Tadi siang akhirnya gurunya Kai, Haruka Sensei yang cantik luar biasa itu datang ke rumahku. Benar-benar cuma sepuluh menit dari jam 14:40 sampai 14:50. Dia tidak sempat minum teh dan makan kue buatanku yang sudah kusiapkan. Aku benar kagum padanya yang baru berusia 21 tahun, tapi shikkari shiteiru (matang, dewasa, tegas) tapi sabar dalam menghadapi murid-murid TKnya. Juga waktu dia bicara denganku, terlihat dewasa. Sambil berbicara begitu aku tak bisa berkedip memandang bulu matanya yang panjang dan lentik. Waktu sensei sudah pulang, aku bilang, “Kai, guru Kai cantik dan baik ya… Duuuh bulu matanya panjang sekali…” Lalu mau tahu apa yang Riku bilang? “Alah ma,… paling juga bulu mata tempelan!” hahaha… memang sih aku belum pernah lihat orang dengan bulu mata sepanjang itu. Benar-benar kayak boneka deh. (Dan aku tidak berani minta foto sama dia hehehe… nanti ya kalau udah akrab)
Oh ya, sesudah sensei itu pergi, aku juga meminta Kai untuk pergi belanja sedikit untukku. Sendiri! Hajimete no otsukai 初めてのお使い yang pernah kutulis juga di First Errand. Otsukai berasal dari kata tsukau =pakai. Jadi Otsukai = dipakai untuk mengerjakan pekerjaan yang diberikan orang lain, atau untuk kepentingan orang lain/kantor/organisasi. Aku minta dia membeli bohlam di toko Murata. Uang dan contoh bohlam kumasukkan dalam tas kecil. Dia bersemangat sekali dan langsung pergi ke toko Murata yang berada di ujung jalan yang sama dengan apartemenku. Tapi harus menyeberang jalan kecil satu kali, jadi aku wanti-wanti bahwa dia HARUS memperhatikan lampu lalu lintasnya. Dan meskipun hijau, tetap harus lihat kanan kiri, karena sering ada yang nyelonong tanpa memperhatikan lampu merah. Pokoknya wanti-wantinya banyak deh 😀 Aku sebetulnya tidak mau parno… hehehe eh tapi aku perhatikan dia pergi ke toko itu dari beranda apartemenku di lantai 4. Dan lucunya begitu dia sampai di depan toko Murata itu, dia langsung kembali lagi tanpa masuk. Loh kok? Dia pulang dan berkata, “Maaaaaa toko Murata tutup!” hehehe padahal biasanya buka terus loh. Well, aku yakin deh dia sudah bisa pergi sendiri. Anshin!
Sesuai judul postingnya, aku mau menulis tentang GABAN. Kata ini keluar di tulisannya mas NH18 yang ini, dan sebetulnya tidak akan menjadi topik postingan di TE jika, pakdhe Cholik tidak menanyakan: “Gaban itu artinya apa?”
Seperti yang dijelaskan oleh mas NH di jawaban komentar itu bahwa: “Gaban itu artinya besar”…. aku juga tahunya begitu. Tapi samar-samar aku tahu bahwa Gaban itu adalah nama “raksasa” sehingga orang Indonesia menyebutkan Gaban untuk mengganti kata besar. Tapi apakah benar? Dan raksasa apa sih Gaban itu?
Setahuku Gaban itu dari bahasa Jepang. TAPI, jika mencari GABAN begitu saja baik dengan tulisan katakana ガバン atau huruf latin GABAN, yang keluar nomor satu di situs pencari adalah MEREK LADA PUTIH! Ya Anda bisa menjumpai kaleng bertuliskan GABAN di semua restoran ramen (mie) di Jepang, karena bagi orang Jepang jika mau memberi rasa pedas, tambahkanlah pepper/ lada.
