Mengakhiri Tahun

31 Des

Banyak cara mengakhiri tahun dan menyambut tahun baru. Sebagai kebiasaan di Jepang, pertama membersihkan seluruh rumah terutama tempat-tempat yang biasanya jarang dibersihkan. Membersihkan bagian belakang kompor, lemari, lampu-lampu, membuang barang-barang yang tidak perlu dan rusak tapi masih disimpan sampai membuang baju-baju yang sudah tidak dipakai atau out of date. Kegiatan ini dinamakan Oosouji 大掃除, bahasa Inggrisnya BIG Clearance.

Selain itu sejak awal Desember, seperti juga di Indonesia, di pertokoan Jepang juga banyak terdapat BIG Sale, buat hadiah natal dan tahun baru. Khusus untuk pembelian TV, dikenakan semacam “tunjangan” dari pemerintah bagi yang membeli sampai pertengahan Desember (sesudah pertengahn desember, tunjangan itu menjadi separuh saja). Semua berlomba-lomba membeli TV karena mulai tahun depan 2011, siaran TV Jepang tidak lagi analog, tapi menjadi digital. DeMiyashita tidak tergiur membeli TV baru untuk menggantikan TV analog kami yang HANYA 14 inchi itu.

Ibu-ibu juga selain sibuk membersihkan rumah, juga sibuk mempersiapkan makanan khusus tahun baru yang disebut osechi ryori おせち料理. Kalau mau gampang sih memang lebih baik memesan yang sudah jadi yang biasanya akan diantar pada tanggal 30/31 Desember. Yang sudah jadi biasanya terhias dengan rapih, bagus tapi… mahal. Kalau mau yang lengkap dan banyak ya silakan merogoh kocek 100ribu yen (10 juta rupiah). Kalau mau yang minimal ya cukup 5-6000 yen (500-600ribu rupiah). Aku? setengah beli setengah masak. Ada yang aku beli jadi dan tinggal masukkan ke dalam kotak bersusun 3, dihias bersama makanan yang aku masak sendiri. Soal osechi ryori, nanti aku pasang fotonya di tahun baru ya 😀

Riku sudah libur sejak tanggal 25 Desember dan masuk kembali tanggal 11 Januari. Cukup lama, dan cukup membuat aku harus masak 4-5 kali sehari karena Riku sering berkata: “Mama aku lapar”. Penitipan Kai tutup dari tanggal 29 sampai tgl 3 Januari, dan Kai tetap rajin “masuk” karena dia sudah mempunyai teman akrabnya di sana, tidak mau bolos! Tadinya kupikir kalau Kai tetap ogah-ogahan, akhir Januari aku mau berhentikan dia dari penitipan itu, karena toh aku juga libur musim semi dan Kai akan masuk TK bulan April. Tapi dengan kondisi seperti sekarang, sepertinya aku akan kewalahan membujuk dia untuk tinggal di rumah hehehe. Papa Gen seharusnya libur sejak tgl 29 tapi masih ke kantor. Biasanya kantor Jepang libur sejak tanggal 29 Desember sampai 3 Januari, memberikan kesempatan kepada pegawai untuk mudik/pulang kampung.

Tanggal 30 Desember, dengan formasi berempat libur, kami menghabiskan hari dengan menonton! Ya, tidak biasanya aku mau pergi ke bioskop. Tapi sejak  aku kencan dengan Riku menonton G-Force dulu, aku yakin bahwa aku sudah bisa menonton di bioskop. Gen mau menonton “Space Battle Ship Yamato” dengan Riku, sedangkan aku mau mengajak Kai menonton “Ultraman Zero”. Riku tidak mau menonton Ultraman Zero, jadi ini merupakan jalan pintas terbaik, berdua-dua menonton film yang berlainan.

Film "Space battleship Yamato" yang dibintangi Kimura Takuya, salah satu idolaku tapi tidak membuatku mau menonton

Kami menonton di T-Joy Ooizumi, sebuah kompleks bioskop dan pusat animasi To-ei, perusahaan pembuat film terkenal di Jepang. Dari rumah kami cuma 10 menit naik mobil (naik sepeda 20 menit). Aku pertama kali menonton di sini, dan aku senang karena sistem di sini bisa memilih tempat duduk waktu membeli karcis (kebanyakan bioskop di Jepang tidak bisa, sehingga harus mengantri sampai pintu buka). Kalau seperti begini, aku mau saja deh mengantar anak-anak nonton (aku sendiri tidak hobby nonton soalnya).

