Semua juga tahu childish itu kekanak-kanakan, tapi biasanya ini disebutkan untuk orang dewasa yang sifatnya masih kekanak-kanakkan bukan? Bukan oleh anak kecil usia 3 tahun kepada teman-temannya kan? Tapi inilah yang disebut Kai ketika kutanyakan padanya, “Kenapa sih Kai tidak mau ikut lomba lari dan acara gerak lagu Nintama Rantarou? ”
“Aku kan sudah besar. Permainan seperti itu kekanak-kanakkan….”
dan aku tertegun… iya juga sih, kekanak-kanakan. Anak balita dikenakan baju plastik bertuliskan “Ninja” lalu disuruh gerak mengikuti lagu. Atau balita itu disuruh lari dan melalui rintangan-rintangan lucu, kemudian sebelum garis finish akan dipakaikan sayap kupu-kupu oleh gurunya…. lalu cheezeee… difoto oleh orang tuanya. Cute! … tapi tidak cute menurut Kai.
Aduh! Kai..kai… kamu itu masih 3 tahun. Bertindaklah sesuai umur kamu. Bikin gemes kita semua. Jangan serius-serius seperti Riku bahkan papa dan mama dong.
Hari Sabtu tanggal 2 Oktober, kami berkumpul di Taman Oizumi Sakura Undou Kouen, naik mobil15 menit dari rumah kami. Karena hari itu ada acara pertandingan olah raga untuk anak-anak penitipan pre-school Himawari, tempat aku menitipkan Kai setiap hari kerja. Memang menjelang tanggal 10 Oktober atau Hari Olahraga, di mana-mana terlihat sekolah mengadakan pertandingan olahraga.
Untung sekali cuaca bersahabat, karena tahun lalu memang acara ini terpaksa diadakan di dalam ruangan karena hujan. Selain itu juga bertepatan dengan acara pertandingan olahraga SDnya Riku sehingga kami tidak bisa datang. Begitu kami sampai di lapangan rumput tempat penyelenggaraan Undokai (pertandingan olahraga/class-sport-meeting) kami melaporkan kehadiran kami pada guru-guru yang telah mempersiapkan baju untuk pertunjukan, dan topi sekolah kami berwarna biru. Duhhh mulai saat ini Kai tidak mau berpisah dari kami, apa lagi memakai topi. Terpaksa waktu acara “defile peserta” aku menggendong dia dan ikut barisan. Tapi karena memang balita, tentu saja banyak ortu yang menggendong anaknya terutama untuk kelas Hiyoko (anak ayam) 6 bl -1 tahun, kelas Usagi (kelinci) 2-3 tahun) . Kai sebetulnya termasuk kelas Zoo (gajah) 3-5 th, tapi …. yang paling cengeng/rewel. Masih terbawa terus rewelnya setelah pulang dari Indonesia. 🙁
Acara pertama adalah pemanasan bersama, dan saat ini terpaksa Kai digendong oleh papanya. Maunya sih pasang foto papanya yang malah mengikuti gerakan bersama Riku, tapi dimarahin hihihihi.
Sesudah acara pemanasan bersama itu kelas Gajah mengikuti lomba lari. Nah di sini juga Kai tidak mau ikut, sehingga terpaksa dibantu oleh gurunya. Duh… (Tapi kalau mengingat kembali waktu Riku kecil juga dia pernah nangis terus tidak mau ikut acara sport…. )
Acara selanjutnya gerak dan lagu dengan pakaian plastik bertuliskan Ninja itu. Sama sekali tidak mau ikut, malah lari sendiri ke mana-mana.
Sebagai yang terakhir adalah gerak menggunakan selembar kain bulat yang nantinya akan menjadi balon besar. Untung saja ada gurunya yang langsung menggendong Kai dan menggandeng Kai terus untuk ikut acara ini. Jadi dia bisa sedikit berpartisipasi dalam acara olahraga ini.
Tapi waktu terakhir gurunya membagikan hadiah hiburan untuk semua anak-anak, dia yang paling depan antri bersama Riku. Huh dasar.