Tentu bukan GABAN yang lada putih itu yang menjadi sumber kata gaban yang berarti besar di Indonesia, bukan? Sempat sih bertemu salah satu monster yang bernama Gaban, tapi kok tidak terkenal ya? Lalu aku tanya ke Gen, tahu GABAN ngga? Dan dia bilang, “Pasti GYABAN 宇宙刑事ギャバン (film seri TV Asahi, rilis th 1982) deh, memang karakter itu terkenal dulu!” Dan ternyata waktu aku googling dengan kata kunci “sebesar gaban” keluar deh kata aslinya. Space Sheriff Gavan atau Space Cop Gavinyangmenjadi GABAN dalam bahasa Indonesia. Bahkan ada tambahannya:
Indonesia and Malaysia’s screening of Gavan (translated as Gaban) on local TV has gained itself a cult following, and the word Gaban itself has become a meme. It’s used after adjectives to give an image of bravery e.g. “sebesar Gaban” (“as big as Gaban”, epically big) or “Gaban betul” (“truly Gaban”, really brave).
Tapi emangnya benar Gaban ini besar ya? Aku sendiri tidak menonton jadi tidak tahu, tapi menurut wiki tingginya 200cm dengan berat 90 kg, dengan kekuatan lompatan 150 m. Wah ya untuk ukuran manusia memang besar ya. Film seri Gaban ini kemudian pernah menjadi film bioskop dengan judul Gokaiger vs Gavan th 2012.
Memang sih Jepang jago menciptakan karakter-karakter hero, pahlawan, dengan keistimewaan masing-masing, dan menjadi idola anak-anak Jepang. Waktu kutanya ke Kai dia paling suka hero yang mana, dia jawab Kamen Rider. Kalau Riku dia suka Ultraman Mebius, Gekiranger dan Kamen Rider Kabuto. Hmm Aku sendiri sama dengan Riku suka Mebius dan Gekiranger tapi tidak pernah suka Kamen Rider. Semakin ke sini rasanya tokoh-tokoh hero itu semakin lembek, semakin “genit” semakin tidak macho hehehe. Tapi ini kan pandangan seorang ibu. Kalau anak-anak (lelaki) pasti lain cara pandangnya 😀
Kamu suka pakai kata Gaban? Atau memang yang tahu kata Gaban itu angkatan 80-an saja? hehehe Yang mau tahu isi film GABAN ini silakan baca detilnya di sini.
Aku yakin banyak pembaca TE muda yang tidak mengenal lagu ini (bahkan belum lahir mel…). Sebuah lagu asyik dari STYX, sebuah band rock dari Amerika, yang menjadi di hit di tahun 1980-an (tepatnya lagu ini muncul tahun 1983, saat aku masuk SMA). Jaman itu memang banyak lagu rock-techno-disco (ngga ngerti deh kalau soal musik, mending tanya sama mas NH18 yang ahlinya), karena aku ingat kelasku di SMA pernah membuat performance dance dengan baju ala robot-robot gitu deh (dan tentu saja aku tidak pernah ikut, wong aku ngga bisa goyang). Buat yang mau tahu lagunya silakan dengar di Youtube ini.
Tapi sedikitnya kalimat itu akan aku ucapkan kepada Mr Sato yang cocok sekali disebut sebagai Mr Roboto, bukan karena dia robotnya, tapi dia yang “menghibur” aku dan pengunjung pameran robot kecil di Tama Rokuto Kagakukan (Tama Rokuto Science Center) hari minggu 9 Mei yang lalu (maaf yah, sekali lagi aku pamer kegiatan keluarga kami hari minggu lalu). Sebetulnya ini kali kedua untuk Riku dan Gen, karena mereka sudah pernah pergi ke sini yang laporannya aku tulis di Menumbuhkan Kemampuan Berkreasi pada Anak Indonesia.