Aku menikmati sekali menonton berdua Kai yang baru pertama kali menonton film di bioskop dan cukup panjang. Expresi dia setiap adengan sangat antusias, sambil tak henti-henti mengunyah popcorn dan minum coca cola. Sebelum masuk aku sempat tanya dia, “Kai ganti popok ya, kalau mau pipis di dalam dan tidak bisa ke WC jadi tidak ngompol”. Dia agak bingung karena memang dia pakai celana dalam, dan waktu dia melihat aku mengeluarkan pampers dari dalam tas, dia langsung berteriak, “Mama…terima kasih…. mama bawa untuk aku ya?” (ya abis untuk siapa lagi sayang hihihi).

Kai dan ULTRAMAN ZERO

Melihat antusiasme Kai di dalam bioskop aku merasakan penyesalan tidak lebih cepat bisa ke bioskop dengan Riku. Riku pertama kali ke bioskop bersama papanya, ntah umur berapa, yang pasti tidak semuda Kai yang 3,5 tahun. Bayangkan dia ikut berteriak waktu Ultraman bertarung, ikut berdebar-debar waktu ultraman tertangkap. Untung saja kami duduk cukup terpisah dengan yang lain, dan suara musik dari film bisa menutup teriakan Kai… seru deh pokoknya. Soalnya penonton Jepang kan “alim” hihihi.

Waktu kami keluar studio pukul 5:10 sore, menjumpai papa Gen dan Riku di lobby, kami mendapat laporan dari Riku bahwa dia merasa “mual”. Rupanya film itu tidak cocok untuk anak-anak karena banyak mempertontonkan pembunuhan dan kematian. Gen pun berkata tidak  menyangka film yang diangkat dari manga itu se”biadab” itu. Hiiiii untung aku tidak lihat ah… untung aku menonton bersama Kai. Oh ya, di bioskop itu aku melihat poster film Rapuntzel baru akan diputar di Jepang akhir Maret. Bagus ngga sih?

Untuk mengobati penyesalan menonton film yang menurut Riku “tidak menarik”, dan dia sudah mengeluh terus “lapaaar”, kami menyusuri jalan menuju daerah Kawagoe, Saitama untuk mencari restoran yang “lain daripada yang lain”. Bosan juga dengan restoran di sekitar daerah kami, meskipun kalau pulangpun aku bisa saja memasak karena lemari es penuh stock.

Akhirnya kami sampai di restoran Ooshimaya di daerah Kawagoe. Sebetulnya restoran ini tidaklah “lain daripada yang lain” tapi menurutku sih lumayan. Karena boleh dikatakan restoran ini mengambil bentuk pelayanan seperti nomiya, tempat minum-minum alkohol khas Jepang. Tapi biasanya nomiya itu gelap, sempit dan berasap rokok, sudah pasti TIDAK BISA BAWA ANAK-ANAK ke nomiya. Tapi restoran ini meskipun bernuansa nomiya, terang, bersih, tidak berasap rokok padahal kami duduk di meja boleh merokok dan tidak jarang kami lihat keluarga membawa anak-anak makan di sini. Jadi seperti family restaurant deh. Apalagi di sini juga ada kaiten sushinya (sushi berputar di atas ban), dan makanan lainnya juga lumayan enak. Yang pasti harganya murah! Kami berempat makan macam-macam cuma 5000 yen saja! Dan satu yang membuat aku kaget, pelayannya berkata, “Silakan datang lagi ya, tanggal 1 Januari kami buka seperti biasa!”. Waaaah… biasanya restoran dan toko Jepang semua tutup di hari pertama tahun baru! Ini pertanda apa? Pelayanan atau krismon?

seperti yang kutulis di FB: I am still …. avoiding Big Sale, doing Big Clearance, hoping Big Fortune

From Paris with Love

27 Apr

Ya, sebuah judul film yang dibintangi John Travolta, Sabtu lalu  menjadi tema perbincangan aku dan Gen dalam kereta. Tidak biasanya Sabtu pagi Gen harus dinas luar dan harus menggunakan kereta. Dalam hujan, Gen, aku dan Kai naik bus menuju stasiun. Setelah menitipkan Kai, kami berdua naik kereta sampai Shinjuku. Canggung juga rasanya berduaan naik kereta, kapan terakhir kami berdua naik kereta ya? Mungkin sebelum Riku lahir…lebih dari 7 tahun yang lalu.