Kai sedang masuk masa perlawanan, sehingga sampai di rumah pun dia rewel dan menangis terus. Marah jika keinginannya tidak terpenuhi. Di situ akhirnya aku tanya dia dengan lembut (setelah ribut satu jam penuh) kenapa dia tidak mau ikut pertandingan lari, dan acara ninja itu.
Kekanak-kanakkan….Childish….. Duh aku memang harus lebih sabar menghadapi anakku yang satu ini. Kai sudah pintar menjawab dengan logis, mungkin karena pengaruh tinggal bersama Riku, kakaknya…..tidak ada yang seumuran. Makanya aku sadar dan bisa mengerti kalau dia menganggap teman-temannya di penitipan masih bayi 🙂
BTW: Dia sudah bisa menghitung satu-dua-tiga-empat-lima-tujuh-delapan-sembilan-sepuluh dalam bahasa Indonesia loh…. tinggal enam yang belum bisa hehehe (baca tulisannya mas trainer di sini: The Missing Four)
Kalau pertandingan tarik tambang, kurasa semua sudah banyak yang tahu, dan sering dimainkan untuk perlombaan di sekolah-sekolah atau pertemuan atau perayaan agustusan baik oleh anak-anak maupun orang dewasa. Jumlah peserta? Tak terhingga, sepanjang tambangnya bisa menampung hehehe. Tarik tambang di Indonesia dan Jepang ya tentu sama saja. Tapi asyiknya di sini, tambangnya besar dan berat yang digulungnya aja pakai reel. Waaah pengen deh kirim satu unit ginian ke sekolah Indonesia.
Nah, pada hari pertandingan olah raga di SD nya Riku yang diadakan hari Minggu, 26 September aku menemukan satu pertandingan yang cukup seru dan mungkin bisa diaplikasikan ke sekolah-sekolah di Indonesia. Bahannya murah dan ada dimana-mana, tinggal dicat saja menjadi setengah merah dan setengah putih. Yaitu tarik galah atau tongkat atau bambu.
Seperti yang sudah aku tulis di postingan “Merah Putih dan Kebersamaan” yang merupakan laporan sport meeting tahun lalu, satu angkatan dibagi menjadi 2 kelompok, kelompok merah dan putih. Nah, kali ini kelas 4 saja yang mengadakan pertandingan tarik galah ini. Empat A-B-C yang tiga kelas itu dibagi menjadi kelompok merah dan putih, dan berkumpul di dua sisi, kanan dan kiri. Galah berwarna merah dan putih diletakkan di tengah lapangan.
Begitu peluit berbunyi, anak-anak berlomba mengambil galah dan membawanya ke kubunya. Jika sudah berhasil meletakkan galah itu, mereka boleh kembali dan mengambil galah yang lain untuk dibawa ke kubunya. Tentu saja semakin banyak lawan semakin sulit. Kecepatan dan kekuatan menjadi kunci dari permainan ini. Yang menariknya galahnya ada 11 batang! Selesai perlombaan dihitung kelompok mana yang terbanyak mengumpulkan galah.
Semua pertandingan oleh berbagai kelas dan jenis olahraga diikuti oleh kelompok merah dan putih. Nanti semua nilai kelompok merah dari kelas 1 s/d 6 dijumlah, lalu disandingkan dengan jumlah semua nilai kelompok putih dari kelas 1 s/d 6. Tahun lalu yang menang kelompok merah (Riku tahun lalu dan tahun ini kelompok merah), tapi tahun ini yang menang kelompok putih. Jadi juaranya bukan kelas 6 A saja misalnya, tapi secara keseluruhan.
Dalam satu kelas, misalnya Riku di Kelas 2 B muridnya terbagi menjadi dua kelompok merah dan putih. Tadi pagi aku tanyakan pada Riku, bagaimana sensei membagi kelompoknya? Apakah berdasarkan kemampuan lari, jika ada 2 anak yang tercepat, maka ke dua anak itu dipisahkan sehingga masing-masing kelompok balance (begitu yang aku dengar cara pembagiannya). Tapi ternyata menurut Riku hanya berdasarkan tinggi badan. Mereka memang terbiasa berbaris menurut tinggi badan. Setelah berbaris maka jika yang terdepan masuk kelompok merah, maka yang kedua di belakangnya masuk kelompok putih. Merah-putih-merah-putih terus sampai murid ke 33 (jumlah murid satu kelasnya Riku. Entah apakah cara pembagian ini wewenang guru atau kesepakatan bersama.
