Mengejar Sakura

3 Apr

Sudah sejak awal Maret diperkirakan bahwa bunga sakura, bunga kesayangan warga Jepang akan mekar di Tokyo sekitar tanggal 5 April. Berdasarkan perkiraan ini ada beberapa orang Indonesia yang merencanakan untuk datang ke Jepang dan menikmati keindahan bunga sakura awal April. TAPI ternyata mereka harus kecewa, karena sakuranya tidak sabar lagi menunggu untuk mekar sekitar tanggal 20-an Maret, yang berarti terlalu cepat 2 minggu dari perkiraannya.

Dan bagi warga Jepang, merupakan suatu keharusan untuk melihat keindahan sakura. Kata Gen tadi pagi, “Orang Jepang sebetulnya aneh juga, mereka menanam sakura. Berbunga tanpa daun sama sekali, setelah gugur bunganya baru daun keluar. Dan berbunganya paling lama hanya dua minggu, setelah itu…dauuuun semua. Belum lagi ulat bulunya. Jadi orang Jepang memelihara sakura hanya untuk 2 minggu dibanding ‘pengorbanan’ selama 50 minggu yang lain” hehehe iya juga sih. Tapi begitulah sifat orang Jepang. Memelihara untuk sesuatu yang dinantikan, kalau perlu dengan jiwa raganya. Dirawat terus sehingga mereka tahu akan datang masanya mereka bisa menikmati hasilnya. Sifat yang menganyom, membina, merawat ini yang perlu orang Indonesia pelajari. Tidak ada hasil maksimal tanpa kerja keras lama sebelumnya. Tidak ada yang instan, atau kalau pun ada, harus dipelihara supaya bisa rutin mendatangkan keuntungan. Kalau tidak mau merawat, bagaimana bisa menikmati hasil?

Ah, pembicaraanku menjadi berat. Pokoknya orang Jepang akan membuat waktu untuk melihat bunga sakura waktu berkembang. Kegiatan melihat sakura ini dinamakan HANAMI. Yang sebetulnya arti harafiahnya HANA = bunga MI =melihat. Melihat bunga. Jadi aku tanya pada Gen, kalau “melihat bunga”, mestinya kalau ada kegiatan melihat bunga momo (peach) atau bunga lainnya juga bisa dipakai dong? TIDAK BISA! Hanami adalah melihat sakura. TITIK! Segitunya cintanya masyarakat Jepang pada sakura. Dan yang namanya HANAMI sebetulnya bukan hanya melihat sambil jalan. Biasanya mereka akan menggelar tikar di bawah pohon sakura, lalu makan dan minum atau piknik di bawah pohon sakura. Tentu saja minum alkohol juga. Dan konon mereka akan senang sekali kalau kelopak bunga jatuh ke dalam minuman mereka, seakan membawa keberuntungan untuk tahun (fiskal) yang akan datang.

Sepanjang jalan Oizumigakuen dori. Kuambil dari sepeda.

Nah, sebagai orang setengah Jepang :D, tentu saja aku mencari kesempatan untuk HANAMI, dalam arti harafiah yaitu melihat sakura, bukan piknik di bawah sakura :D. Kalau melihat satu dua pohon di dekat rumah memang bisa dan ada, tapi melihat banyak pohon sakura di taman itu yang butuh jadwal. Kesempatan pertama adalah pada hari Minggu tanggal 24 Maret, waktu kami pergi nyekar ke makam keluarga di Yokohama. Di sana ada ada beberapa pohon sakura yang indah, dan di sebelahnya ada rumah tradisional Yokomiso. Dan yang paling aku suka di sana ada ladang Na no hana, hamparan bunga kuning yang aku sukai. Entah kenapa aku memang lebih suka bunga yang warnanya kuning daripada pink! hehehe.

Hanami sekaligus nyekar
Ladang Na no hana

Setelah di yokohama itu, aku janjian untuk pergi ke Taman Inokashira pada hari Senin tanggal 25, tapi batal karena hujan. Tapi pada tanggal 26 Marte itu, aku janjian dengan Sanchan, teman baruku di Tokyo untuk mengantar anak-anak kami menonton di Kichijoji. Ada film doraemon yang baru. Riku sudah cukup besar untuk aku berikan tanggung jawab menjaga Yuyu kun dan Kai, sehingga mama-mamanya bisa pergi ke Taman Inokashira untuk hanami. Jadi selama mereka menonton 1,5 jam itu kami berdua jalaaaaan terus mengelilingi Taman Inokashira!

