Semua juga tahu childish itu kekanak-kanakan, tapi biasanya ini disebutkan untuk orang dewasa yang sifatnya masih kekanak-kanakkan bukan? Bukan oleh anak kecil usia 3 tahun kepada teman-temannya kan? Tapi inilah yang disebut Kai ketika kutanyakan padanya, “Kenapa sih Kai tidak mau ikut lomba lari dan acara gerak lagu Nintama Rantarou? ”
“Aku kan sudah besar. Permainan seperti itu kekanak-kanakkan….”
dan aku tertegun… iya juga sih, kekanak-kanakan. Anak balita dikenakan baju plastik bertuliskan “Ninja” lalu disuruh gerak mengikuti lagu. Atau balita itu disuruh lari dan melalui rintangan-rintangan lucu, kemudian sebelum garis finish akan dipakaikan sayap kupu-kupu oleh gurunya…. lalu cheezeee… difoto oleh orang tuanya. Cute! … tapi tidak cute menurut Kai.
Aduh! Kai..kai… kamu itu masih 3 tahun. Bertindaklah sesuai umur kamu. Bikin gemes kita semua. Jangan serius-serius seperti Riku bahkan papa dan mama dong.
Hari Sabtu tanggal 2 Oktober, kami berkumpul di Taman Oizumi Sakura Undou Kouen, naik mobil15 menit dari rumah kami. Karena hari itu ada acara pertandingan olah raga untuk anak-anak penitipan pre-school Himawari, tempat aku menitipkan Kai setiap hari kerja. Memang menjelang tanggal 10 Oktober atau Hari Olahraga, di mana-mana terlihat sekolah mengadakan pertandingan olahraga.
Untung sekali cuaca bersahabat, karena tahun lalu memang acara ini terpaksa diadakan di dalam ruangan karena hujan. Selain itu juga bertepatan dengan acara pertandingan olahraga SDnya Riku sehingga kami tidak bisa datang. Begitu kami sampai di lapangan rumput tempat penyelenggaraan Undokai (pertandingan olahraga/class-sport-meeting) kami melaporkan kehadiran kami pada guru-guru yang telah mempersiapkan baju untuk pertunjukan, dan topi sekolah kami berwarna biru. Duhhh mulai saat ini Kai tidak mau berpisah dari kami, apa lagi memakai topi. Terpaksa waktu acara “defile peserta” aku menggendong dia dan ikut barisan. Tapi karena memang balita, tentu saja banyak ortu yang menggendong anaknya terutama untuk kelas Hiyoko (anak ayam) 6 bl -1 tahun, kelas Usagi (kelinci) 2-3 tahun) . Kai sebetulnya termasuk kelas Zoo (gajah) 3-5 th, tapi …. yang paling cengeng/rewel. Masih terbawa terus rewelnya setelah pulang dari Indonesia. 🙁
Acara pertama adalah pemanasan bersama, dan saat ini terpaksa Kai digendong oleh papanya. Maunya sih pasang foto papanya yang malah mengikuti gerakan bersama Riku, tapi dimarahin hihihihi.
Sesudah acara pemanasan bersama itu kelas Gajah mengikuti lomba lari. Nah di sini juga Kai tidak mau ikut, sehingga terpaksa dibantu oleh gurunya. Duh… (Tapi kalau mengingat kembali waktu Riku kecil juga dia pernah nangis terus tidak mau ikut acara sport…. )
Acara selanjutnya gerak dan lagu dengan pakaian plastik bertuliskan Ninja itu. Sama sekali tidak mau ikut, malah lari sendiri ke mana-mana.
Sebagai yang terakhir adalah gerak menggunakan selembar kain bulat yang nantinya akan menjadi balon besar. Untung saja ada gurunya yang langsung menggendong Kai dan menggandeng Kai terus untuk ikut acara ini. Jadi dia bisa sedikit berpartisipasi dalam acara olahraga ini.
Tapi waktu terakhir gurunya membagikan hadiah hiburan untuk semua anak-anak, dia yang paling depan antri bersama Riku. Huh dasar.
Kai sedang masuk masa perlawanan, sehingga sampai di rumah pun dia rewel dan menangis terus. Marah jika keinginannya tidak terpenuhi. Di situ akhirnya aku tanya dia dengan lembut (setelah ribut satu jam penuh) kenapa dia tidak mau ikut pertandingan lari, dan acara ninja itu.
Kekanak-kanakkan….Childish….. Duh aku memang harus lebih sabar menghadapi anakku yang satu ini. Kai sudah pintar menjawab dengan logis, mungkin karena pengaruh tinggal bersama Riku, kakaknya…..tidak ada yang seumuran. Makanya aku sadar dan bisa mengerti kalau dia menganggap teman-temannya di penitipan masih bayi 🙂
BTW: Dia sudah bisa menghitung satu-dua-tiga-empat-lima-tujuh-delapan-sembilan-sepuluh dalam bahasa Indonesia loh…. tinggal enam yang belum bisa hehehe (baca tulisannya mas trainer di sini: The Missing Four)
***warning: cerita ini tentang Jepang, bukan Indonesia!***
Ya memang saya selalu heran, kenapa topi sekolah untuk sehari-hari atau olah raga baik TK maupun SD di sini berwarna merah dan putih, reversible, bisa dibolak balik. Dan kenapa tidak ada warna lain, semisal biru dan putih? Baru saya sadar kemarin waktu pelaksanaan undokai, sport meeting di SD Riku, bahwa memang hanya diperlukan merah dan putih saja.
