Sudah lama rasanya tidak menulis di Blog ini. Bukannya tidak ada yang mau dituliskan tapi tidak ada waktunya untuk menulis. Selain beberapa hari terakhir ini saya menderita sakit kepala tak jelas sebabnya. Mungkin karena perubahan cuaca drastis, mungkin karena kurang tidur, mungkin karena stress, mungkin karena mikirin dompet (duh dompet aja dipikirin yah hehehe). Akhirnya harus mengandalkan pada Bufferin, obat penghilang rasa sakit yang umum dipakai di Jepang.
Pagi ini waktu membuka newspaper online berbahasa Jepang, saya menemukan sebuah artikel menarik tentang Kursi Roda (bekas) yang dikirim dari Jepang ke Indonesia. Menariknya menurut saya karena si pengirim, saya kenal sekali. Arisa Tozu san, (21 th, mahasiswa tahun ke 4) mantan murid bahasa Indonesia di kelas bahasa Indonesia di Universitas Senshu. Senang karena membaca berita bahwa dia bulan Maret lalu pergi ke Jogjakarta, tepatnya di Sekolah Luar Biasa 3 DIY, dan bertemu dengan murid-murid di sana. Dia juga menyapa mereka dalam bahasa Indonesia. Selama 10 tahun, dia sudah mengirim 30 buah kursi roda ke Jogjakarta, dan bulan Maret itu, dia mengantarkan sendiri kursi roda yang ke 30.
Tozu san memang menderita cacat tubuh spinal muscular amyothrophy sejak lahir. Untuk bepergian dia harus dibantu oleh suster dan menggunakan kursi roda sejak kecil. Asalkan ada bantuan dan kursi roda itu, dia berhasil menyelesaikan SD, SMP, dan SMU untuk murid biasa. Kursi Roda yang dia pakai pertama kali di TK, merupakan kursi roda pertama yang dia kirimkan ke Jogjakarta. Itu bermula waktu dia pergi ke Jogjakarta bersama keluarganya, mengikuti ayahnya yang dosen Kajian Asia Tenggara, di universitas Kokushikan. (Bapaknya juga aktif mempromosikan batik di Jepang, serta menjalin kerjasama dengan Universitas Gajah Mada). Waktu melihat keadaan di Jogjakarta, dia berkata bahwa dia sadar hampir tidak pernah melihat kursi roda di tempat umum. Kursi Roda di Indonesia sangat mahal, apalagi yang diperuntukkan khusus untuk anak-anak. Tidak terbeli. Hal ini juga terjadi di Sekolah Luar Biasa. “Bahkan ada murid yang belum pernah melihat laut”. Sedangkan di rumahnya ada kursi roda yang tidak terpakai karena sudah tidak pas dengan badannya, dibiarkan rusak atau tertutup debu. Karena itu dia mengirimkan kursi roda bekas, dengan menitipkan pada sebuah yayasan sukarela yang mengumpulkan dan mengirimkan kursi roda ke luar negeri yang bernama “Kursi Roda Tebang ke Angkasa”. Arisa san sendiri bercita-cita menjadi penulis novel, dan ingin menuliskan masyarakat yang wajar dimana orang cacat dan sehat bisa hidup bersama secara harmonis.
Sekarang Arisa san mengikuti kuliah di Universitas Senshu dengan naik bus dan kereta api. Memang transportasi di Jepang khususnya Tokyo sudah memikirkan kenyamanan penumpang yang menderita cacat tubuh. Selain ada tempat khusus untuk kursi roda di dalam bus dan kereta, jika memberitahukan sebelumnya, maka petugas stasiun akan menyediakan eskalator (biarpun satu arah, eskalator bisa diubah naik-turun khusus untuk kursi roda) atau menyediakan papan penghubung antara peron dan kereta api, bahkan ada beberapa bus khusus yang mempunyai lantai rendah sehingga kursi roda dapat masuk tanpa halangan) Memang perlu kesadaran bagi kita yang mendampingi bahwa penumpang dnegan kursi roda membutuhkan waktu sehingga tidak bisa terburu-buru. Waktu Arisa san akan mengikuti kuliah saya, saya juga mendapat surat dari pihak universitas untuk memikirkan (bukan memudahkan) keadaan Ariusa san waktu mengikuti kuliah dan ujian. Saya juga senang karena waktu Arisa san mengikuti kuliah saya, teman-teman satu kuliah benar-benar saling memperhatikan. Dipimpin oleh Takeda san (murid yang satu ini memang hebat dalam memikirkan keadaan orang lain) mereka bahkan merencakan kegiatan bersama misalnya pergi ke Kebun Binatang, atau makan-makan di restoran Indonesia, bahkan membuka warung Indonesia di Festival Kampus. Saya membantu membuat sate ayam dan soto ayam. Arisa juga ikut datang ke rumah saya untuk bersama teman-temannya menusuk sate yang sudah dibumbui.