Waktu kutanya Gen, sejak kapan murid-murid dibagi menjadi dua kelompok merah dan putih, jawabnya ya mungkin dari dulu. Tapi dulu dibagi per kelas. Jadi misalnya kelas 6 A-B-C-D, maka A dan B masuk kelompok Putih dan C dan D masuk kelompok Merah.
Setiap kelas mengikuti pertandingan yang beragam, disesuaikan dengan kemampuan rata-rata anaknya. Misalnya untuk kelas 1 dan 2 mengikuti pertandingan lari 50 meter, sementara yang kelas 6 lari 100 meter. Riku mengikuti lomba lari dan sampai di garis finish yang ke empat dari 6 peserta. Hmmm musti diet nih si Riku.
Selain acara lomba begitu, biasanya tiap kelas membuat sebuah komposisi olahraga pertunjukkan. Tahun ini kelas 2 membawakan pertunjukan berjudul “Furi Furi Flag”. Kostumnya seragam sailor (kerah khusus seperti pelaut yang kami, orang tuanya diminta untuk membantu membuatkan). Yang menarik, mereka (guru-guru) selalu memilih lahu populer yang memang bersemangat. Lagunya Ultra Music Power dari Hey!Say! Jump. (Yang mau tahu lagunya silakan lihat di sini)
Melihat gerakan mereka memang membuatku teringat pada ketrampilan semaphore di Pramuka dulu. Ihhh, dulu aku hafal loh semua, kok sekarang lupa ya hehehe.
Acara pertandingan olah raga di SD nya Riku ini dibagi 2 bagian. Bagian pagi, dan siang. Jadi kami diberi kesempatan untuk makan siang (bento/bekal) selama 1 jam. Tapi karena aku capek sekali, gen, aku dan kai pulang ke rumah untuk makan siang bentonya di rumah saja. Dan di situ aku merasa tua banget, karena punggungku sakit akibat menyandang ransel berat berisi bekal untuk kami bertiga. Jadi aku tinggal di rumah bersama Kai, dan tidur. Gen saja yang kembali ke sekolah Riku untuk menonton bagian ke dua, dan juga membantu panitia selama 30 menit menjaga jalan di sekitar SD.
Jadi aku sendiri tidak lihat bagian siang dan memang bagian ini lebih bersifat umum, bukan perkelas. Seperti menggulirkan bola raksasa per kelompok. Kelompok yang paling cepat membawa bola raksasa itu yang juara. Biasanya pertandingan memakai bola raksasa ini yang menjadi penentu kemenangan kelompok putih atau kelompok merah. Tapi tahun ini sejak awal sudah kelihatan bahwa kelompok merah akan kalah. Kelompok Putih jauh lebih kuat, sehingga bendera kemenangan tahun ini dipindahtangankan dari kelompok Merah sebagai juara tahun lalu ke kelompok Putih.
Well, yang aku dengar dari Riku sih, murid-murid bersemangat mempersiapkan pertandingan dan tidak ada ejek-mengejek karena kalah atau menang, tapi yang penting kebersamaan dalam melakukan suatu acara. Semangat bersatu itu dilatih setiap tahun dengan acara pertandingan OR, sport meeting atau Undokai ini.Aku selalu merinding setiap melihat seruan-seruan kelompok yang membakar semangat anak-anak untuk “do their best”.
Jadi selama 10 tahun ke depan, aku dan Gen pasti akan datang dan ikut serta (paling sedikit menonton) kegiatan anak-anak kami selama mereka SD. Undokai memang merupakan kegiatan anak SD di seluruh Jepang yang tidak bisa dilewatkan, yang merupakan salah satu kegiatan menyambut Hari Olah Raga tanggal 11 Oktober 2010 (tanggalnya berubah setiap tahun, tapi ditentukan hari Senin minggu kedua bulan Oktober).