Nasionalis? mungkin… tapi mengingat warna manju (kue jepang) waktu selamatan berwarna merah (muda) dan putih, lalu pita yang menghias amplop angpao juga merah dan putih. Belum lagi kain bergaris-garis merah putih dipakai untuk tirai penutup dinding dalam acara-acara pesta atau selamatan. Nasi merah untuk selamatan mungkin juga bisa dihitung (padahal di Indonesia ada bubur merah putih loh) Jepang kelihatannya memang tidak bisa berpisah dari warna merah dan putih. (Setelah aku tanyakan pada Gen, ternyata bisa balik ke sejarah perang besar keluarga Genji dan Heike — sekitar abad 12—yang masing-masing membawa bendera putih dan merah)
Kalau dulu waktu saya SD dan SMP (di Indonesia) pernah mengadakan class meeting, biasanya yang dipertandingkan adalah olahraga umum seperti volley, basket, atletik dll. Lalu karena per kelas, maka setiap kelas berlomba-lomba untuk menjadi juara. Yang kemudian di akhir acara akan dibagikan piala dan piagam. Dan biasanya juara dalam perorangan akan tampil sebagai individu dari kelas sekian, untuk menerima hadiah.
Tapi di Jepang lain! Memang saya pernah belajar bahwa sifat manusia Jepang adalah “tidak berdiri sendiri di depan” dan “bergerak secara kelompok”, jadi pemahaman saya di sekolah pun tidak ada yang namanya “pertandingan”. Tapi kali ini saya salah. Pertandingan ada tapi bukan antar individu melainkan antar kelompok.
Sejak awal murid dari kelas satu sampai enam sudah dibagi menjadi dua kelompok. Aka gumi “Kelompok Merah” dan Shiro gumi “Kelompok Putih”. Riku termasuk dalam kelompok Merah. Jadi topi yang dipakai yang merah. Dan ternyata pembagian antara kelompok merah dan putih, dilakukan oleh guru mereka dengan pertimbangan yang matang. Menurut desas desus di antara ibu-ibu, misalnya kecepatan waktu berlari… yang paling cepat ada 4 orang, maka dibagi dua. semua dibagi dua dengan kemampuan yang hampir sama. Karena itu perbedaan nilai juga tidak menyolok. Dan saya rasa ini bagus sekali. Toh pertandingan yang diadakan di SD bukan untuk mencari atlit-atlit olimpik! Hebat euy.
Karena acara undokai sudah dibuka di hari Sabtu sebelumnya (lihat posting sebelum ini), maka begitu anak-anak berkumpul, dimulai dengan senam pemanasan (hmm ini biasa lah), kemudian dilanjutkan dengan “perang dukungan”, Ouen Gassen 応援合戦 antara kelompok Merah dan Putih. Wah yang ini aku belum pernah lihat, jadi merinding deh. Maksud diadakan perang suporter ini adalah untuk membuat peserta bersemangat dalam mengikuti pertandingan.
“Merah itu apa???” si pemimpin bertanya
“Merah itu Matahari” jawab setengah jumlah murid yang memakai topi merah.
“Matahari itu apa?”
“Matahari menyinari bumi, membara….”
“Membara, menang! Merah harus menang!” teriak mereka.
Wahhhh berdiri deh bulu kudukku merasakan semangat mereka. Belum lagi si pemimpin berlari di depan tempat duduk kelompok merah dan mereka bergelombang berdiri mengikuti arah pemimpin. THIS IS IT! Semangat ini perlu ada, semangat berjuang.
Tentu saja kelompok putih juga menyanyikan yell yell yang sama, yang intinya menyemangati peserta kelompok putih untuk menang.
Setelah selesai acara “perang dukungan” ini, baru ada acara pertandingan tiap angkatan. Misalnya lari 50,80,100 m untuk tiap kelas. Pertandingan tarik galah (sebagai ganti tambang…lucu juga loh), dan pertandingan banyak-banyakan memasukkan bola merah/putih ke dalam keranjang. Pertandingan-pertandingan ini semua antara kelompok merah dan putih.
Tapi selain pertandingan ada pula semacam “pertunjukan”. Berupa tarian tradisional/modern yang dipadukan dengan gerak-gerak olahraga yang dinamis dan lagu back ground yang semangat. Acara pertunjukan oleh kelasnya Riku berjudul Furi-furi Rock and Roll… mereka bergoyang dengan iringan lagu rock and roll, goyang pinggul, tangan, kepala dan bergaya bagaikan bermain gitar.