Kesempatan ini kami pakai untuk bercerita macam-macam dengan suara lirih tentunya. Tentang apartemen-apartemen yang baru dibangun, tentang tempat tujuan kunjungan di liburan golden week (29 April-5 Mei) nanti (yang sepertinya dia tetap harus bekerja–dan akhirnya aku juga ada terjemahan baru)…dan saat itu kami melihat poster filmnya John Travolta, From Paris with Love di dalam kereta.

bukan ini sih poster yang kami lihat. yang ini masih pakai alfabet semua

Bukan, bukannya kami mau menonton. Selain membicarakan John Travolta yang sudah “gaek” (duh filmnya yang dulu Saturday Night Fever… waktu itu aja kita sudah SMP kan, sekarang  dia masih juga main film), terlambatnya film-film hollywood diputar di Jepang (bahkan lebih cepat Indonesia daripada Jepang untuk hal penayangan begini. sebabnya bisa dibaca di sini) , kami juga membicarakan tentang terjemahan JUDUL film.

Judul filmnya si Travolta itu dalam bahasa Jepang adalah パリより愛をこめて (Pari yori ai wo komete), dan setelah aku cari info di HP, memang benar jika diterjemahkan kembali adalah “From Paris with Love”. OK berarti terjemahan judul bahasa Jepangnya sama dengan judul aslinya. TAPI hal ini jarang terjadi! Maksudku, jika kita menonton film Hollywood atau yang aslinya bahasa Inggris di Jepang, harus siap-siap BINGUNG dengan judul bahasa Jepangnya. Karena biasanya jika diterjemahkan kembali maka tidak sama bahkan jauh dari judul aslinya. Dan …itu cukup membuat pusing kepala orang-orang asing alias gaijin di Jepang.

Yang aku tahu misalnya film “Basic Instinct” nya Sharon Stone, judulnya menjadi 「氷の微笑」(Koori no bishou – Senyum Es) 1992. Atau “Sliver” menjadi 「硝子の塔」 (Garasu no Tou – Menara Kaca 1993). Atau untuk film baru, contohnya film Disney yang di dalam bahasa Inggris hanya “UP”, diterjemahkan menjadi 「カールじいさんの空飛ぶ家」(Ka-ru jiisan no Soratobu ie — Rumah Terbang Kakek Carl  2009).

Well, memang akan kaku rasanya jika semua film berbahasa Inggris diterjemahkan secara harafiah, atau memakai tulisan katakana semua.” Blue Pasific Stories” ditulis katakana semua : ブルー・パシフィック・ストーリーズ, “Alice in Wonderland” アリス・イン・ワンダーランド, kalau pendek seperti “Avatar”  アバータ sih masih mudah membacanya, tapi kalau panjang, bisa puyeng juga (yang puyeng emang aku yang gaijin orang asing sih…orang Jepang ngga puyeng karena katakana kan tulisannya mereka juga). Tapi pusing juga kalau harus mengira-ngira judul dengan tulisan kanji itu judul aslinya apaan. Sering aku pikir, kenapa sih tidak “begitu saja” tulis judul dalam bahasa Inggris dengan alfabet? Supaya orang Jepang terbiasa baca alfabet nih! Katanya mau globalization…jangan nanggung hehehe.

Aku jadi berpikir, orang Indonesia ternyata tidak mempunyai masalah dengan penerjemahan film seperti di Jepang ya? Ah, aku juga sudah lama sekali tidak menonton di Jakarta, jadi tidak tahu kondisi film asing sekarang. Apakah juga diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, dan apakah memakai subscript atau dubbing? Yang pasti kita tidak harus pusing menerjemahkan judul.

foto jadulku yang aku kasih judul: from rusia with love..tuh kan narsis, bilang aja mau mejeng foto hahaha

Kencan

31 Mar

(Ini merupakan postingan ke dua hari ini, setelah Pohon Keramat)

Biasanya pasangan kalau berkencan ke mana sih? Yang aku tahu Bioskop merupakan tempat kencan yang biasanya menjadi tujuan pasangan yang berpacaran. Apalagi kalau fimnya film ngeri…kan bisa “pura-pura” takut lalu menggenggam tangan si pemuda, atau mendekap lengannya hihihi (duh mel, itu jadul…kalo sekarang mungkin udah bebas c**man di bioskop). Aku sendiri waktu masih single dan masih sering diajak date a.k.a kencan biasanya menghindari menonton di bioskop. Baca aja deh di sini, aku dan Gen biasanya kencan di museum atau pameran lukisan hahaha. Meskipun bukan berarti aku tidak pernah pergi berdua dia ke bioskop loh. Kami pernah menonton di Bioskop yaitu film Ponnette, Shall We Dansu dan Nankin no Kirisuto  (yang teringat cuma itu sih).

