Back to Work

22 Mar

Hari ini aku harus pergi ke “kota” Tokyo (rumahku kan di desanya Tokyo hehehe) untuk menunaikan satu kerjaan yang sudah dikejar-kejar seperti yang aku ceritakan di posting sebelum ini. Aku harus berada di studio itu pukul 11:30, dan aku pikir 2 jam cukuplah waktu untuk menuju ke sana, mengingat transportasi Tokyo terpengaruh penghematan listrik. Kalau dalam kondisi biasa, 1 jam juga cukup sih.

Tapi hari ini hujan, sehingga pasti traffic juga lebih padat dari biasanya. Dan… brrr dingin euy. Aku pergi dengan Kai naik bus ke stasiun dekat rumah. Setelah aku titipkan Kai di Himawari (tempat penitipannya), aku naik bus ke stasiun Kamishakujii. Dari stasiun ini memang lebih dekat untuk ke dalam kota, ketimbang memakai line dekat rumahku. Cuma memang harus banyak ganti kereta.

Tujuanku Akasaka, sebuah tempat pusat perkantoran dan kedutaan negara Asing. Mungkin yang tahu Roppongi, ya di dekat situ deh. Dan satu-satunya transportasi kereta ke arah sana adalah subway. Padahal aku BENCI subway. Sudah hampir 10 tahun aku tidak naik subway sendiri (kadang kalau terpaksa sekali dan jarak dekat kalau ada temannya sih bisa). Jadi aku harus mencari jalan lain untuk ke sana. Dan aku tahu, aku bisa naik bus dari Shibuya, lalu jalan kaki. Salahnya aku tidak bawa peta, dan hanya mengandalkan GPS dari HP. Tapi akhirnya ketemu juga kok, dan aku sampai pukul 11:15.

Langsung masuk studio, dan selesai dalam 10 menit…hahaha perjalanannya lebih lama dari kerjanya. Waktu keluar studio, Alex sudah menunggu, dan dia mau memberikan tumpangan naik mobilnya sampai Shibuya. Asyiiik…kupikir, tapi…mumpung aku sedang berada di Akasaka, aku mau mampir ke tempat kerjanya Whita di Gedung yang namanya Izumi Garden. Dia bekerja di restoran Indonesia, Wayang Bali. Jadi aku minta diturunkan di sekitar jalan Roppongi saja pada Alex.

Dasar orang Eropa yang gentleman, dia memaksa untuk mengantarkan aku sampai di depan gedung. Masalahnya dia tidak tahu juga di tepatnya Roppongi 2 chome hihihi. Jadi deh kita muter-muter, tanya pada pak polisi, lalu ketemunya karena tanya pada supir taksi. Cukup pusing juga aku dibuatnya, karena mobilnya mobil Amerika, aku duduk di sisi kanan. Seperti duduk di tempat supir tapi tidak menyetir. Mabok deh.

Ok, ketemu akhirnya Gedung Izumi Gardennya. Wah mencolok begitu, dan mentang-mentang namanya Garden, kaca gedungnya berwarna hijau rek. (waktu gempa gimana ya? Ngga pada ketakutan ya? hihii)

foto dari developer sumitomo

Nah… masalahnya aku tidak tahu restorannya berada di lantai berapa. Meskipun setelah cari-cari aku tahu berada di lantai 2. Jadi kupikir yang penting aku naik eskalator deh. Nah waktu aku masuk tempat tangga eskalator itu, aku hanya lihat tangganya tidak berjalan. Hmmm ya sudah jabanin aja. Dan aku salah besaaaaaar banget, tidak memandang ke UJUNG tangga itu ada di mana. Astaganaga……. puanjaaaaaaaaaaaang banget itu eskalator. Dan pernah ngga ya naik tangga jalan berhenti? Tangga jalan berhenti itu lebih berat daripada tangga lantai biasa loh. Kalau ada tangga biasa, aku pasti naik tangga biasa. Tapi karena cuma melihat di situ satu-satunya yang ada hanya eskalator ya terpaksa deh…

Benar-benar megap-megap deh. Udah lapar, tadi waktu cari studionya juga sudah keliling-keliling Akasaka. Hampir putus asa tengah jalan. PANTESAN tidak ada orang lain yang naik tangga itu hahaha, aku baru sadar setelah ada cewe-cewe yang turun berbondong-bondong sambil berkata: “hiii ngeri ya kalau eskalator sepanjang ini tidak jalan”. Huh! Aku berusaha untuk tidak memandang ke belakang. Kalau tidak aku tidak akan bisa sampai ke atas alias pingsan. hihihi

Sesampai di atas, yey kupikir sudah aman, tapi aku terkaget-kaget melihat lift di situ dan tertulis “Di sini lantai 7” …. whaaatt????? Aku naik sampai tingkat 7 tanpa henti tadi itu? (3 tingkat karena katanya sih awalnya lantai 4) waaahhhh pantes megap-megap hahaha.

Ok deh setelah itu aku cari lagi cara untuk turun, tapi jangan eskalator yang sama. Ternyata oh ternyata, eskalator yang ada dalam gedung itu jalan bo…. paling sedikit dari lantai 7 ke lantai 4. Nah, sesudah itu aku muter-muter deh nyari bagaimana caranya untuk ke lantai 2. Benar-benar tersesat di dalam gedung luas. (Aku juga gengsi nanya sih :D)

Dan…akhirnya aku ketemu juga sih restoran Wayang Balinya. Kelihatannya unik dengan interior ala Bali. Tapiiiii. yang antri juga banyak 😀 Lihat jam sudah pukul 12:30, memang jam makan sih. Dan kalau aku makan di resto itu paling sedikit butuh waktu 1 jam. Padahal Riku pulang pukul 2 siang dan dari situ ke rumah makan waktu 1,5 jam. Dan yang terparah batere HPku tinggal 1 strip. Gawat! Aku takut jika Riku telepon aku dan aku tidak bisa angkat, dia menjadi panik. Ya sudahlah kupikir, belum nasibku untuk bisa makan siang dan bertemu Whita hari ini. Cepat-cepat aku naik taksi, kereta dan bus pulang ke rumah. Sampai di rumah pukul 1:55…. safe!

Dan aku merenung, dulu itu kerjaanku ya begitu, ke sana kemari menyelesaikan “panggilan” kerjaan di mana-mana. Aku sampai hafal rute subway dan kereta, sampai adik Jepangku, Kimiyo sering menelepon aku untuk tanya harus naik apa kalau mau ke suatu tempat. Aku juga hapal gerbong nomor berapa yang terdekat tangga ganti kereta untuk menyingkat waktu. Tapi sekarang? hehehe sudah uzur juga sih 😀

Dan aku menyadari juga bahwa Tokyo memang BUTUH listrik yang banyak. Untuk transportasi, untuk gedung, untuk keamanan (lampu lalu lintas dsb). Tokyo amat sangat tergantung pada listrik. Tanpa ini semua perekonomian akan berhenti. Cuma memang bisa dihemat, yang tidak perlu bisa dimatikan.

Kapan ya aku bisa lunch di Wayang Bali? Semoga deh….

foto dari website Wayang Bali