Pemadaman Listrik

15 Mar

Kemarin pagi, Senin 14 Maret. Sesudah mempublish posting kemarin, aku bersiap untuk pemadaman listrik. Karena daerahku masuk grup 1, direncanakan kena pemadaman dari pukul 6:20 -10:00. Masalahnya bersamaan dengan pemadaman listrik di Tokyo, berpengaruh juga pada transportasi kereta. Dari televisi kami tahu bahwa line kereta dari stasiun rumah kami sampai stasiun kantornya Gen ternyata tidak jalan. Wah…bagaimana Gen harus ke kantor? Padahal dia HARUS ke kantor. Nah loh….

Gen terbangun pukul 4 pagi, dan begitu mendengar penjelasanku bahwa tidak ada transportasi, dia bilang,
“Kalau aku berangkat sekarang naik mobil masih bisa ya?
Jam 4 pagi…. tentu saja bisa 😀
“Tapi sebelum kamu pergi ambil duit dulu deh di ATM. Kalau benar sampai pemadaman, dan atau tidak berhasil Tokyo akan black out, kita sama sekali tidak ada cadangan uang loh”
Jadilah dia pergi jam 4 pagi ke convinience store terdekat. Sambil membeli cup noodles dan corned beef. Sudah tidak ada roti. Habis ludes dibeli orang-orang untuk persiapan jika ada gempa lagi. Sambil membayar belanjaan, Gen sempat bercakap-cakap dengan petugas toko,
“Kalau daerah ini mati listrik. Toko ini juga akan ditutup”
“Kenapa? Karena tidak ada pasokan barang?”
“Bukan, karena masalah security Secom (security computer) , dan semua kasir kan pakai komputer. Jadi tidak bisa menjual tanpa men-scan bar code barang. Karena itu harus ditutup”
“Wah benar juga ya, saya baru tahu”

Pengetahuan baru yang kami ketahui berkenaan dengan pemadaman listrik ini bukan hanya itu. Tapi…

1. Jika daerah kami kena pemadaman listrik berarti lampu lalu lintas juga akan mati. Dan itu akan berbahaya bagi pengendara. Di TV juga dihimbau untuk mengurangi pemakaian motor dan mobil. Kalaupun terpaksa, harus jalan pelan-pelan dan hati-hati. Untuk perempatan besar memang polisi akan mengaturnya. Jadi… polisi lebih memperhatikan lalu lintas daripada keamanan perumahan kan? Hmmm meskipun jarang terjadi kejahatan sih.

2. Selain itu ada kemungkinan tidak bisa pakai air, karena biasanya distribusi air ke apartemen-apartemen memakai pompa listrik. (Jadi aku siapkan air deh yang banyak :D). Juga tidak bisa pakai oil heater (bukan yang kerosene ya)  dan gas heater. Biar namanya oil heater dan gas heater, sedikitnya sebagai pemantiknya pakai listrik. Belum lagi mereka yang memakai kompor tercanggih kompor listrik IH, sudah pasti tidak bisa memasak. Lift? Sudah pasti tidak bisa pakai kan? Makanya aku bersyukur banget deh aku tidak “modern”, tidak punya kompor IH, rumahku bukan all electricity house, terletak di lantai 4 jadi masih bisa naik turun tangga. Coba kalau aku tinggal di apartemen lantai 20? Pemandangan bagus tapi naik turun tangga 20 tingkat? oh NoOoOOoOOOoo…… 😀

3. Kemudian kami tidak bisa memakai ETC di jalan tol. Padahal Gen harus naik tol untuk pergi ke kantor. Jika listrik mati, sistem ETC tidak berfungsi, jadi harus membayar tunai. Well, untuk itu aku bekali Gen dengan uang logam. (Dari pintu tol dekat rumah kami sampai kantornya biayanya 800 yen)

Jadi, Gen bersiap-siap juga akhirnya untuk pergi ke kantor naik mobil. Sambil aku wanti-wanti untuk berhati-hati terutama di perempatan, kalau-kalau daerah yang dilewati padam listriknya.

Setelah ragu-ragu terus sambil menonton TV, sekitar jam 6 pagi dia keluar rumah menuju ke mobil. Aku cuma bisa mengantar sambil berpikir, Kalau suami orang Indonesia pasti akan tinggal di rumah deh. Mumpung transportasi kereta berhenti, mati listrik pasti chaos, lebih baik tinggal di rumah menemani keluarga. Tapi yah… suamiku orang Jepang, dan aku juga bukan istri cengeng yang tidak bisa menghandle masalah beginian. Soalnya kalau dia pergi naik mobil, malamnya juga harus menunggu pemadaman listriknya pulih kembali baru bisa keluar kantor. Otomatis sampai rumah paling cepat jam 12 malam. Dan sampai dengan jam 12 ada banyak kemungkina yang bisa terjadi. Gempa atau ledakan reaktor nuklir atau… who knows.

Aku kembali ke komputerku, tahu-tahu bel bunyi. Gen kembali. Menurutnya memang terlalu riskan jika benar pemadaman listrik terjadi. (senyumku merekah dong)

Jadi kami menunggu giliran pemadaman sambil menonton TV memonitor perkembangan. Loh…kok…sudah jam 6:20 listrik belum mati-mati?

Jam 7.00 Spokesmannya TEPCO mengatakan bahwa ternyata suply listrik bisa mencukupi sehingga grup 1 TIDAK JADI pemadaman. Tapi untuk grup 2 yang mulai jam 9, ada KEMUNGKINAN untuk dipadamkan. Musti monitor terus.