Teman bloggerku Dewa Bantal, pernah buzz aku di YM dan bilang, “Jalan-jalan teruuuuusss….(iri)”. Dan ketika aku ceritakan pada Gen, kami sepakat menjawab alasan kami jalan-jalan terus setiap weekend adalah karena ngga betah di rumah terus. Apartemen kami kecil, selama seminggu kami menghabiskan kehidupan dalam kotak cubicle kami, rumah dan kantor. Sehingga kami usahakan setiap weekend untuk keluar rumah, mencari pemandangan atau pengetahuan, semurah mungkin. Paling sedikit ke taman dekat rumah.
Nah tanggal 8 Mei, Sabtu sepulang Gen kerja, yang lumayan pagi sampai rumahnya (jam 6 sore itu pagi menurut kami), kami mencari tempat yang bisa dikunjungi hari minggunya supaya tidak dadakan pergi. Untuk tgl 15 sudah ada jadwal, dan harus pergi. Lalu kami menemukan di homepage bahwa planetarium sekaligus science center yang berada dekat rumah kami mengadakan pameran mini “Takuto Robot Park” dengan workshop membuat jangkrik solar. Karena setiap workshop hanya bisa 15 orang, jadi kami harus pergi pagi-pagi untuk antri. Asal tahu saja, biasanya orang Jepang akan hadir 1 jam sebelum acara dimulai. Kadang untuk pertunjukan musik yang jam 7 malam misalnya, diberitahukan bahwa pintu terbuka pukul 6, tapiiiiiii jika tempat duduk/berdirinya bebas, para pengunjung PASTI datang minimum 1 jam sebelum jam pintu dibuka. CAPEK DEHHHHH!!!! Untuk acara yang cuma dua jam, nunggu 2-3 jam. HUH! (Makanya aku males deh pergi konser atau pertunjukan gitu)
Dan benar saja. Science Center itu buka jam 9:30, tempat parkirnya buka jam 9:15. Kita datang persis jam 9:15, parkir mobil, dan disitu baru terlihat 6 mobil. Save, pikirku…. Eeeh baru kami jalan keluar lapangan parkir terdengar suara anak-anak beserta ibu mereka naik sepeda, dan lari-lari ke depan loket. Ya ampuuuuuun udah berderet yang antri. Dan kami harus terima bahwa kami itu nomor 16 yang mau mengikuti workshop jangkrik solar. Terpaksa deh mengikuti bagian ke dua yang dimulai pukul 1 siang…hiks.
Tapi memang tujuan kami ke sini kan bukan HANYA untuk si jangkrik doang. Ini kan planetarium, jadi ngga aci dong kalau tidak lihat bintang-bintang berserakan di langit (pasti susah tuh ngumpulinnya hihihi). Nah, di sini ada 5 kali pertunjukan film/penjelasan ttg bintang. Kami harus memilih ingin mengikuti yang mana, dan itu juga berpengaruh pada harga karcis. Tanda masuk pameran saja 500 yen, untuk pameran+ planetarium 1000 yen, sedangkan kalau mau nonton semua planetarium dan Pan-hemispheric movie ada tiket terusan seharga 1400 yen. Ini karcis dewasa, sedangkan anak-anak tiket terusannya hanya 500 yen (Usia SD ke atas, Kai tidak membayar).
Kami memilih menonton planetariumnya pukul 10:00 dengan judul “Oz the wizard”, sebuah film anime yang memperkenalkan rasi bintang tapi dikemas dengan cerita anak-anak. Keseluruhan penayangan dan penjelasan makan waktu 45 menit, dan Kai bisa duduk tenang ikut menonton dan menikmati planetarium itu. Hmm ternyata Kai juga sudah bisa aku ajak menonton bioskop nih. Nanti deh kalau ada film anak-anak yang bagus dan tidak terlalu panjang, mau ajak mereka berdua. Toh aku sekarang sudah berani menonton di bioskop.
Sebelum menonton film pertama dan di sela-sela film pertama dan kedua, kami berkeliling tempat pameran. Riku mencoba Moon walker, dia duduk di semacam crane yang akan membuat dia melambung-lambung hanya dengan gerakan tubuh waktu duduk. Ya mungkin begitu kalau berada di ruang angkasa.