Untuk Kai, karena dia adalah anggota pre-school (penitipan) maka akan diadakan undokainya hari Sabtu tgl 2 Oktober. Dan ini juga lucu sekali, karena tentu saja anak-anak di penitipan masih terlalu kecil untuk berolahraga. Moga-moga hari Sabtu itu Kai sehat dan udara cerah sehingga kami sekeluarga bisa ikut meramaikan acara undokai hoikuen (penitipan) Kai. Dan sebagai penutup aku sertakan video clip waktu Riku masih di hoikuen (6 Oktober 2006) dan menarikan “goyang pinggul”.(Kalau Riku tahu malu ngga ya dia? hahaha)
***warning: cerita ini tentang Jepang, bukan Indonesia!***
Ya memang saya selalu heran, kenapa topi sekolah untuk sehari-hari atau olah raga baik TK maupun SD di sini berwarna merah dan putih, reversible, bisa dibolak balik. Dan kenapa tidak ada warna lain, semisal biru dan putih? Baru saya sadar kemarin waktu pelaksanaan undokai, sport meeting di SD Riku, bahwa memang hanya diperlukan merah dan putih saja.
Nasionalis? mungkin… tapi mengingat warna manju (kue jepang) waktu selamatan berwarna merah (muda) dan putih, lalu pita yang menghias amplop angpao juga merah dan putih. Belum lagi kain bergaris-garis merah putih dipakai untuk tirai penutup dinding dalam acara-acara pesta atau selamatan. Nasi merah untuk selamatan mungkin juga bisa dihitung (padahal di Indonesia ada bubur merah putih loh) Jepang kelihatannya memang tidak bisa berpisah dari warna merah dan putih. (Setelah aku tanyakan pada Gen, ternyata bisa balik ke sejarah perang besar keluarga Genji dan Heike — sekitar abad 12—yang masing-masing membawa bendera putih dan merah)
Kalau dulu waktu saya SD dan SMP (di Indonesia) pernah mengadakan class meeting, biasanya yang dipertandingkan adalah olahraga umum seperti volley, basket, atletik dll. Lalu karena per kelas, maka setiap kelas berlomba-lomba untuk menjadi juara. Yang kemudian di akhir acara akan dibagikan piala dan piagam. Dan biasanya juara dalam perorangan akan tampil sebagai individu dari kelas sekian, untuk menerima hadiah.
Tapi di Jepang lain! Memang saya pernah belajar bahwa sifat manusia Jepang adalah “tidak berdiri sendiri di depan” dan “bergerak secara kelompok”, jadi pemahaman saya di sekolah pun tidak ada yang namanya “pertandingan”. Tapi kali ini saya salah. Pertandingan ada tapi bukan antar individu melainkan antar kelompok.
Sejak awal murid dari kelas satu sampai enam sudah dibagi menjadi dua kelompok. Aka gumi “Kelompok Merah” dan Shiro gumi “Kelompok Putih”. Riku termasuk dalam kelompok Merah. Jadi topi yang dipakai yang merah. Dan ternyata pembagian antara kelompok merah dan putih, dilakukan oleh guru mereka dengan pertimbangan yang matang. Menurut desas desus di antara ibu-ibu, misalnya kecepatan waktu berlari… yang paling cepat ada 4 orang, maka dibagi dua. semua dibagi dua dengan kemampuan yang hampir sama. Karena itu perbedaan nilai juga tidak menyolok. Dan saya rasa ini bagus sekali. Toh pertandingan yang diadakan di SD bukan untuk mencari atlit-atlit olimpik! Hebat euy.
Karena acara undokai sudah dibuka di hari Sabtu sebelumnya (lihat posting sebelum ini), maka begitu anak-anak berkumpul, dimulai dengan senam pemanasan (hmm ini biasa lah), kemudian dilanjutkan dengan “perang dukungan”, Ouen Gassen 応援合戦 antara kelompok Merah dan Putih. Wah yang ini aku belum pernah lihat, jadi merinding deh. Maksud diadakan perang suporter ini adalah untuk membuat peserta bersemangat dalam mengikuti pertandingan.