Taman Inokashira

Yang menakjubkan, waktu kami berjalan berkeliling begitu, tiba-tiba ada seorang wanita sebayaku yang menyapa. Ternyata sama-sama orang Indonesia dari Jakarta yang bersuami orang Jepang. Dia sendirian saja, sehingga kami bertiga sempat berfoto bersama. Senang juga bertemu teman baru.

Kami juga tidak lupa untuk berfoto di depan danau “legenda” Inokashira, tempat dimana kita bisa naik perahu menyusuri danau yang tepinya dirimbuni pohon sakura. Konon pasangan pacaran tidak boleh ke sini, karena setelah dari sini biasanya putus! Tapi aku tidak pernah percaya tabu-tabu seperti begitu sih.

danau legenda Taman Inokashira

Tapi kulihat pohon sakura yang tahun lalu rimbun, tahun ini tidak banyak bunganya. Kelihatannya banyak pohon yang sudah berdaun tanpa bunganya sempat mekar. Entah mungkin karena cuaca yang berganti-ganti sehingga tidak seperti biasanya. Setelah berkeliling satu taman, kami berjalan kembali ke bioskop untuk menjemput anak-anak dan makan all-you-can-eat di Shakeys Pizza.

Setelah tanggal 26 itu, pada tanggal 27 nya kami pergi ke rumah kakek neneknya Riku dan Kai di Yokohama. Kami mau mencoba naik jalur kereta baru yang menghubungkan stasiun dekat rumah kami, langsung sampai stasiun dekat rumah di yokohama, tanpa perlu ganti kereta. Kalau dulu kami paling sedikit harus satu kali ganti kereta, tapi sekarang tinggal duduk selama 54 menit dan turun! Praktis sekali. Kami pun menginap semalam di Yokohama, dan pagi harinya aku dan Kai sempat hanami di taman dekat rumah. Pohon sakura di sana juga bagus! Dan tidak ada orang lain, sehingga bisa menikmati sendiri.

 

Taman dekat rumah di Yokohama

Setelah itu kami konsentrasi untuk Jumat Agung dan Paskah. Setelah misa Paskah tanggal 31 Maret itulah, kami mau mencari makan siang, sehingga kami mengalir begitu saja ke arah Mitaka untuk mencari restoran. Eh tahu-tahu di daerah Chofu kami melihat seperti taman besar, dengan pohon-pohon Sakura yang rimbun. Sambil mencari namanya di Car Navigation kami, ternyata di situ ada Tokyo Metropolitan Jindai Botanical Garden. Kami putuskan untuk mencari parkir (untuk 3 jam sekitar 1000 yen) dan turun.

Taman Jindai

Ternyata harga karcis masuk di Taman Botani Jindai ini lebih mahal dari Taman Showa Kinen di Tachikawa (Kalau taman Inokashira gratis) , yaitu 500 yen untuk dewasa tapi gratis untuk anak-anak. Setelah masuk dan makan siang di restoran taman itu, kami mulai berjalan mengelilingi taman. Hari Minggu itu benar-benar dingin. Hujan pada pagi hari, tapi waktu kami di situ sekitar pukul 3 sudah tidak hujan. Memang bukan waktu yang tepat untuk jalan-jalan di taman. Tapi ada kok beberapa orang yang segila kami 😀 Dan kalau membandingkan jumlah pengunjung dengan luasnya taman, wah rasanya taman itu kosoooong sekali. Senang karena bisa berfoto tanpa terganggu dan mengganggu pengunjung lainnya.

Ada kumpulan pohon Sakura yang membuat permadani dengan kelopak bunga sakura karena banyak kelopak yang berguguran setiap tertiup angin. Anak-anak berlarian mengejar kelopak yang jatuh dan kami benar-benar menikmati kemewahan ini. Karena tidak berencana ke sini, aku tidak  membawa kamera DSLRnya, sehingga kamera Canonku kuberikan pada Gen, dan aku memakai iPhoneku.