Pertunjukan Pan-hemispheric movie kali mengenai dunia 3D, dan dimulai pukul 11:50. Selama menunggu kami sempat melihat pameran yang ada. Wah bener-bener seperti game center! Tapi semuanya ada keterangannya mengapa bisa begini, bisa begitu. Isi tempat itu anak-anak semua! Kai saja senang berlari-lari ke sana kemari sendiri, pencet tombol ini itu. Dan kalau tidak ingat aku harus jaga mereka, aku juga pasti cobain satu-satu tuh alat-alat. (Dan suamiku entah jalan kemana, enjoy diri dia sendiri… sabar…sabar… ntar kalau anak-anak udah gede, gue jalan sendiri!)
Ternyata film 3D menakutkan Kai. Pertamanya sih memang menarik, karena harus pakai kacamata kan. Tapi karena filmnya banyak ngaget-ngagetin, dia minta dipeluk deh. Dan …dia tertidur dalam pelukanku. Dan…karena ada selimut hangat di dadaku (badannya Kai), aku juga sempat tertidur hahaha.
Sesudah film 3D selesai, Riku dan papanya mengikuti workshop, membuat jangkrik solar panel. Biaya workshop ini 940 yen, yaitu biaya bahan untuk membuatnya. Lucu juga jadi jangkrik berpunggung solar panel, yang akan bergetar jika kena sinar matahari, tapi jika berada di bayangan akan berhenti. Workshop ini dilakukan di ruangan yang sama dengan pameran robot kecil-kecilan.
Kai mencoba satu alat yaitu yang menggerakkan mainan shinkansen hanya dengan kepalan tangan. Begitu tangan membuka kepalan akan berhenti. Kok bisa gitu, tanpa ada gerakan lain hanya dengan mengepalkan tangan maka kereta itu berjalan di relnya. Nah menurut penciptanya ini nantinya akan dikembangkan untuk penderita catat tubuh untuk menyalakan atau menggerakkan sesuatu.
Selain itu ada juga sebuah robot berwujud anak anjing laut berbulu putih. Si Seal bernama Paro ini berfungsi untuk terapi penyembuhan, sehingga dinamakan robot therapy. Jika dibelai, dia akan bereaksi, mengeluarkan suara dan gerak. Dan matanya berkedip-kedip…cute. Pasien karena alasan alergi, penyakit menura atau digigit dsb, tidak bisa memelihara binatang asli. Padahal dipercaya interaksi dengan manusia dan hewan dapat memberikan ketenangan rohani, memberikan semangat, menstabilkan tekanan darah dan denyut jantung, serta sarana komunikasi. Jadi robot Paro ini dikembangkan sebagai Mental Commit Robot oleh Dr Takanori Shibata (sudah masuk Guinness World Records). Harganya? 350.000 yen saja! (35 juta rupiah deh). Waktu kutanya apa ada yang beli, si petugas bilang, yang beli biasanya RS dan klinik untuk dipinjamkan ke pasien rawat inap. Hmmm aku lalu membayangkan orang tua Jepang yang banyak memelihara anjing atau kucing sebagai “teman” mereka. Daripada susah-susah merawat binatang yang hidup, bagus juga kalau beli saja Seal robot Paro ini. Tidak repot. Si Paro ini tidak perlu diberi makan tiap hari. Paling-paling dicharge baterenya.