Kemarin (30 Maret 2010) Tokyo dingin sekali. Pagi Riku mengeluh sakit perut, jadi setelah mengantar Kai ke penitipan jam 9 pagi, kami langsung pergi Rumah Sakit. Oleh dokternya dikatakan mungkin cuma luka di usus, apalagi hari Minggu lalu Riku mengeluh kotorannya berwarna hitam. Jadi disuruh periksa feses, dan minum obat.

Selesai dari RS sudah jam 12 siang. Padahal tadinya kami mau pergi ke tempat  bermain dekat rumah di Toshimaen. Tapi sudah siang begini, selain kami harus kembali pukul 4 sore, angin bertiup kencang dan dingiiin sekali. Karena itu aku mengajak Riku pergi ke Kichijoji untuk pergi ke toko khusus pekerjaan tangan Yuzawaya. Toko ini menjual segala rupa alat dan bahan untuk prakarya, mulai dari kain, benang sampai prakarya membuat beads dan bahan kulit. Paling sedikit aku bisa membelikan Riku Jigsaw Puzzle dan piguranya untuk mengisi liburannya.

Tapi waktu kami sampai di depan toko yang terdiri dari 7 tingkat itu, ternyata toko itu sudah tutup tanggal 28 yang lalu, dan akan dibuka di tempat lain pada tanggal 2 April. Pindah bangunan! Yahhhhhh, aku kecewa sekali.

Persis waktu itu aku melihat di depan toko itu ada bioskop dan memutar 2 film anak-anak, Doraemon dan G-Force. Hmmm mungkin sekarang waktunya aku menemani anakku menonton. Dan Riku sangat ingin menonton G-Force, sehingga akhirnya aku membeli karcis, 1800 yen untuk dewasa dan 1000 yen untuk anak SD. Film dimulai pukul 2:30.

Dilarang merekam suara dan gambar dalam bioskop!!! Kalau ada hukumannya berarti pernah ada yang melakukannya ya?

Seperempat jam sebelum pukul 2, kami sudah naik ke lantai 5, studio tempat memutar G-Force. Untung bukan basement, karena aku masih suka phobia berada di bawah tanah. Dan sebetulnya kali ini aku menonton setelah 10 tahun lebih tidak menonton di bioskop. Aku tidak bisa masuk bioskop karena gelap (mana ada bioskop terang benderang sih?), dan aku phobia gelap. Sambil menunggu, aku sempat melihat poster peringatan untuk tidak merekam gambar dan suara film yang sedang ditonton. Weleh ternyata di Jepang ada juga ya kejahatan ini hihihi. Hukuman penjara 10 tahun dan/atau 10.000.000 yen!!!! (Termasuk penyebaran/pemutaran di web dan copy DVD)

Wahhh studio yang berisi 260 kursi empuk itu hanya ditempati 10 orang… serasa nonton di rumah sendiri deh. Yang juga aku perhatikan merupakan pemikiran bagus adalah, adanya tambahan bantalan kursi untuk anak-anak, yang bisa diambil sendiri bagi yang memerlukan. Kalau orang dewasa yang duduk di depannya, pasti akan tertutup kepala orang itu, jika tanpa tambahan bantalan tersebut.

Riku duduk pakai tambahan bantal. Empuk banget kursinya, aku sempat tertidur loh sebelum film mulai hihihi

Filmnya sendiri? Yah begitu deh film Disney, meskipun tidak membuat terharu, cukup seru. Yang aku kagum memang bagaimana mereka bisa membuat cerita dengan topik binatang. Hampsternya lucu tapi kecoaknya tidak…semanis-manisnya kecoak, aku tidak pernah bisa suka deh hihihi. Yang bikin geli juga si Hampster yang punya akun FB…. kalau misalnya film itu kenyataan, betapa FB merupakan fenomena hebat karena bisa populer sampai dunia binatang ya hihihi.

Tikus Tanah (Mogura)dan Hampster jagoan.. .. yang aku masih takjub apa benar hidungnya tikus tanah pink dan seperti ulat begitu ya? Belum pernah lihat aslinya sih.