“Merah itu apa???” si pemimpin bertanya
“Merah itu Matahari” jawab setengah jumlah murid yang memakai topi merah.
“Matahari itu apa?”
“Matahari menyinari bumi, membara….”
“Membara, menang! Merah harus menang!” teriak mereka.
Wahhhh berdiri deh bulu kudukku merasakan semangat mereka. Belum lagi si pemimpin berlari di depan tempat duduk kelompok merah dan mereka bergelombang berdiri mengikuti arah pemimpin. THIS IS IT! Semangat ini perlu ada, semangat berjuang.
Tentu saja kelompok putih juga menyanyikan yell yell yang sama, yang intinya menyemangati peserta kelompok putih untuk menang.
Setelah selesai acara “perang dukungan” ini, baru ada acara pertandingan tiap angkatan. Misalnya lari 50,80,100 m untuk tiap kelas. Pertandingan tarik galah (sebagai ganti tambang…lucu juga loh), dan pertandingan banyak-banyakan memasukkan bola merah/putih ke dalam keranjang. Pertandingan-pertandingan ini semua antara kelompok merah dan putih.
Tapi selain pertandingan ada pula semacam “pertunjukan”. Berupa tarian tradisional/modern yang dipadukan dengan gerak-gerak olahraga yang dinamis dan lagu back ground yang semangat. Acara pertunjukan oleh kelasnya Riku berjudul Furi-furi Rock and Roll… mereka bergoyang dengan iringan lagu rock and roll, goyang pinggul, tangan, kepala dan bergaya bagaikan bermain gitar.
Sesudah acara kelas 1 kelasnya Riku ada acara pertunjukan yang cukup bagus yaitu dari kelas 2 dengan pertunjukan berjudul “The Arauma” uma = kuda ara= belingsatan …. spt kuda lumpingnya Indonesia deh. Cuman kostum mereka lucu. Berbentuk lingkaran dengan kain beraneka macam. Nah nanti kalau Riku naik kelas, biasanya pertunjukkannya sama, dan aku harus menjahit “sarung” nya lingkaran itu dan menghiasinya. Gen bilang, nanti pake batik aja. Tapi aku bilang, jangan batik ah kurang meriah… mending pake kain bali yang emas-emas gitu, atau sekalian pake tenun padang dengan benang emas itu (berat sih hihihi). Pokoknya musti bagus deh….. So aku musti kumpulin kain dari sekarang nih hihihi.
Sekitar jam 12, ada acara istirahat makan siang. Anak-anak makan di kelas karena mereka membawa bento (bekal makanan). Orangtua bisa pulang atau makan di gedung olahraga. Nah kebetulan aku sempat membuat onigiri, goreng susis, ayam goreng jadi kami bertiga, aku, gen dan kai makan di dalam gedung olahraga.
Acara sessi ke dua dilanjutkan satu jam setelah istirahat. Riku mengikuti pertandingan lari 50 meter (tentu saja paling belakang hihihi keberatan badan), dan pertandingan memasukkan bola ke dalam keranjang. Di sini kelompok putih yang menang. Aku pikir permainan memasukkan bola ke keranjang ini juga bagus untuk ditiru di Indonesia. Cara menghitungnya juga bagus. Menghitung bersama-sama dan kelompok yang lebih banyak menghitung terus sampai bola habis, dan menang!
Acara yang membuat aku terharu juga adalah berbagai bentuk senam, terutama piramid manusia. Murid-murid kelas 6 memang berbadan besar, lebih mahir dan terlatih, dan ini merupakan undokai mereka yang terakhir. Kerjasama mereka patut diacung jempol. Yang membuat aku hampir menitikkan air mata, ternyata salah satu murid kelas enam, ada yang badannya lebih kecil dari yang lain… dan ternyata dia pincang. Tapi ke dua temannya meng-cover dia memeluk dia menjadi satu bagian dari pondasi teman yang akan naik ke atas. Tapi tentu saja beban ada di dua teman yang lain, si anak yang lebih kecil ini “hanya” menjadi pelengkap. Tapi semangatnya itu juga perlu diacung jempol. Meskipun dengan terpincang-pincang, dia dapat berlari dengan cepat menuju formasi berikutnya. Dia adalah BAGIAN dari kelompok. Sama-sama kelas enam, tanpa disisihkan oleh teman dan gurunya.