Sesudah acara kelas 1 kelasnya Riku ada acara pertunjukan yang cukup bagus yaitu dari kelas 2 dengan pertunjukan berjudul “The Arauma” uma = kuda ara= belingsatan …. spt kuda lumpingnya Indonesia deh. Cuman kostum mereka lucu. Berbentuk lingkaran dengan kain beraneka macam. Nah nanti kalau Riku naik kelas, biasanya pertunjukkannya sama, dan aku harus menjahit “sarung” nya lingkaran itu dan menghiasinya. Gen bilang, nanti pake batik aja. Tapi aku bilang, jangan batik ah kurang meriah… mending pake kain bali yang emas-emas gitu, atau sekalian pake tenun padang dengan benang emas itu (berat sih hihihi). Pokoknya musti bagus deh….. So aku musti kumpulin kain dari sekarang nih hihihi.
Sekitar jam 12, ada acara istirahat makan siang. Anak-anak makan di kelas karena mereka membawa bento (bekal makanan). Orangtua bisa pulang atau makan di gedung olahraga. Nah kebetulan aku sempat membuat onigiri, goreng susis, ayam goreng jadi kami bertiga, aku, gen dan kai makan di dalam gedung olahraga.
Acara sessi ke dua dilanjutkan satu jam setelah istirahat. Riku mengikuti pertandingan lari 50 meter (tentu saja paling belakang hihihi keberatan badan), dan pertandingan memasukkan bola ke dalam keranjang. Di sini kelompok putih yang menang. Aku pikir permainan memasukkan bola ke keranjang ini juga bagus untuk ditiru di Indonesia. Cara menghitungnya juga bagus. Menghitung bersama-sama dan kelompok yang lebih banyak menghitung terus sampai bola habis, dan menang!
Acara yang membuat aku terharu juga adalah berbagai bentuk senam, terutama piramid manusia. Murid-murid kelas 6 memang berbadan besar, lebih mahir dan terlatih, dan ini merupakan undokai mereka yang terakhir. Kerjasama mereka patut diacung jempol. Yang membuat aku hampir menitikkan air mata, ternyata salah satu murid kelas enam, ada yang badannya lebih kecil dari yang lain… dan ternyata dia pincang. Tapi ke dua temannya meng-cover dia memeluk dia menjadi satu bagian dari pondasi teman yang akan naik ke atas. Tapi tentu saja beban ada di dua teman yang lain, si anak yang lebih kecil ini “hanya” menjadi pelengkap. Tapi semangatnya itu juga perlu diacung jempol. Meskipun dengan terpincang-pincang, dia dapat berlari dengan cepat menuju formasi berikutnya. Dia adalah BAGIAN dari kelompok. Sama-sama kelas enam, tanpa disisihkan oleh teman dan gurunya.
Satu hal lagi yang saya kagum, di setiap formasi piramid itu pasti ada seorang guru yang duduk di dekat mereka, sehingga jika ada yang terjatuh atau butuh bantuan bisa langsung menangkap anak itu (meskipun tidak ada kejadian gagal seperti itu). Ah, guru pun masih mengawasi anak-anak ini supaya tidak berbahaya. Aku tambah terharu.
Tapi aku masih harus menahan kekaguman untuk acara terakhir yaitu pemindahan Bola Raksasa Merah dan Putih yang dilakukan seluruh anggota kelompok. Karena Riku kelompok merah, tentu saja saya mendukung bola merah. Ikut berteriak, ikut bertepuk tangan, waktu bola Merah Raksasa itu bisa sampai di goalnya lebih cepat dari Bola Putih. (Bola Raksasa itu cukup mahal loh, dan dibeli dengan hasil pengumpulan bellmark)
Dalam acara penutup diketahui bahwa kelompok Merah menang dengan nilai 426, sedangkan Putih 424. Tipis… tapi mereka semua sudah berusaha dengan baik. Bekerja sama dengan baik dalam kelompoknya. Rasanya saya juga ingin melompat bersama anak-anak kelompok merah waktu tahu mereka menang. Ah, undokai… apakah masih ada seperti ini di SD Indonesia? Pasti kegiatan seperti ini merupakan pekerjaan tambahan untuk guru-guru, tapi undokai ini meninggalkan kenangan yang tidak terlupakan seumur hidup. Enam tahun di SD dengan pengalaman seperti ini pasti akan membentuk anak-anak yang bisa diajak bekerja secara kelompok dan toleran.
NB: Tugas saya sebagai panitia di dalam undokai itu hanya sebagai pengatur petugas keamanan yang melarang orang tua murid/tamu yang datang bersepeda. Karena sepeda dilarang parkir di sekitar sekolah. Hanya itu saja, tapi sempat juga menjaga seorang anak “tersesat” yang terpisah dari ibunya. Karena sistem shift, saya bisa melihat Riku waktu gilirannya tiba, dan bekerja di meja khusus itu waktu giliran Riku sudah selesai. Senang sekali bekerja sebagai Staff dari sebuah kegiatan. Sementara saya kerja, Kai bersama Gen, dan waktu Gen yang kerja Kai bersama saya. Gen kerja apa? Dia membantu pembongkaran tenda, pekerjaan pakai tenaga deh. Dari jauh saya melihat guru, orang tua murid dan murid kelas 6 bekerja sama membongkar tenda dan membereskan segala sesuatunya. And I am part of them. Satisfied.