Padang rumput di Taman Jindai

Apalagi di bagian tengah ada padang rumput yang mengundang orang untuk tiduran di situ.Diawali dengan Riku yang jatuh karena berkejaran dengan Kai, aku pikir kenapa tidak membuat foto dengan duduk di rumput. Lalu kami mencoba setting self-timer dan…click…. Ada dua foto kami sekeluarga dengan pose berbeda yang kami sukai. Sebetulnya mau foto-foto lebih banyak lagi, tapi Gen sudah kedinginan. Aku sih tidak karena memang aku pakai coat musim dingin yang tebal. Biasanya setelah akhir Maret, orang Jepang menyimpan winter coat mereka dan pakai spring coat. Aku ada sih spring coat tapi kok malas bongkar lemari untuk mencarinya. Dan untunglah aku memakai coat yang tebal, karena saat itu suhunya sekitar 6 derajat!

 

jenis sakura

Kami berjalan terus mengelilingi taman dan melihat bermacam tanaman juga selain sakura. Pada waktu yang bersamaan bunga pohon momo (peach) juga berbunga, dan bagi yang tidak biasa akan menyamakan bunga momo sebagai sakura, padahal beda!

jenis bunga momo

Sekitar pukul 5 sore, pihak Taman menyalakan lampu-lampu sampai jam 8, waktu taman ditutup. Sakura waktu malam disebut dengan Yozakura, juga indah… tapi aku jarang karena memang jarang keluar malam. Dan rasanya kok tidak seindah aslinya 😀 Tapi kami sempat berfoto dibawah siraman lampu di bawah Sakura sebelum pulang pada pukul 6 sore.

light up di Taman Jindai

Senang sekali bisa menikmati Sakura sekeluarga, karena biasanya Gen terlalu sibuk sehingga tidak ada waktu santai, dan timingnya pas sekali. Tanpa rencana tapi bisa menemukan taman yang begitu bagus. Dan to tell the truth, Taman Inokashira memang cuma menang karena ada danaunya saja. Untuk kerimbunan sakura, taman Jindai ini tidak kalah!

Dan hari ini tanggal 3 April hujan terus sejak kemarin, apalagi disertai angin kencang! … Tampaknya bunga sakura sudah harus berpisah dengan sang pohon. Musim hanami sudah selesai 🙁

**********************************************************************************************************

Oh ya, hanya mau mengingatkan bahwa tanggal 1 April kemarin Blog TE ini berulang tahun ke 5 dan aku mengadakan giveaway yang bisa dibaca di sini detilnya. Kalau sempat ikut ya, masih lama sih penutupannya sampai tanggal 22 April … Terima kasih sebelumnya!

Four Seasons

12 Apr

Pernah dengar lagunya Vivaldi yang berjudul Four Seasons? Meskipun aku tidak hafal, aku kadang mendengar lagu-lagu dari Vivaldi ini, terutama Four Seasons -Spring-. Bagi orang Indonesia memang Four Seasons merupakan suatu konsep yang sulit dimengerti, karena Indonesia hanya mempunyai dua musim saja.

Bahasa Jepangnya Shunkashuutou  春夏秋冬, deretan kanji yang berarti musim semi, musim panas, musim gugur dan musim dingin. Seorang nenek yang kutemui di taman pasca gempa mengatakan, “Meskipun ada macam-macam musibah di Jepang, aku merasa orang Jepang bisa tetap bersemangat karena ada 4 musim ini, shunkashuutou. ” Memang dengan adanya kugiri, atau periode yang dibuat oleh alam ini, manusia bisa sejenak berhenti, mengambil nafas untuk memasuki musim yang baru.

Kata Gen, "Orang-orang asing biasanya bingung kok bunga sakura bisa "nempel" di batang pohon ya?"

Kembali lagi ke huruf kanjinya Musim Semi adalah yang pertama disebut. Seperti lagu Vivaldi Four Season yang Spring, musim ini membawa keriangan, harapan baru dan semangat baru. Bunga-bunga dan daun baru bermunculan, hijau, kuning, putih, merah, merah muda menghiasi pandangan mata yang tadinya kusam ,putih, abu-abu di musim dingin.

Dan tentu saja yang dianggap mewakili musim semi adalah bunga Sakura. bunga yang dianggap sebagai bunga Jepang. Kabarnya di Jepang ada sekitar 200 jenis pohon/bunga sakura. Dan tentu saja warga Jepang menanti-nantikan kesempatan untuk melihat, menikmati bunga sakura yang disebut dengan HANAMI 花見 sampai memperhatikan ramalan cuaca di TV, karena biasanya akan diberitahukan kapan dan dimana bunga sakura mekar sepertiga, setengah atau sempurna (mankai 満開) .