Satu hal lagi yang saya kagum, di setiap formasi piramid itu pasti ada seorang guru yang duduk di dekat mereka, sehingga jika ada yang terjatuh atau butuh bantuan bisa langsung menangkap anak itu (meskipun tidak ada kejadian gagal seperti itu). Ah, guru pun masih mengawasi anak-anak ini supaya tidak berbahaya. Aku tambah terharu.
Tapi aku masih harus menahan kekaguman untuk acara terakhir yaitu pemindahan Bola Raksasa Merah dan Putih yang dilakukan seluruh anggota kelompok. Karena Riku kelompok merah, tentu saja saya mendukung bola merah. Ikut berteriak, ikut bertepuk tangan, waktu bola Merah Raksasa itu bisa sampai di goalnya lebih cepat dari Bola Putih. (Bola Raksasa itu cukup mahal loh, dan dibeli dengan hasil pengumpulan bellmark)
Dalam acara penutup diketahui bahwa kelompok Merah menang dengan nilai 426, sedangkan Putih 424. Tipis… tapi mereka semua sudah berusaha dengan baik. Bekerja sama dengan baik dalam kelompoknya. Rasanya saya juga ingin melompat bersama anak-anak kelompok merah waktu tahu mereka menang. Ah, undokai… apakah masih ada seperti ini di SD Indonesia? Pasti kegiatan seperti ini merupakan pekerjaan tambahan untuk guru-guru, tapi undokai ini meninggalkan kenangan yang tidak terlupakan seumur hidup. Enam tahun di SD dengan pengalaman seperti ini pasti akan membentuk anak-anak yang bisa diajak bekerja secara kelompok dan toleran.
NB: Tugas saya sebagai panitia di dalam undokai itu hanya sebagai pengatur petugas keamanan yang melarang orang tua murid/tamu yang datang bersepeda. Karena sepeda dilarang parkir di sekitar sekolah. Hanya itu saja, tapi sempat juga menjaga seorang anak “tersesat” yang terpisah dari ibunya. Karena sistem shift, saya bisa melihat Riku waktu gilirannya tiba, dan bekerja di meja khusus itu waktu giliran Riku sudah selesai. Senang sekali bekerja sebagai Staff dari sebuah kegiatan. Sementara saya kerja, Kai bersama Gen, dan waktu Gen yang kerja Kai bersama saya. Gen kerja apa? Dia membantu pembongkaran tenda, pekerjaan pakai tenaga deh. Dari jauh saya melihat guru, orang tua murid dan murid kelas 6 bekerja sama membongkar tenda dan membereskan segala sesuatunya. And I am part of them. Satisfied.
Selama aku hidup di Indonesia, aku jarang merasa kesal jika hujan. Mungkin karena di Indonesia, hujan hanya sebentar. Hujan lebat…lalu tak berapa lama berhenti. Oleh orang Jepang hujan yang tiba-tiba seperti itu disebut “suko-ru“, japlish dari bahasa Inggrisnya Squall.
Tapi di Jepang itu menyebalkan. Kalau dibilang akan turun hujan, maka siap-siap saja akan turun hujan sepanjang hari meskipun itu hanya rintik-rintik. Apalagi jika menjelang spring, sehingga dikatakan harusame (spring shower).
Tidak pernah hujan kencang? Tentu saja ada, apalagi di hari-hari ini, akhir September/Oktober, merupakan bulannya badai topan taifuu 台風. Nah, kalau ini jika sedang deras-derasnya, jangan harap bisa membuka payung tanpa payung itu rusak dan tetap “kering”. Sudah berapa payungku rusak karena hujan semacam itu.
