Tukang Ngadu

4 Feb

Di keluargaku sekarang ada tukang ngadu.

“Papa, tadi aku pergi keluar pakai masker seperti papa loh. Ukurannya kecil”
“Tapi mama ngga pake masa…. Ngga boleh kan ya?” Sambil melirik aku.
dan aku buang muka menahan tertawa… duuuuh Tukang Ngadu loe!

bermasker tapi paling sehat .....

Udah tukang Ngadu, cerewet lagi….

dalam mobil….

Kalau santai, jalan lurus aku sering biarkan tangan kanan saja yang memegang setir. Menurut peraturan (ntah peraturan dari mana) setir harus dipegang dengan dua tangan, untuk menghindari hal-hal yang bisa terjadi mendadak. Dan….

“Mama, ayo tangan kiri pegang dong…” Dan Si Cerewet mengambil tangan kiriku untuk meletakkan di setir. Dia bisa berbuat begitu karena dia duduk di kursi penumpang sebelahku.
“Iya… maaf. Ngga boleh ya begini”
“Iya…kan bahaya….”

diam….

“Ah aku suka sekali hari ini bisa kencan sama mama, di mobil”
dan memang dia hanya boleh duduk di depan, kalau cuma pergi berdua denganku. Di Jepang, anak-anak tidak boleh duduk di depan, apalagi tanpa child seat sampai dengan usia 6 tahun. Ada child seat yang tidak boleh dipasang di tempat duduk depan, terutama bagi bayi. (Takutnya balon ABS akan membuat bayi mati tidak bisa bernafas). Tapi karena child seat kami sudah untuk usia 4 th-an, jadi aku berani menaruh di tempat duduk depan.

Hari Senin lalu, Gen sakit sehingga tidak ke kantor. Dengan alasan menjaga papanya, Riku tidak ikut pergi ke Meguro seperti biasanya kalau aku mengajar. Tapi Kai, “Aku mau ikut mama…” Jadi aku pergi berdua dengan Kai.

Selasa pagi, Gen harus ke kantor karena ada ujian masuk. Untung saja sudah tidak demam, jadi cukup berbekal masker dan obat. Jam 10-an pagi aku ditelepon gurunya Riku yang mengatakan bahwa Riku menggigil dan waktu diukur suhu badannya ada 37,6 derajat (batas demam itu 37,5). “OK bu, saya akan jemput dia sekarang juga”. Sebelumnya aku sudah telepon penitipan Kai membatalkan hari ini karena dia bilang perutnya sakit. Jadi aku ajak Kai menjemput Riku. Karena dia ingin pakai masker, aku mengeluarkan masker kecil khusus untuk anak usia 1-6 tahun. Bangga banget deh 😀

Sampai di rumah Riku tidak mau ke dokter. Dan aku pikir asal dia mau tidur dan istirahat biar saja, besok baru ke dokter. Memang pediatric di RS dekat rumah kami hanya ada pagi hari. Jadi boleh dibilang satu hari selasa itu Riku tidur terus. BUT… aku mulai merasa badanku aneh. Pegal-pegal meskipun tidak demam. Tapi menggigil… nah loh! Pasti aku kena juga. Jadi aku cepat-cepat mengirim email ke murid-muridku yang rencananya tgl 3 akan datang ke rumahku untuk pembatalan. Dan aku ikut tidur di samping Riku. Memeluk Riku yang panas sementara badanku sendiri menggigil. huh.

Rabu, 2 Feb, Gen ijin bolos kantor untuk mengantar anak istrinya ke dokter. Masing-masing dengan keluhan dan diagnosa yang berbeda. Tapi aku senang dokter pediatric yang memeriksa kami adalah Dokter Saito, yang juga merupakan dokter kepala di RS itu. (Ih imelda itu kadang suka ngga percaya kepintaran dokter-dokter sih, abis kadang diagnosanya ngga meyakinkan gitu sih. Kalau dokter Saito ini hebring, tanpa ragu deh).

Yang ini bener-bener sakit hihihi

Riku menjalani test influenza, dan langsung ketahuan hasilnya Influenza tipe A, dan kemungkinan besar influenza jenis baru yaitu H1N1 (80% penderita influenza adalah influenza baru ini).

Kai demamnya tidak pernah melewati 38 derajat, dengan keluhan perut sakit, muntah karena batuk dan pilek. Jika demamnya bertambah, maka bisa dipastikan influenza juga, kalau tidak mungkin cuma Noro Virus (flu perut).

Imelda demamnya saat itu juga tidak melewati 38 derajat, keluhan muntah karena batuk, dan pensendian sakit. Mungkin sesudah ini akan naik demamnya, maka kemungkinan besar influenza. Sementara karena batukku memang parah dan sering muntah, aku divonis microplasma. Tapi dokter secara sambil lalu menyebutkan jika aku demam tinggi bisa minum obat tamiflu yang diberikan pada Riku. (obat untuk anak-anak gratis, tapi aku harus bayar….. hihihi, baik banget kau dokter)

Jadi deh rumah Nerima seperti rumah sakit, setelah dari dokter aku tidur terus karena tulang sakit, dan seperti perkiraan dokter demamku juga naik sampai 39. Riku sendiri sudah turun demamnya hari kamis kemarin, dan Kai masih batuk. Gimana mau sembuh si Kai, dia tidak mau minum obat puyernya sih (dan aku terlalu lemah untuk memperhatikan apakah anak-anak sudah minum obat atau belum….). Tapi selain batuk, dia genkiiiiii (sehat) sekali…..

Untung saja Gen meliburkan diri, sehingga paling sedikit anak-anak terjamin makannya (meskipun dapur penuh piring dan panci kotor). Karena Gen bekerja di universitas, dia juga tidak boleh kerja sebelum anggota keluarga yang terkena influenza itu sembuh. Kelas Riku juga ditutup gakkyu heisa 学級閉鎖 sejak tanggal 3 kemarin karena lebih dari 7 anak kena influenza.