Dan sudah bisa teman-teman duga dong… suamiku langsung berangkat deh hihihi. Padahal aku lihat di TV komuter yang kecele tidak bisa naik kereta, karena di stasiun-stasiun yang memutuskan tidak beroperasi ditutup. Berarti mereka harus mencari jalan lain untuk pergi ke kantor. Ada juga line kereta yang beroperasi tapi jumlahnya sedikit. Dan tidak semua orang mencari informasi kereta sebelum berangkat. Pokoknya chaos deh.

Tapi waktu kutanya Gen setelah dia pulang, berapa orang yang datang ke kantor? Dijawab: cuma satu orang yang libur. Semua datang. Waaaaaah hebat orang Jepang. Dedikasinya itu loh. Kalau perlu jalan kaki, dijabani juga. Tapi memang tempat tinggal kami jauh dari kantornya Gen. 1 jam naik mobil, atau 1,5 jam naik bus dan kereta. Dengan keadaan ini aku juga bilang pada Gen, “Kita pindah ke dekat kantor kamu saja deh…. (berarti tidak menjadi penduduk Tokyo sih….)”

Jadi Daerah Kanto, Tokyo dan prefektur sekitar yang listriknya dipasok TEPCO, dibagi menjadi 5 grup. Dan sampai pada grup ke 4 pemadaman tidak perlu dilakukan. Yang kena hanya grup 5 dari jam 6 sore sampai 8 malam. Rupanya menjelang malam kebutuhan listrik meningkat drastis, sehingga perlu dipadamkan. Itupun tidak semua. Hanya daerah tetangganya Tokyo. Tokyo sendiri tidak kena.

Dengan keruwetan pengumuman akan memadamkan, tapi tidak jadi. Lalu ada pengumuman press lagi, “Kemungkinan besar dilaksanakan”, membuat konsumen bingung. Ini kok plin plan sih? Jadi ngga sih? Belum lagi akibat yang terjadi pada transportasi Tokyo. Kasihan deh spokesmannya Tepco dicecar begitu. Tapi menurutku memang pemadaman listrik baru pertama kali diadakan di Tokyo. Jadi mereka bingung bagaimana “mempertanggung jawabkan” pada konsumen. Tidak bisa main On Off begitu saja seperti perusahaan listrik di sebuah negara yang tidak bisa saya sebutkan namanya 😀 Dan mereka kan juga hitung-hitungan kalau memang cukup, buat apa dipadamkan…..

Padahal aku rasa sesekali Tokyo juga harus mengalami pemadaman listrik. Buat belajar! Belajar dan ikut tepaselira pada daerah bencana. Daerah bencana dan pengungsian itu daerah yang jauuuuh lebih dingin dari Tokyo, dan mereka GELAP GULITA. Tiga jam mati listrik tidak membuat daging di freezer busuk kok. Apalagi kalau dapat giliran pagi, terang benderang dan suhu udara juga amat hangat. Hampir 19 derajat.

Yang juga membuat aku sebal, begitu jam (rencana) pemadaman grup 1 yaitu jam 10 lewat, apartemen di atasku itu langsung membersihkan rumah pakai vacuum cleaner. Hoiiiiii, aku saja berusaha menghemat listrik dengan menyalakan TV dan kulkas saja kok kamu pakai vacuum cleaner sih. Kalau mesin cuci aku lebih bisa mengerti karena memang jika punya anak, cucian itu perlu bertumpuk. Ada saja deh yang harus dicuci. (Dan di hari kedua rencana pemadaman listrik pagi haripun aku mendengar suara vacuum cleaner… wah ini orang tak bisa hidup tanpa vacuum cleaner ya? Aku jarang sekali pakai vacuum cleaner, biasanya pakai sapu atau pel, karena toh lantainya lantai vinyl….. hihih ngedumel soal vacuum cleaner deh)

Pada hari kedua (15 Maret) pun akhirnya kami tidak mendapatkan giliran pemadaman listrik. Rencananya listrik grupku (grup 1) dimatikan pukul 15:20-19:00, tapi sampai pukul 18:00 saat aku tulis posting ini masih nyala.

Aku juga masih sempat pergi ke dokter gigi sesuai appointment, jam 12 siang. Sambil gigiku dikerjai, aku berpikir, di Jepang mau mati listrik saja diberitahukan sebelumnya, jadi semua bisa susun rencana. Bisa persiapkan macam-macam. Kalau janji aku pas waktu pemadaman, pasti sudah ditelepon dan dibatalkan. Nah, kalau di Indonesia yang katanya pemadaman selalu mendadak itu bagaimana ya? Dokter giginya lagi ngebor lalu pet…. mati lampu. hihihi.

Dan waktu kutanyakan di twitter, ternyata ibu drg Nungki Prameswari berkata: “pernah mba, akhirnya pake mikromotor dg baterai. Tapi bornya jalannya pelan2, bisa juga lgs ditumpat sementara, hehehe”

Bagaimana pengalaman teman-teman yang paling menyebalkan tentang pemadaman listrik nih? (Jangan Boleh ngedumel di sini ya hahaha)

 

NB:

Memang banyak berita yang tersebar di Indonesia. Intinya JANGAN PANIK. Radiasi yang sampai ke Tokyo masih bisa ditolerir tubuh manusia, dan tidak menimbulkan dampak bagi kesehatan. Aku akan tetap tinggal di sini dengan suami, anak-anak dan mertua. Jarak PLTN dan Tokyo itu 250-300 km.

Bisa baca di sini penjelasan yang lebih ilmiah:

Perkembangan Kondisi PLTN Fukushima Jepang Pasca Gempa 11 Maret 2011