Senyum, lambaian dan gandengan tangan

19 Nov

Pagi ini seperti biasa aku antar Riku ke TK naik sepeda. Hari yang cerah, meskipun diberitakan bahwa pagi ini adalah pagi yang terdingin di Tokyo. Jam 8 pagi yang terang benderang saja masih menunjukkan 8 derajat. Tapi karena ada sinar matahari, terasa hangat dan sekaligus menyilaukan mata.

Jarak dari rumah ke TK Riku amat dekat jika dengan sepeda. Biasanya saya melewati jalan kecil dulu baru keluar di jalan besar. Persis di mulut jalan kecil itu ada penjual sayur hasil ladangnya sendiri. Akhir-akhir ini dia menjual broccoli, kol, buah kesemek (dalam bahasa Jepang :Kaki), dan daikon atau Lobak. Semua harganya satu 100 yen, jauh lebih murah daripada toko, dan lebih besar dan segar. Biasanya saya mampir ke sini waktu pulangnya, karena jika saya beli waktu pergi,saya kasihan pada sepeda saya. Lebih dari Hampir 100 kg sudah dia angkut masih musti ditambah dengan lobak dan kol yang berat.

Keluar ke jalan besar, saya harus menyeberangi sekolah Luar Biasa, penyandang cacat mental, atau sering disebut anak terbelakang yang bahasa Jepangnya merefer ke chiteki shogai (gangguan pada pengetahuan/otak). Di situlah saya melihat pemandangan ini. Seorang ibu yang mengantar anaknya bersekolah ke situ  pasti menggandeng tangan anaknya. Meskipun kadang anaknya lebih besar dari ibunya, sang ibu dengan sabarnya menggandeng tangan anaknya, entah dia laki-laki atau perempuan. Memang perbuatan anak-anak ini tidak dapat diprediksi… tiba-tiba bisa melompat ke jalan (dan mengganggu pemakai jalan lainnya — yang menurut saya tidaklah usah disebut mengganggu, hanya membuat kaget) , berteriak-teriak dan menangis. Hanya dengan perbuatan menggandeng tangan saja, si anak menjadi tentram dan tenang. Betapa besar arti “gandengan tangan” ini bagi si anak dan juga bagi si ibu. Tapi benarkah gandengan tangan itu hanya berarti untuk mereka? Hmmm kita yang normal pun akan merasa senang digandeng tangannya atau bergandengan tangan terlepas si teman itu pacar atau bukan. (Kalau pacaran tidak gandengan tangan juga rasanya aneh ya…) Dengan kehangatan yang menjalar dari tangan teman kita, saudara kita, anak kita, orang tua kita…. seakan memberikan energi baru yang bisa membuat kita lebih bersemangat menghadapi kegiatan satu hari. Untuk orang Indonesia mungkin bisa berpelukan di depan umum (bagi anak dan orang tua), tapi di Jepang tidak bisa. Dicap aneh. Karena itu saya rasa gandengan tangan ini bisa menjadi satu solusi untuk salah satu skinship yang bisa jalankan dengan baik di Jepang.

Sambil mengayuh memutari sekolah LB itu, saya berpapasan dengan orang tua murid lain yang sudah mengantarkan anaknya dan kembali pulang ke rumah. Biasanya mereka bersepeda juga, dan dari jauh mereka biasanya sudah tersenyum dan jika mendekat akan mengucapkan, “Ohayo…itterasshai….” (Pagi…. selamat pergi!” Mau tidak mau, kita akan ikut tersenyum dan menyapa kembali. Atau kadang kala ada yang buru-buru dan tidak sempat menyapa, dia hanya mengangkat tangan dan melambaikan tangan. Suatu gesture yang sederhana, tapi juga membuat hati hangat. Dan beberap hari terakhir, saya melihat perkembangan dalam diri Kai yang duduk di keranjang di atas roda depan sepeda. Dia pasti ikut mengangkat tangannya membalas sapaan ibu-ibu tadi, seakan mewakili mamanya, yang sering tidak membalas, karena takut keseimbangan bersepeda terganggu. Dan biasanya ibu yang memperhatikan Kai itu akan bilang, “Oriko dane…”(Anak baik ya….).  Anakku sudah mulai berinteraksi di masyarakat.

Sudahkah Anda tersenyum pagi ini? Atau melambaikan tangan pada seseorang? Mungkin sulit untuk bergandengan tangan, tapi apakah akhir-akhir ini ada orang yang Anda gandeng tangannya? Atau cukup dengan sapaan, “Selamat Pagi…..”