Tapi karena Jepang baru kena musibah, memang diimbau agar tidak membuat pesta-pesta sambil hanami. Biasanya memang hanami selalu disertai dengan pesta makan dan minum alkohol di bawah pohon sakura. Konon jika kelopak sakura jatuh ke dalam gelas-gelas maka akan beruntung sepanjang tahun. Yah, apa saja dibuat “alasan” untuk bisa menikmati keindahan yang diberikan alam ini. Akibat imbauan ini, banyak tempat-tempat yang biasanya ramai oleh kedatangan warga Tokyo menjadi lebih sepi dari biasanya. Bukan lebih sepi, malah….sepi.

De Miyashita tidak punya kebiasaan untuk hanami dalam arti “piknik” di bawah pohon sakura. Biasanya kami hanya berjalan di bawah pohon, berfoto atau bahkan kadang hanya melihat dari mobil yang berjalan. Nah, hari Minggu lalu (tanggal 10 April 2011), kami menemani papa Gen ke kantornya di Saitama. Sebelumnya mengambil buku dulu di perpustakaan yang bersebelahan dengan Taman Shakujii. Waaah sepanjang jalan dipenuhi dengan orang-orang yang berjalan atau naik sepeda. Belum pernah kami melihat orang sebanyak ini tumpah ruah di Taman Shakujii.

Setelah mengambil buku perpustakaan pesanan Riku, kami menuju Saitama. Gen perlu ke kantor selama 2 jam-an, jadi aku pikir lebih baik dia yang membawa mobil, kami diturunkan di Saiboku Farm. Saiboku Farm ini cukup luas untuk ditelusuri dan bisa untuk menghabiskan waktu 2 jam.

Begitu sampai di Saiboku Farm ini jam sudah menunjukkan pukul 4. Hmmm aku, Riku dan Kai langsung lari ke lapangan golf di bagian belakang. Dulu waktu kami ke sini pernah membaca bahwa ada paket golf untuk anak-anak, wanpaku 400 yen per anak.  Riku ingin sekali bermain golf (huh gaya deh ini anak), jadi aku tanya apa masih bisa bermain wanpaku itu. Sebetulnya sudah ditutup pukul 3:30, tapi untuk kami diperbolehkan bermain. Jadilah Riku dan Kai bermain “golf-golf-an” menyelesaikan 8 hole (4 par x 2 ).

gaya deh!

Terus terang aku belum pernah main golf, tidak tahu juga istilah-istilah golf dan tidak minat 😀 Jadilah Riku dan Kai bermain seenak mereka. Sehingga boleh dikatakan mereka bermain “bola sodok, bola gelinding dan bola base (baseball)” hahaha. Tidak ada golf-golf an sama sekali deh. Yang penting bolanya masuk lubang 😀

Tapi lapangan golf wanpaku ini dikelilingi pemandangan yang bagus, dengan satu pohon sakura yang megah. Jadilah aku fotografer memotret anak-anak dan pemandangan.

Bermain di jungle gym. Kai takut-takut sehingga perlu dibantu Riku

Setelah puas bermain di lapangan golf, kami bermain sebentar di jungle gym di taman dekat parkiran. Di sini juga ada 3 babi gemuk yang di “pamerkan” untuk anak-anak. Wih ndut bener deh tuh babi-babi. Jadi ingat cerita 3 babi dan serigala deh 😀

kolam ikan KOI dengan shidarezakura

Karena mulai lapar, kami mencari snack di kedai-kedai yang ada di sekitar Saiboku Farm dan Onsen (Pemandian air panas) Maki no yu. Sebetulnya Riku ingin sekali masuk berendam di hot spring, tapi karena aku sedang berhalangan terpaksa tidak bisa lagi deh. (Waktu pertama kali ke sini juga tidak bisa karena tidak janjian dengan Gen).

Acara “hanami” hari ini akhirnya ditutup dengan makan malam setelah Gen bergabung dengan kami. Barbekyu untuk merayakan Riku naik kelas 3 SD dan Kai masuk TK.

Kai sudah tambah pandai memakai sumpit