Riku’s Weekend 18 May 2008

19 Mei

Mama pusing terus, jadi papa berbaik hati mengajak Riku keluar hari Minggu. Mungkin karena papa ada rasa bersalah juga karena hari Sabtu kerja sampai jam 10 malam… yang biasanya hari Sabtu di dunia itu adalah hari libur. Tapi karena mau memperbaiki lampu rem mobil, jadi sekitar jam 11 pergi dulu ke Servica VW Duo di Tanashi. Ganti lampu rem kiri 1500 yen, tapi dapat hotdog dan orange juice gratis di situ karena ada Cafe Indy dalam rangka peringatan ulang tahun dealer VW di Tokyo. Waktu lihat foto VW Combi ini jadi nostalgia deh….

Setelah ganti lampu, sempat mampir ke rumah lalu pergi ke Kodomo Dobutsuen (Children Zoo) di Itabashi-ku. Wah kata Gen, Itabashiku banyak sekali tempat-tempat seperti ini. Tapi kalo menurut aku sih, di Nerima-ku juga banyak. Kita aja yang ngga tau. Si Riku senang ke dobutsuen, dan kali ini dia bangga sekali bisa kasih makan kambing, main dengan marmut, dan memotret papanya juga. Sayang sekali mereka berdua terlambat sampai sehingga tidak bisa mendaftar untuk naik kuda pony. Katanya lain kali mau ke sini lagi.

Sedangkan mama? di rumah paling main sama Kai. Tapi hari minggu malam mama marah sekali sama Kai karena tidur baru jam 1 malam. Sementara yang lain sudah tidur si Kai teriak-teriak ngobrol sendiri…. Padahal mama ada kerja editing yang harus diserahkan jam 8 pagi….sehingga harus begadang deh.

Jangan Beri Anak Anda HP

19 Mei

Handyphone atau telepon selular (ponsel) memang sudah menjadi barang kebutuhan utama bagi masyarakat kota. Jika dahulu waktu ponsel ini mulai marak di Jepang saya tidak menganggap perlu, sekarang rasanya tidak bisa keluar rumah tanpa dia (jadi ingat iklan apa ya di Indonesia, jangan tinggalkan rumah tanpa dia….) Karena dahulu setiap 100 m di setiap pojok jalan pasti ada telepon umum. Di peron stasiun, di mall, di sekolah, di mana-mana ada saja telepon umum. Saya mulai mempunyai ponsel karena saya menang undian lalu dikirim pesawat telepon yang sudah bernomor. Modelnya masih tebal seperti wireless phone rumahan. Jadilah saya pakai, meskipun kebanyakan hanya untuk menerima. Juga saya pakai dalam keadaan darurat, seperti terlambat dalam janji sehingga harus memberitahukan yang menunggu saya. Dan memang lambat laun keberadaan telepon umum yang tadinya banyak dimana-mana semakin berkurang….

Saya ingat pernah ada “peraturan” untuk tidak berbicara keras-keras memakai telepon di tempat umum atau dalam kereta. Karena waktu itu memang ponsel begitu mewabah sehingga nenek-nenek juga membawa telepon genggam itu dan karena tidak jelas terdengar di dalam kereta, mereka harus berteriak-teriak sehingga orang satu gerbong tahu pembicaraan mengenai apa. Kemudian timbul fungsi mengirimkan pesan singkat kepada teman yang memakai operator telepon sama (semacam sms) lalu fungsi email untuk mengirimkan email kepada mereka yang operator teleponnya lain. Dengan fungsi modern ini, suara-suara percakapan telepon yang mengganggu di dalam gerbong kereta pun hilang, diganti dengan dering telepon bermacam-macam, dan suara ckckckck orang menekan tombol HP untuk menuliskan email. Dengan adanya fungsi camera, kemudian kita juga bisa mengirim gambar atau video yang disebut Sha-me-ru…., dengan fungsi internet kita bisa membaca berita up-to-date…., dan kemudian sekarang dengan fungsi TV, selain bisa menonton TV, kita juga bisa berbicara sambil melihat teman bicara kita, real time.

Nah, kenapa judul posting saya hari ini adalah “Jangan beri anak anda HP?” Ini adalah himbauan dari sebuah Perkumpulan Pemerhati Pendidikan yang diketuai Rektor Keio University. Sebaiknya orang tua tidak memberikan anak-anak usia SD dan SMP memiliki ponsel. Sebabnya adalah meningkatnya kejahatan yang memakai ponsel. Tadinya saya sendiri merasa heran dengan imbauan ini. Sebab setahu saya, ponsel di Jepang sekarang memiliki fungsi GPS sehingga bisa mengetahui keberadaan sang anak dimana. Jadi bagus untuk security. Tapi waktu saya diskusikan dengan suami saya, ternyata fungsi Plus nya hanya sedikit.

Continue reading

Kursi Roda dari Jepang

19 Mei

Sudah lama rasanya tidak menulis di Blog ini. Bukannya tidak ada yang mau dituliskan tapi tidak ada waktunya untuk menulis. Selain beberapa hari terakhir ini saya menderita sakit kepala tak jelas sebabnya. Mungkin karena perubahan cuaca drastis, mungkin karena kurang tidur, mungkin karena stress, mungkin karena mikirin dompet (duh dompet aja dipikirin yah hehehe). Akhirnya harus mengandalkan pada Bufferin, obat penghilang rasa sakit yang umum dipakai di Jepang.

Pagi ini waktu membuka newspaper online berbahasa Jepang, saya menemukan sebuah artikel menarik tentang Kursi Roda (bekas) yang dikirim dari Jepang ke Indonesia. Menariknya menurut saya karena si pengirim, saya kenal sekali. Arisa Tozu san, (21 th, mahasiswa tahun ke 4) mantan murid bahasa Indonesia di kelas bahasa Indonesia di Universitas Senshu. Senang karena membaca berita bahwa dia bulan Maret lalu pergi ke Jogjakarta, tepatnya di Sekolah Luar Biasa 3 DIY, dan bertemu dengan murid-murid di sana. Dia juga menyapa mereka dalam bahasa Indonesia. Selama 10 tahun, dia sudah mengirim 30 buah kursi roda ke Jogjakarta, dan bulan Maret itu, dia mengantarkan sendiri kursi roda yang ke 30.

Continue reading