Indah dan cerah harimu Teman. (Kupinjam frase yang bagi saya merupakan royaltinya Yoga. Hai Yoga, Indah harimu dik!)

Riku dan Kai bermain di atas tempat tidur rebutan untuk menaiki mamanya...susah main sama anak laki...kasar hihihi
Riku dan Kai bermain di atas tempat tidur rebutan untuk "menaiki" mamanya...susah main sama anak laki...kasar dan pasti berkelahi ...hihihi

22 Replies to “Senyum, lambaian dan gandengan tangan

  1. Indah hari saya membaca entry ini (^_^) Ya, mmg gandengan tangan mengalirkan kehangatan mesra (apalagi kalo dgn pacar), saya suka mmperhatikan pasangan2 suami isteri yg sudah manula dan masih bergandengan (atau malah justru harus bergandengan krn satu sama lain harus saling menopang sbb kaki sudah tdk sekuat dulu lagi menyangga badan ya?) dan mereka nampak jauuuuuh lebih indah dari pasangan2 lain yg jauuuh lebih muda.

    Hihhi..weh, kok jadinya curhat? Selamat pagi dari Jakarta (^_^)

    -G-

    Selamat pagi dan selamat beraktifitas G… bergandengan tangan interaksi dua manusia seakan saling memberikan bantuan menopang beban baik beban berat badan sendiri maupun beban hati ya. Asal jangan lendotan terus, senang ya lihat pemandangan orang bergandengan tangan. Kalo lendotan terus malah jadi sebel liatnya hihihi (tutup mata aja deh kalo udah gini)
    tabik
    EM

  2. wah, sesuatu yang sesederhana memang bisa berarti besar jika dibungkus kasih dan sayang ya Mba? apalagi kasih ibu sama anaknya, gak ada lagi yang bisa menggantikan kehangatan skinship macam itu rasanya. bahkan sinar mentari di musim panas pun. hehehe… saya pengen ngerasain bersepeda pagi hari di jepang mendengarkan lagu snow dance nya depapepe, sembari melambai pada kakek tua yang baru keluar rumah. saya balas lambaian itu dan lemparkan koran ke rumah sebelah, ah indahnya menjadi loper koran. kekekeke :p salam -japs-

    iya japs, kamu datang musim semi atau musim gugur deh….enak dilewati dengan bersepeda pagi. Cocok buat kamu tuh. Sekarang di Tokyo warna pohon sudah mulai menguning, dan angin semakin dingin. Untung aku belum perlu pakai coat…masih tahan. Mungkin masuk desember mulai deh, pakai sarung tangan, syal dan coat….
    Indah harimu *musuko*
    EM

  3. Saya percaya …
    Senyum itu merupakan pemberian yang paling mudah … ringan … sehat … dan tanpa biaya … tetapi sangat bernilai artinya …

    Salam Saya EM
    NH

    senyum untuk mas 🙂
    EM

  4. Wah, pagi ini saya membaca dua artikel yang sama, satu dari mbak dan satu lagi mail dari seorang teman. Intinya adalah menyebarkan kebahagiaan pada orang lain di pagi hari, sehingga kebahagiaan itu akan menjalar kemana-mana.Bisa dengan senyuman, sapaan, lambaian tangan ….
    Indah sekali tulisannnya mbak.
    Oya kenapa agak aneh atau tidak bisa berpelukan di depan umum (maksudnya memeluk anak di depan umum)di Jepang?

    Karena di jepang tidak terbiasa skinship Irna. (Bayangkan saja, baru kenalan hanya bungkuk-bungkuk saja kan? mana ada bersalaman tangan apalagi cipiki cipika)
    EM

  5. Lha kok gambarnya Kai nangis? Hihihi
    Gandengan tangan…kayaknya khas ibu-ibu deh…anakku cowok saat umurnya 10 tahun ga mau digandeng saat menyeberang jalan, terus saya bilang…”Nak, ibu takut kalau menyeberang, jadi ibu nggandeng kamu.” begitu mendengar kata ibu, dia langsung memegang tangan ibu kenceng, dan bilang..”Ga usah kawatir bu, aku akan lindungi ibu…” hehehe….padahal maksudnya saya gandeng dia.

    Kebiasaan gandengan ini, membuat hati kita dekat dengan anak, dan kakak sepupuku pernah tertegun melihatku berduaan sama si sulung bergandengan di PIM…entah apa aneh ya ibu gandengan tangan sama anak laki-laki yang udah dewasa? Kalau sama anak cewek kali udah biasa dilihat umum.