Nah, hari sabtu tanggal 3 Oktober yang lalu, adalah hari sport meeting untuk SDnya Riku. Ada hari olah raga yang tepatnya jatuh tanggal 10 Oktober. Sehingga memasuki bulan oktober sampai pertengahan oktober, setiap tahun sekolah-sekolah berlomba membuat “sport meeting” ini atau yang dalam bahasa Jepang di sebut dengan Undokai 運動会. Tapi menurut ramalan cuaca memang hari Sabtu tanggal 3 oktober itu akan turun hujan. Hari Jumat (2 okt) pun hujan, sehingga merepotkan aku yang harus mengajar juga, menitipkan Kai, menjemput Riku dan Kai….sehingga baru pulang sampai di rumah jam 7 malam. Aku sudah berharap agar pagi-pagi turun hujan saja, karena diprediksikan hari Minggu tanggal 4 cerah. Jadi sudahlah, semestinya undokai nya pindah ke tanggal 4 saja. BUT, itu bukan wewenangku untuk memutuskan.
Jadi waktu aku terbangun pukul 4 dan hanya terdengar suara angin tanpa hujan, aku mulai bingung. Jam 6 terik! Matahari muncul dan tak ada tanda akan hujan. Cepat-cepat aku membuat bento (bekal makanan) karena tahu pasti undokai akan dilaksanakan. Sebetulnya menurut perjanjian, setiap keluarga yang ragu undokai itu akan dijalankan hari itu atau tidak, bisa mengecek dengan datang ke sekolah, melihat bendera yang terpasang. Jika terpasang berarti undokai jadi, sedangkan jika tidak terpasang, batal.
Tapi dengan cuaca begitu cerah pada pukul 7, sudah pasti dilaksanakan. Lagipula aku malas untuk bersepeda ke sekolah hanya untuk melihat bendera (kalau ada guru yang cakep sih boleh aja hihihi). So, jam 8 pagi, Riku berangkat ke sekolah membawa bento dan baju olah raga. Aku sendiri keluar rumah jam 8:15 karena aku musti ikut briefing pagi (selaku anggota panitia). Nah… saat itu mulai hujan rintik…padahal aku tidak bawa payung. Hmmm kalau melihat langit di atas, lagaknya akan turun hujan cukup lama. Jadi terpaksa aku kembali lagi ke rumah (sudah tengah jalan tuh). Berlari!…. dan akibatnya cukup fatal, karena aku lupa kaki kiriku masih sakit karena kejang otot kemarinnya (menggendong Kai cukup lama dalam bus yang bergerak). Waktu aku menjejakkan kaki di undakan tangga…wadowwww sakit rek.
OK… ambil payung, sambil teriak ke Gen bahwa aku akan telepon, undokainya jadi atau tidak. Rencananya sih akan dimulai jam 8:50 dengan upacara pembukaan. Gen akan datang dengan Kai persis sebelum upacara pembukaan.
Sampai di gerbang sekolah, seksi aku baru saja mulai briefing. Telat deh! Tapi …. semua bingung, karena hujan seakan bermain petak umpet. Kadang hujan, berhenti, reda, hujan lagi. Wah gimana nih?
Tapi diputuskan akan tetap dilaksanakan, dengan perubahan jadwal. Wahhh bingung …. bingung deh. Akhirnya upacara pembukaan berhasil dimulai. saat itu cerah! Sampai ke senam pemanasan masih cerah. Tapi waktu akan mulai tarian dan yell pembuka…..hujan tanpa malu-malu turun membasahi bumi.
Jadi deh, kepala sekolah mengumumkan supaya anak-anak kembali ke dalam kelas, dan acara diundur sebentar untuk melihat keadaan hujan, apakah akan lama atau tidak. Ternyata setelah ditunggu 30 menit, tetap hujan, sehingga kepsek memutuskan acara undokai itu diundur ke hari Minggu. Mbok yo dari tadi loh pak! hehehe.
Kami pulang ke rumah, dan sesudah makan siang, bobo lagi deh…….
Cuaca hari sabtu itu memang kurang ajar… atau dia ingin bercanda dengan kita. Ciluuuk baaaaa….