dalam postingan lalu-lalu, hampir di setiap fasilitas umum, gedung, kantor, stasiun dsb (bahkan di calon SDnya Riku saya lihat) disediakan alat bantu bagi penderita cacat, terutama tuna netra, dan mereka yang memakai kursi roda. Pasti ada slope khusus yang bisa dilewati kursi roda, selain dari tangga biasa. Atau ada rel khusus di tangga yang memungkinkan kursi roda untuk naik ke lantai atas, jika tidak ada lift. Saya sering melihat tangga berjalan yang dihentikan pemakaian bagi orang umum, karena dipakai untuk pengguna kursi roda. Satu lagi, disediakannya tempat parkir khusus bagi pengendara cacat tubuh. Di tempat parkir tersebut ditandai dengan lambang kursi roda. Biasanya ditentukan di dekat pintu masuk, dan besar tematnya lebih besar sedikit dari batas untuk mobil biasa. Ini memungkinkan supir yang memakai kursi roda atau menderita cacat tubuh lainnya, dapat turun dengan lebih leluasa.

Lambang yang menunjukkan parkir/sarana bagi penyandang cacat
Lambang yang menunjukkan parkir/sarana bagi penyandang cacat

Di bidang pendidikan ada 3 sebenarnya, yaitu sekolah tuna netra, sekolah tuna rungu dan sekolah cacat intelegensia, tapi pada bulan Arpil 2007 dijadikan satu dengan sebutan Tokubetsu Shien Gakkou (Sekolah Dukungan Khusus. Di dekat rumah saya ada satu sekolah ini, dan saya ingat satu kejadian waktu saya berjalan di depan sekolah itu, 2 tahun yang lalu saat mengantar Riku ke TKnya.

“Mama, nanti Riku kalau besar akan bersekolah di sekolah ini?”
“Hmmm ngga sayang”
“Kok? Kan di sini banyak anak-anak besar”
“ya, tapi Riku tidak bersekolah di sini, nanti mama jelaskan di rumah ya…”
“Riku chan kan sehat, riku lahir dengan sehat tanpa masalah. Jadi tidka perlu ke sekolah itu. Sekolah itu untuk anak-anak yang mempunyai masalah waktu lahir. Makanya mama dan papa sangat berterima kasih sama Tuhan Riku sehat dan tidak bermasalah. (Untung dia tidak tanya masalahnya apa……) Jadi nanti Riku SD sekolahnya di dekat TK nya Riku, bukan yang ini.”

lambang untuk menunjukkan bahwa yang menyetir mobil ini adalah penyandang cacat
lambang untuk menunjukkan bahwa yang menyetir mobil ini adalah penyandang cacat

Bagaimana penyandang cacat dalam mencari pekerjaan? Ternyata dari hasil survey rekrut penyandang cacat th 2006, didapat angka bahwa perusahaan yang mempunyai pegawai berjumlah 5000 orang lebih, rata-rata 1,79 persen adalah penyandang cacat. Dan 5 perusahaan yang mempekerjakan penyandang cacat adalah: Uniqlo (7,42%), Mac Donald Japan (2,94%),  Shimamura (2,83%, Skylark 2,82% dan Panasonic Electronics Device (2,79%).

Jumlah penyandang cacat di Jepang meskipun perlahan semakin bertambah, dari 2.843.000 orang di tahun 1991, pada tahun 2001 mencapai 3.420.000 orang.

Keterangan didapat dari wikipedia Japan.

Hubungan Indonesia Jepang

9 Des

Tahun 2008 ini, Indonesia dan Jepang memperingati 50 tahun hubungan diplomatik Indonesia Jepang, yang dirayakan dengan bermacam kegiatan baik di Indonesia dan di Jepang sendiri. Hampir sebulan lalu saya membaca juga laporan dari Mang Kumlod yang menceritakan tentang JI Expo di Jakarta, atau dengan kegiatan Javarizm oleh anak-anak muda Indonesia di Tokyo. Bahkan kegiatan dalam satu tahun ini diawali dengan penandatanganan EPA, dengan program utamanya mendatangkan perawat/pramurukti ke Jepang, yang pernah saya posting di sini.

Tahun 2008 hampir habis, dan sebelum habis saya ingin share kan satu koleksi saya dalam memperingati 50 tahun hubungan Indonesia Jepang, yaitu perangko khusus yang diterbitkan di dua negara bersamaan dengan latar yang berbeda. Di Jepang berlatar Candi Prambanan, sedangkan yang di Indonesia berlatar Pagoda di Kyoto.

Nominalnya 80 Yen, harga standar untuk mengirim surat dalam amplop tertutup di dalam negeri Jepang untuk berat tertentu. Dua gambar bersandingan, paling atas adalah Danau Kelimutu dan gunung Fuji, Kemudian Borobudur dan pagoda 5 tingkat Kyoto, Bunga Raflesia dan Bunga Sakura, Angklung dan Koto, dan terakhir Arwana bersanding dnegan Ikan Koi.

Sedangkan di Indonesia nominalnya adalah Rp.2500. Hmmm kalau yang diterbitkan di Jepang sih punya, tapi saya masih harus hunting dengan terbitan yang di Indonesia. Rp 2500 bisa ya untuk kirim surat di Indonesia? saya benar-benar ngga ngerti harga euy. Mungkin sekarang kalau kebetulan di Indonesia saya lebih sering terima surat dengan tiki atau yang diantar sendiri…… (kapan sih kamu terima surat mel —apalagi surat cinta — hehhehe) Sekarang jaman sms dan internet sih, perangko menjadi barang langka. Tapi, meskipun frekuensi membeli perangko sudah semakin berkurang, saya akan tetap mengumpulkan perangko sampai saya mati mungkin. Satu-satunya hobi yang saya tekuni sejak kelas 4 SD.

Mel, kamu kalau mau mempunyai hobi, lebih baik coba mengumpulkan perangko. Mama dulu punya teman yang suaminya suka sekali mengumpulkan perangko. Dia sendiri tidak tahu apa-apa tentang perangko. Yang dia tahu suaminya menghamburkan uang untuk sepotong kertas. Tapi waktu suaminya meninggal, ada kolektor perangko yang mencari koleksi suaminya. Si istri memperlihatkan koleksi suaminya, dan si kolektor berkata bahwa koleksi suaminya amat jarang, dan berharga mahal. Untung si kolektor ini orang yang jujur, semua koleksi suaminya akhirnya dapat terjual dengan harga yang tinggi, dan si istri menyadari bahwa suaminya telah meninggalkan warisan yang amat berharga. (Percakapan mama dengan imelda kecil usia SD)

Mama dan papa masing-masing punya beberapa koleksi perangko jaman perang, yang tidak pernah dia ijinkan saya menyentuhnya (untung saja karena jika waktu itu  diberikan pada saya  pasti sudah hilang. tapi sekarang buku album mama/papa ada di mana ma?pa? hihihi) Buku koleksi saya sekarang sebagian besar masih ada di Jakarta, dan semoga tidak ada yang “berani” menyentuhnya.