    Intinya, gandengan tangan, apalagi menggelendot manja ke suami…hmm dia merasa sangat…sangat dibutuhkan.

    Saya menulis ini sambil tersenyum Imel..pagi ini indah dan tak ada gangguan listrik mati mendadak seperti kemarin.

    aduh jadi iri sama ibu bisa ngelendot manja sama suami… Saya harus puas dengan ngelendot ke Kai dan Riku aja deh hihihi. (Waktu untuk jalannya ngga ada bu)
    EM

  6. Haha..
    Jadi inget sama satu kejadian antara si Tat dan Lin pas kami jalan-jalan di mal.
    Mereka berdua saling bergandengan tangan (menggenggam jemari masing-masing, tidak seperti bergandengan tangan yang asal nyangkutin ke lengan itu, Sis)…
    Lama-kelamaan si Lin dan Tat saling berpandang-pandangan jijay dan bilang, “Prasaan kita kayak anak TK aja gandengan kayak gini…”

    …soalnya mereka bergandengan tangan sambil diayun-ayun kayak anak TK gerak jalan.. wekekekekek….

    tapi masih mending daripada yang gelendotan trus pake sun sun an hahhaha
    EM

  7. Hmmm… pas SMA sering gandengan sama temen gw (cowok), disangka homreng. Padahal kalo cewek kan biasa aja.

    Males ah sekarang gandengan tangan lagi… Kalau lambayan sih suka, pas naek sepeda juga.

    Tapi kalau malem eike ga melambai loh…!

    Wah mang kumlod musti gandeng orang yang jauh lebih tua atau cewe dong. Kalau seumuran dan lelaki, jelas dianggap hombreng hhihihi
    EM

  8. Senyuman itu memang menetramkan…gandengan tangan..rasanya nyaman dan terlindungi…Jadi inget masa2 diantar Bapak ke sekolah. Kami menyebrangi jalan sambil bergandengan tangan…

    iya rasa aman, nyaman yang tidak bisa digantikan dnegan materi
    EM

  9. Postingan ini aku setujui masuk dalam buku pertama.
    Jepang banget…
    Terutama pada bagian,”orang Jepang tidak lazim berpelukan di muka umum, bahkan untuk orangtua-anak sekalipun”…(eh, kutipannya ngarang ya?)

    heheheh buku pertama ya bang…siiip deh
    EM

  10. Ah jadi ingin digandeng, dapat senyuman dari tiap orang, berarti aku harus tersenyum juga dengan setiap orang…
    “Skinship” ya mbak…

    Indah dan cerah harimu mbak selamanya!:D
    Btw, sebenarnya aku mendapat frasa ini dari seorang sahabat. Hanya saja kalau royaltinya untukku sip deh! Thanks 😀

    Nanti aku gandeng kalo ke Indonesia ya
    heheheh (atau aku kenalin orang yang bersedia menggandengmu)
    EM

  11. Ya, enak sekali merasakan hangatnya tubuh seseorang.
    Seperti sudah mbak ceritakan, di sini kebiasaan bergandengan tangan atau saling merangkul bahu satu sama lain hampir tidak ada sehingga hubungannya terasa hambar.
    Menyentuh tubuh seseorang sepertinya baru boleh dengan pacar.

    Benarkah orang-orang di sini tubuhnya hangat?
    Kadang-kadang saya mempertanyakan begitu karena tubuh mereka pun serasa dingin seperti robot, bukan hanya cara bicaranya dan perbuatannya yang juga seperti robot.

    Mereka sebetulnya cuma butuh pemantik api yan bisa membakar tubuh mereka sehingga menjadi panas. Masalahnya siapa yang mau jadi si pemantik?
    EM

  12. di jepang, relationshipnya masih sama dengan di desa saya ya,Mbak.
    Hampir setiap hari kalau saya ada diluar rumah, bahkan diteras dalemBadran atau masih didalam pagarnya, kalau ada yang lewat pasti kita saling menegur, siapapun yang mendahului, kita wajib membalas sapaanya. Sapaan khas desa, Mbak, misalnya : ” tindak Bu ? ” (berangkat ‘Bu?), atau sekedar ‘haloo…”, rasanya memang sekedar basa-basi, tapi membuat hati ini terasa hangat karena merasa diperhatikan dan dipedulikan. Kalau ada kenalan lewat yang mungkin karena kesusu (tergesa2) dan tidak menyapa kita, kadang2 dalam hati timbul tanya..”ada apa ya ?”
    Makanya, sore ini saya pengin nyapa Mbak EM, “apa kabar,Mbak ?”, meski tanpa lambaian tangan…

    aku baik mbak ayik…cuman nih si Kai rewel dan manja terus. sampe punggungku sakit nih gendong dia terus….
    EM