Nah, kemudian kami bertemu si Mr Roboto itu, Mr Sato. Orangnya lucu dan antusias sekali berbicara dengan anak-anak, dibandingkan peneliti yang lain yang datang di tempat itu dia yang paling ramah dan lucu. Dia menciptakan humanoid, robot berbentuk manusia dengan dua kaki mini. Katanya dari usia 10 tahun dia sudah mencoba sendiri membuat barang elektronik dengan memakai bahan yang ada di rumah. Jam bekas, batere, kardus dibuat robot-robotan. Dia berharap anak-anak yang datang ke sini tergerak hatinya untuk belajar mencipta. Dia sendiri salah satu dari peneliti (yang di foto-foto berompi kuning) yang bekerja di National Institute of Advanced Industrial Science and Technology (AIST) atau singkatan bahasa Jepangnya 産総研 sansoken. Dia sendiri berkata bahwa dia ingin menciptakan robot bukan untuk mengambil alih pekerjaan yang bisa dilakukan manusia. Robot haruslah mengerjakan sesuatu yang memang tidak bisa dikerjakan manusia. Misalnya untuk mengelus rambut pasien karantina, atau menyelam meneliti ke dasar samudra. Dan aku sangat setuju dengan pendapat dia.
Dalam lirik lagunya Mr Roboto itu pun ada:
I’m not a Hero
I’m not a Savior
Forget what you know
I’m just a man who’s
Circumstances went beyond his control
Beyond my control,
We all need control
I need control
We all need control
……..
The problem’s plain to see
Too much technology
Machines to save our lives
Machines de-humanize
Jangan, jangan sampai mesin “memesinkan” manusia!
Karena manusia bukan mesin, maka kami butuh makan… sesudah 5 jam lebih berada di sini, kami pun pulang dan sebelum ke rumah mampir ke SUSILO! Wah di Jepang ada juga nih mas Sushi loh! Sebuah resto Sushi yang piring-piringnya diletakkan di atas ban berjalan, alias kaiten sushi. Resto ini ternyata sudah mempunyai 263 resto di seluruh Jepang, dan katanya nomor satu di bidang kaiten sushi. Yang membuat Sushilo ini menarik memang karena harganya tetap semua piring berharga sama 105 yen. MURAH! Karena biasanya di kaiten sushi, harga sushi berubah tergantung jenis ikan/hasil laut yang dipakai, misalnya Maguro dengan banyak lemak bisa berharga 525 yen satu piring, sedangkan maguro biasa seharga 160-an . Nah yang membedakan adalah warna atau corak piring yang dipakai. Dan biasanya di resto sushi kaiten ada 5 jenis harga. Tapi di sushi lo ini hanya ada dua jenis, dan itu bukan berdasarkan pembedaan harga, tapi hanya pembedaan sushinya pakai wasabi atau tidak. Wasabi adalah sejenis umbian berwarna yang menimbulkan rasa pedas di hidung, yah “cabe”nya Jepang deh.
Tapi terus terang aku tidak mau ke resto ini lagi….maaf. Begitulah kalau kamu sudah dimanjakan dengan rasa yang enak, bisa membedakan kesegaran dan mutu bahan, jadi spoiled! Sedangkan kita makan harus bisa menikmati kan. Dan setiap orang seleranya lain-lain. Kalau dipikir-pikir tentunya sulit dong jika restoran padang menetapkan harga sama untuk semua jenis masakan yang ada. Kalau rendang harganya sama dengan sayur singkong, ya aku pasti pilih rendang deh! Tapi kalau rendangnya berasa sayur singkong, mending ngga makan rendang kan? hihihi (Eh tapi kalau aku ajak orang asing yang belum pernah makan rendang pasti suka aja kali yah 🙂 )
Tapi aku senang karena my koala yang biasanya makan sedikit, di sini dia puasss makan sushi dengan telur ikan, ikura, kesukaan dia. Jadi dia makan banyak tuh. Ngga biasanya. (Sambil aku bayangin sedikit lagi aku musti siap-siap masak banyak untuk kedua anakku ini hihihi).
Weekend lalu kami kembali belajar sedikit dengan melihat kecanggihan teknologi di Tamarokuto Science Center , dan weekend minggu ini kami berencana pergi ke Museum of Maritime Science di Odaiba. Tunggu saja laporan dan fotonya ya (bagi yang berminat saja sih hehehe).