Wah, sudah Jumat, Imlek juga sudah lewat. Aku menuliskan tulisan yang tertunda-tunda ini sambil makan pagi untuk minum obat. Masih sakit tulangnya, masih sakit kepalanya, jadi tidak bisa berlama-lama di depan komputer. Maaf belum bisa blogwalking. Selamat Imlek untuk yang merayakan. Selamat hari Jumat untuk yang merayakan. Selamat berakhir pekan untuk yang berakhir pekan. Salam dari deMiyashita yang sedang sakit.

Penutupan Sekolah

20 Okt

Memang akhir-akhir ini di Jepang ada berita tentang sekolah yang ditutup, terutama SD, karena tidak ada muridnya. Ini merupakan imbas dari jumlah anak atau kelahiran di Jepang yang semakin sedikit, sehingga terpaksa untuk daerah tertentu yang jumlah murid usia SD nya tidak ada/sedikit sekolah ditutup atau dihentikan.

Tapi kali ini yang ingin saya bahas bukan penutupan sekolah secara permanen, tetapi hanya sesaat (temporary) dan merupakan keadaan darurat sehingga terpaksa ditutup. Istilahnya memang “Penutupan Sekolah” 学校閉鎖 gakkou heisa. Tapi mungkin untuk orang Indonesia bisa dipakai istilah “Meliburkan satu sekolah”. Dan mungkin di Indonesia tidak ada kebijakan ini, yang ada mungkin karena terpaksa, seperti yang terjadi di daerah yang menjadi korban bencana.

Di Jepang kebijakan penutupan sekolah ini ada dan terpaksa diambil sebagai tindakan untuk mencegah penyebaran penyakit atau wabah yang kemungkinan akan meluas melalui kegiatan belajar-mengajar di sekolah. Dua tahun yang lalu saya pernah mengalaminya di universitas akibat penyakit hashika (measles) yang melanda mahasiswa universitas. Konon angkatan tersebut waktu kecil tidak mendapatkan vaksin hashika, sehingga tidak mempunyai kekebalan terhadap penyakit hashika.  Measles pada orang dewasa ini dikhawatirkan bisa tersebar melalui kegiatan pembelajaran, sehingga banyak/ hampir semua universitas meliburkan kegiatan kuliah selama 2 minggu.

Nah, dengan adanya influenza jenis baru, yaitu  virus H1N1 atau yang disebut juga dengan flu babi, sudah banyak sekolah yang menutup/meliburkan sekolahnya terutama di daerah Kansai ( daerah sekitar Osaka, Kobe, Kyoto) Jepang barat. Dan hari ini (tanggal 19 Oktober) aku tercenung waktu menerima selebaran pemberitahuan dari sekolahnya Riku bahwa kelas 5, seluruh kelas dan kelas 6-1 ditutup/diliburkan sampai dengan tanggal 23 Oktober nanti. Meliburkan kelas lima keseluruhan disebut dengan Gakunen heisa 学年閉鎖 dan satu kelas 6 saja disebut dengan gakkyuu heisa 学級閉鎖. Memang tidak dikatakan akibat virus jenis baru ini, tapi memang di 3 kelas 5 sudah ada 8 orang terkena influenza dan demam seperti influenza diderita oleh 14 orang. Untuk kelas 6-1 ada 2 orang yang terkena influenza dan 5 orang demam.

Akhirnya….sampai juga di sekolah/daerah kami. Semoga penutupan kelas ini tidak menyebar atau memburuk dengan harus meliburkan satu sekolah 学校閉鎖.  Akibat penutupan kelas ini, kegiatan sore hari di sekolah juga dibekukan, sehingga otomatis anak-anak langsung pulang, dan menghabiskan waktu di rumah saja. Waaaah aku pikir, kalau sampai Riku musti libur…bagaimana nih dengan kerjaanku. Semoga ngga deh (Sambil membayangkan ibu-ibu murid kelas 5 dan 6-1 yang harus ‘melayani” anaknya di rumah sampai Jumat …duh…)

Padahal persis hari ini (tanggal 19 Oktober), di seluruh Jepang diadakan penyuntikan vaksin anti virus H1N1 yang diproduksi Jepang. Memang jumlahnya masih terbatas (1 juta orang), sehingga yang saya dengar dari berita, vaksin terutama diperuntukan bagi pekerja medis (dokter dan perawat), ibu hamil yang berisiko tinggi karena virus ini berbahaya untuk janin, dan anak-anak usia sekolah dasar. (Sudah ada korban beberapa orang anak karena virus ini jika komplikasi dengan penyakit lain akan menjadi penyakit yang parah dan sulit disembuhkan). Menurut kabar balita dan usia SD s/d kelas 3 akan menerima vaksin itu pada bulan Desember mendatang. Dalam tahun ini diperkirakan bisa diproduksi vaksin untuk 100 juta orang.

Kalau dipikir sistem yang cepat tanggap seperti ini memang merupakan ciri khas Jepang, yang selalu bisa memprediksi suatu masalah dan mengambil keputusan yang mungkin juga agak terlambat, tapi cukuplah untuk mencegah penyebaran sehingga tidak menjadi masalah akut. Yang pasti kami memang harus lebih menjaga kesehatan karena menjelang musim dingin, ketahanan tubuh berkurang dan kemungkinan terjangkit influenza cukup besar. Saya juga sekarang rajin sekali menggunakan alkohol yang disediakan di setiap sudut kampus tempat mengajar, sebagai salah satu pencegahan penularan penyakit.

Well, mencegah memang selalu lebih baik daripada mengobati.