Oh ya, waktu kami masuk ke dalam bioskop, kami membeli popcorn dan minuman botol. Kenapa ya bioskop = popcorn? kenapa ngga makanan lain ya? Atau ada yang punya pengalaman membawa makanan lain waktu menonton di bioskop? (Jangan bilang nasi soto ya hahaha)

Pengalaman nonton kemarin membuat aku yakin bahwa aku sekarang sudah bisa nonton di bioskop, asal tidak penuh orang. Jadi …. siapa ya mau ajak aku date nonton? hihihi

Mamma Mia!!! kok lelet banget ya?

30 Jan

Tadi pagi ada sesuatu di televisi yang membuat suami saya terlambat pergi kerja. Yaitu sebuah interview televisi Jepang dengan Merryl Streep, si pemain di film “Mamma Mia”. Wah memang dia sudah tua ya, sudah terlihat keriput di sana sini. Tapi ada satu kata-katanya yang cukup memberikan inspirasi (ah kata-kata ini aku tidak begitu suka… tapi ngetrend banget sih di Indonesia) yaitu, “Keep your spirit, jangan mau kalah dengan umur. Tapi jangan mengingkari umur juga. Yang penting jangan putus asa! ” 年に負けず Kira-kira begitulah kata-kata dia yang sudah diterjemahkan dengan subscript 字幕 di bagian bawah dalam tulisan bahasa Jepang (Dan saya selalu membaca script-script seperti itu, makanya saya benci jika terjemahannya salah)

Kenapa juga Merryl Streep diwawancarai hari ini? Ternyata hari ini , ya HARI INI tanggal 30 Januari 2009, FILM MAMMA MIA itu baru diputar di bioskop-bioskop di Jepang. WELL, coba baca ulasan adikku si Lala di sini. Postingannya di tanggal 13 Oktober jeh. Di Indonesia sudah main lama (udah kunoooo). Tapi di Jepang baru hari ini. Saya juga sudah bisa (sudah bisa bukan berarti sudah menonton loh… lain sekali… ) nonton di dalam pesawat SQ waktu pulkam akhir Oktober-November lalu. TAPI di bioskop Jepang, orang-orang Jepang baru bisa nonton HARI INI. Kenapa kok bisa begitu?

Ya, ini adalah sebuah masalah yang kelihatannya sulit untuk diatasi oleh masyarakat film di Jepang. Sudah pasti film-film dari Luar Negeri baik itu film hollywood atau film asing lainnya membutuhkan penerjemahan. Penerjemahan itu bisa berbentuk subscript (tulisan di bawah kalau di Indonesia dan di samping kanan kalau di Jepang — karena tulisan kanji itu dari atas ke bawah-kanan ke kiri) atau sulihsuara. Akhir-akhir ini lebih banyak film yang memakai sulih suara. Jadilah kita menonton film action di Swachi -chan ( Schwarzenegger)   dengan suara om-om Jepang yang terus terang saja TIDAK MACHO sama sekali. Kalau sudah dipasang di televisi memang kita bisa switch ke bahasa asli atau bahasa Inggris, tapi kalau di bioskop kan tidak bisa seenak perut. Pasti yang dipasang yang bahasa Jepang.

Film Wall-e yang Riku tonton bulan Desember lalu juga sudah di-sulihsuarakan ke dalam bahasa Jepang! Oi oi… makanya orang Jepang sampai kapanpun akan sulit berbahasa Inggris karena tidak terlatih!. OK deh Karena Wall e adalah konsumsi anak-anak yang belum bisa bahasa Inggris, mau tidak mau memang harus memakai sulih suara. Saya katakan MAU TIDAK MAU!. kenapa? Ya karena sulit untuk memberlakukan penulisan subscript terjemahannya di dalam film. Nah! kenapa lagi tuh.

Untuk menerjemahkan pembicaraan bahasa Inggris ke dalam bahasa Jepang tentu saja memakai KANJI. Pengetahuan Kanji anak-anak SD- SMP tentu saja masih terbatas. Akan ada banyak tulisan yang mereka tidak bisa baca dan mengerti. Yah, kalau begitu pakai hiragana saja. Nah itu dia masalahnya, kalau pakai hiragana maka kalimat yang harus ditulis akan semakin panjang. Ternyata ada ketentuan bahwa panjangnya satu subscript film hanya boleh memakai 13 huruf dalam 2 baris. Alasannya manusia hanya bisa membaca 4 huruf dalam 1 detik. Dan ternyata sekarang pun jumlah huruf yang 13 itu menjadi semakin sulit. Banyak pemuda Jepang yang tidak keburu membaca 13 huruf itu. Ini berhubungan dengan menurunnya kemampuan pemuda Jepang menguasai Kanji, menurunnya berbagai pengetahuan umum, termasuk sejarah dan budaya. Misalnya Soviet dalam bahasa Jepang disebut ソ連(それん), dan banyak pemuda yang tidak tahu apa itu.

Jadi sekarang banyak pengimpor film asing yang berputar haluan membuat sulih suara untuk film-film yang akan diputar di bioskop maupun di video. Dan proses pembuatan sulih suara itu memang lebih memakan waktu daripada hanya menambahkan subscript pada film. Karena proses panjang itulah sering kali kami yang di Jepang harus menunggu film-film baru hollywood yang sudah diputar di Indonesia paling cepat 3 bulan sesudahnya. Ironis ya? Dan JUDUL FILM nya bisa berubah, disesuaikan dengan bahasa Jepang misalnya Basic Instinct jadi 氷の微笑 (harafiah nya senyum es). Karena itu saya paling benci kalau murid-murid saya memberitahukan judul film holywood yang sudah diterjemahkan. Pasti saya tanya, “Bahasa Inggrisnya apa?” hehehhe. Dan tentu saja mereka tidak tahu! Kalau sekarang enak, bisa tanya sama Paman Google. Dulu belum lahir tuh Pamannya.

Sebagai tambahan saya juga ingin menceritakan pengalaman nonton bioskop di Tokyo. Saya tidak tahu apakah akhir-akhir sudah berubah, tapi yang pasti jika kita mau nonton film di bioskop, kita membeli karcis secepat mungkin. Kalau film baru malah biasanya harus antri berjam-jam. Nah, kalau di Indonesia kan biasanya kita bisa memilih tempat duduk yang ada, sehingga kita bisa pergi dulu jalan-jalan dan sebelum film mulai kita kembali ke gedung bioskop itu. Nah, kalau di Jepang, tidak ada sistem memilih tempat duduk. Siapa cepat masuk dia bisa memilih mau duduk di mana. Karena itu, sesudah membeli karcis, semua akan antri lagi di depan pintu masuk. Bayangin deh, dengan tiket di tangan kita masih musti tunggu lagi 1 jam untuk berebut tempat! Bete bete deh. Pernah saya mau membeli tempat duduk VIP saja. Eeee ternyata tempat duduk VIP itu bedanya hanya berada persis di tengah-tengah bioskop dengan tanda alas duduk berwarna putih! Mending kalau kursinya kursi sofa empuk bisa selonjoran. No! sama seperti yang lain tapi ada alas sandaran bahu/leher berwarna putih. Harganya? dobel …. HuH! Mending nonton DVD di rumah saja. Tapi mungkin juga sistem ini sudah berubah, soalnya sudah lama tidak nonotn film di bioskop sih.

Tapi yang enak sih memang dulu pernah nonton film di bioskop di daerah Chiba (desa? …heheeh jangan marah ya untuk mereka yang tinggal di Chiba). Kita bayar satu film tapi bisa nonton berkali-kali asal tidak keluar dari bioskopnya. Jadi bisa juga masuk tengah-tengah film duduk, dan nonton lagi mulai awal (jadi bisa nonton satu setengah film hahahaha… bener-bener deh gaya mahasiswa. Kalo anak 80-an bilangnya BOKIS!!! (Yang pernah ngajak saya nonton di Chiba baca posting ini ngga ya hehehe)

So, apakah saya akan nonton Mamma Mia hari ini? TIDAK. Hari ini hujan terus, dan saya tidak suka menonton. Nanti saja kalau saya naik SQ ke Singapore mungkin bisa menonton film baru dalam pesawat (kalau Kai tidak rewel— Kalau Riku sih enjoy banget nonton film dia, waktu itu pp dia menonton Kungfu Panda dan terbahak-bahak sendirian. Dan film itu memakai sulih suara bahasa Jepang! )

(Tadi sempat lihat trailernya di http://www.mamma-mia-movie.jp/enter.html     hmmm si Pierce Brosnan sudah tua ya —well saya juga sudah tua sih—  padahal aku suka banget sama dia waktu main di Return of the Saint)