Pertemuan saya dengan Arisa san menyadarkan saya juga bahwa penderita cacat juga mempunyai hak, bakat, dan kewajiban yang sama dengan mereka yang normal. Bahkan saya terkagum dengan hasil gambarnya yang begitu bagus. Dan sembari saya melihat masyarakat Jepang, saya juga berpikir bagaimana dengan penderita cacat di Indonesia. Masih banyak yang harus kita pikirkan dan lakukan untuk mereka. Semoga saja tujuan orang-orang Jepang yang mulia ini untuk mengirimkan kursi roda bekas ke negara kita dapat berkembang terus, dan dapat berjalan dengan baik. Jangan sampai kursi bekas pun menjadi sasaran nyamuk-nyamuk nakal yang ingin mendapatkan keuntungan daripadanya. (saya sedang kesal dengan petugas Bea Cukai setelah membaca postingan dari teman saya Erwin di Multiply)
車椅子:インドネシアに贈り続け10年 戸津さん、世界広げる手助けしたい /神奈川
◇インドネシアの障害児に贈り続け10年--専修大4年・戸津亜里紗さん
小学生のとき「私が乗れなくなった車椅子を贈ろう」と考えたのが始まりだった。東京都町田市の専修大ネットワーク情報学部4年、戸津(とづ)亜里 紗さん(21)が、インドネシアの障害児へ中古車椅子を贈り続けて10年になる。今年3月には30台目を携え、贈り先の学校を初めて訪ね、歌やダンスで歓 迎を受けた。電動車椅子で行動範囲が広がった喜びを、海の向こうにも伝え「世界を広げる手助けをしたい」と話す。【笈田直樹】
3月中旬、同国ジョクジャカルタ特別州の国立第3障害児学校。「日本から来た戸津亜里紗です。電動車椅子の操作をレクチャーします」。現地語で自 己紹介すると、歓声が上がった。戸津さんが持参した電動1台を含む6台の車椅子に、子供たちは順に身を預け、興奮しながら乗り心地を試した。
脊髄(せきずい)の運動神経細胞に障害がある脊髄性筋萎縮(いしゅく)症で、生まれつき全身の筋力が弱く車椅子に乗る。今は電動車椅子でバスと電 車を乗り継ぎ、川崎市多摩区のキャンパスに通う。小中高も「介助があれば移動も勉強もできる」と普通学校へ。小学5年で電動車椅子と出会い「自分で行き先 を決めて自由に行動でき、視野も広がった」と笑顔で振り返る。
入れ違いに幼稚園から使っていた中古を同国へ贈ったのが1台目だ。国士舘大教授(東南アジア地域研究)の父正勝さん(66)の研究対象である同国 を家族で訪れる度、車椅子をほとんど見ないことに気づいていた。同国では特に子供用は高価で貴重なため、障害児学校にさえ車椅子が行き渡っていないから だ。「外出できなくて海を見たことがない子もいる」という。
一方、日本では成長に合わせて乗り換え、中古は廃棄されるか、ほこりをかぶっている。戸津さんは自分の中古に加え、知人からも譲り受けて贈るよう になった。中古車椅子を修理して海外に送るボランティア団体「空飛ぶ車いす」(東京都)を知ってからは、同団体経由で贈っている。
夢は小説家。「健常者と障害者が当たり前に共存している普通の社会を描きたい」と目を輝かせる。また車椅子や電動車椅子のバッテリーの寄付を呼びかけている。問い合わせは専大広報課(03・3265・5819)へ。毎日新聞 2008年5月18日 地方版
wah..mulia sekali yah si Arisa Tozu, keren banget..
iya yah.. di Indonesia sangat minim sekali fasilitas buat para penyandang cacat, busway aja gak sepenuhnya tersedia tangga yang landai gitu..
ya, dan kebetulan bapaknya memang mempunyai hubungan dengan Jogjakarta sehingga proyek pengiriman bisa lancar. Sebetulnya banyak sekali kesempatan untuk menyumbangkan misalnya alat2 praktikum bagi sekolah2 ke Indonesia, tapi biasanya akan terbentur proses, biaya pengiriman, penanggung jawab dan nyamuk-nyamuk nakal itu.
Nyamuk-nyamuk nakal ?
Ahhh aku paling benci melihat tampang-tampang mereka …
Hawong TKW aja dikerjain …
Ya semoga saja nyamuk-nyamuk nakal ini segera pergi ya Em …
Iya soalnya disemprot pake Baygon juga ngga mempan lagi mas. Mungkin kalau anggota keluarganya yang kena baru mereka insyaf ya???? Atau jangan-jangan malah nyuruh nyamuk lain untuk hisap darah dari anggota keluarganya untuk kemudian minta bagian??? Udah ngga punya hati nurani lagi sih.
Kok, untuk aktivitas sosial seperti ini masih saja ada nyamuk2 nakalnya. Menyebalkan sekali “oknum” bangsa kita ini. Apa perlu ada hakim seperti dalam film “Dark Justice” di Indonesia ya?
Jangan salah, sedangkan sumbangan untuk korban sosial aja ada aja kok yang menilep. Justru itu kesempatan kan? Pernah dnegar berita-berita spt ini waktu tsunami Aceh ngga? Makanya kalau mau sumbang lebih baik langsung kasih ke tangan korban, jangan lewat “pejabat” daerah. Masalah di Myanmar kan juga begitu, mereka bahkan menolak bantuan asing. Yang jadi korban ya masyarakat kecil, dan anak-anak…duh ngenesin deh
Pingback: Perbedaan Usia | Twilight Express
wow
massive living spirit
if you have figured out something like this, you should reconsider your life
this life story slaps a bit large trout to be stronger to face life, isn’t it?!
tante sudah membuktikan warna-warni hidup tante
saya lihat, sangatlah bermakna dan berarti
eventually, don’t give up
the way is still long
life is a choice
tante pasti bisa! gambatte!!! *.*
orang liat wajah tante aja bisa tau kalo tante itu orang yang huebat!
~LiOnA~