  13. yang jelas sih .. saya nggandeng zia .
    kalao emaknya, hehehe.. udah jarang tak gandeng.
    btw, coba di sini orangtua tuh nganter anaknya pake sepeda juga , ngga usah pake mobil. kan mengurangi kemacetan .hehehe

    Nahhhhhh ayo gandeng mbaknya dong mascayo…aku yakin dia kangen gandengannya mascayo heheheh
    Bener mestinya naik sepeda…tapi? nanti hitam kata ibu-ibu (kepanggang sinar matahari)
    EM

  14. tersenyum dg iklas emang mengesankan, senyum ini biasanya datang dari bawahan pada seorang big boss, tapi senyum yg dipaksakan itu terasa gak enak agak berbau sinis. Mari tersenyum dengan iklas tidak hanya sekedar basa-basi 😀 😀 😀

    apalagi senyum diplomatis ya? tidak nyaman sama sekali.
    EM

  15. Tulisan yg “menghangatkan” Bandung yg sedari tadi siang, sore dan malam ini hujan terus meskipun nggak terlalu deras … samuii (eh bener nggak ya spelling-nya).

    samuiidesuka? tapi pasti lebih samui di Tokyo sekarang pak. Cuma 10 derajat rata-rata.
    Senang bisa menghangatkan seisi Bandung hheheheh
    (Pak…sekarang vending machine nya separuh udah minuman panas loh, ada kopi, cocoa, sup jagung, jus jeruk panas dll…kapan ke sini lagi pak?)

    EM

  16. heh….yah itu adalah kekuatan dari sesuatu yg sederhana, kecil, murah, mudah, tapi..sangat besar artinya. senyum adalah energi positif yang bisa membuat orang lain jadi senang..ada lagi, ucapan terima kasih dan maaf.

    senyum untuk dewi…
    EM

  17. Saya baru ‘ngeh’membaca tulisan mbak Imel ini. Rupanya, orang Jepang itu ramah, tapi nggak suka bersentuhan ya? Apa betul begitu?

    Betul begitu mbak.. nanti saya coba tulis lagi deh
    EM

  18. Ya memang orang Jepang malu kalau orang lain bisa lihat rasa kasih sayang kita ya, padahal orang Jepang pun tahu POWER gandengan tangan sehingga ada kata ‘TEATE’, artinya kalau kita kasih tangan ke tempat sakit bisa sembuh dengan kehangatan dan cinta kita. Aku udah baaanyak kali peluk papa dan mama di Jakarta tapi jarang sekali peluk sama ton dan kan, tapi waktu kan sakit aku ketemu sama ton yang hisashiburi dan aku peluk ton. Ton dan aku nangis tanpa bicara. Sebenarnya bagi orang Jepang juga skinship itu perlu dan natural ya..

    Iya padahal buku porno dikasih liat di mana-mana, tapi bersentuhan tidak bisa kasih liat…aneh kan? kontradiksi sekali kan?
    EM

  19. “Sudahkah Anda tersenyum pagi ini? Atau melambaikan tangan pada seseorang? …apakah akhir-akhir ini ada orang yang Anda gandeng tangannya? Atau cukup dengan sapaan, “Selamat Pagi…..”

    Oh, selalu… 🙂

    Hmmmm ngga keliatan dari sini Danny
    EM

  20. Indah nian hidup ini jika pagi sudah diawali senyum 🙂
    Masalah tidak suka bersentuhan ini saya pernah baca di bukunya Donald Trump .. dia sangat mengapresiasi orang Jepang.
    Apapun caranya, menghormati budaya lain mungkin itu pilihan yang baik.
    Trims artikelnya yang mengenalkan sisi lain orang Jepang.
    Salam 🙂

  21. Hi Mbak Imel, salam kenal 🙂
    Slalu suka baca blogs Mbak stlh direkomendasikan sama Liona.
    Tiap brgkt ke kampus di jam yg sama, saya biasa ketemu Bapak penyapu jalan yg selalu menjawab dgn ramah kalau disapa ‘ohayo gozaimasu.’
    Trus ketemu seorang Ibu yg setia mengantarkan anaknya yg penyandang cacat mental ke mobil jemputan di meeting point yg sy lewati. Melihat bentuk kasih sayang ibu itu membuat saya trenyuh dan bertanya pd diri sendiri: bisakah saya sesabar sang ibu dlm mengasihi? 🙂

Tinggalkan Balasan ke yayats38 Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *