Hening di Rumah Dunia

12 Agu

Suasana di Rumah Dunia (RD), Minggu tanggal 1 Agustus lalu, tidak seperti biasa. Banyak orang tapi tidak seramai biasanya. Tidak ada suara teriakan riuh rendah seperti jika anak-anak sekitar berkumpul bersama, meskipun banyak pengunjungnya. Hening dalam keramaian. Karena kali ini yang hadir di sana adalah 16 anak Sekolah Luar Biasa yang tuna rungu.

Pagi itu kami keluar Villa Kaalica Tanjung Lesung pukul 8 pagi. Perkiraan kami cukup untuk sampai pukul 10 di Rumah Dunia Serang, untuk mengikuti acara yang direncanakan mulai pukul 10 sampai pukul 12. Tapi…. jalanan di pagi hari ternyata dipenuhi angkot yang berhenti seenak perut, sehingga kami tidak bisa bablas seperti waktu perjalanan kami ke TL sebelumnya. Jalanan memang tetap sama, berlubang-lubang (tidak mungkin berubah dalam 2 hari kan?).

Pemandangan tepi laut di kiri kami juga berbeda dengan waktu kedatangan kami malam hari. Kami memang juga tidak sempat sarapan pagi itu, karena tidak ada waktu santai. Dan mungkin karena AC sehingga masuk angin, Kai sempat muntah dalam perjalanan ke Serang, sehingga membuat kami terlambat sampai di RD. Ketika jam 10, Koelit Ketjil a.k.a KK menelepon kami, untuk mengetahui posisi, kami tahu bahwa kami pasti terlambat. Untung ada KK di RD sehingga bisa langsung memulai acara dengan permainan-permainan bersama anak-anak SLB itu.

Kami sampai di lahan Rumah Dunia pukul 11. Saat itu anak-anak baru saja selesai lomba makan kerupuk. Melihat kami datang, mereka menempati panggung dan melaksanakan satu game lagi. Dibagi menjadi 3 kelompok, mereka menyampaikan “pesan berantai”. Namun pesan yang biasanya dibisikkan, kali ini berupa “gambar” di punggung teman depannya. Teman paling depan yang harus menggambar di papan hasil “pendengaran” nya, dan mencocokkan dengan teman awal yang melihat gambar awal.  Aku tahu, aku belum tentu bisa menggambar atau menebak seperti mereka.

Gambar berantai

Semua instruksi diberikan oleh Ibu Bilqis, yang merupakan guru di SLB Samantha dan koordinator dari pertemuan ini. Tentu saja memakai bahasa isyarat. Aku jadi ingin mempelajari bahasa isyarat ini, tapi setiap bahasa, bahasa Inggris, Indonesia dan Jepang berbeda, jadi cukup bingung untukku untuk memilih. Ah aku kagum pada Bu Bilqis yang cantik dan ramah ini.

Setelah selesai game “pesan berantai” ini, dengan grup yang sama, mereka diberikan satu kertas gambar besar untuk menggambar bersama. Temanya: “Kegiatan di sekolahku”. Riku ikut salah satu kelompok, dan membantu menggambar awan dan pohon-pohon. Sementara mereka menggambar, aku berkesempatan berbicara dengan ibu Bilqis dan ibu-ibu lainnya.

hasil gambar kelompoknya Riku: Kegiatan di sekolah kami

Sambil membagikan snack kepada mereka, kami membagikan kertas origami. Seni melipat kertas dari Jepang menjadi acara penutup hari itu. Dan yang menjadi gurunya adalah Riku. Kadang Riku memang maunya yang aneh-aneh seperti kumbang atau pacman. Tapi aku minta Riku mengajarkan melipat bunga lonceng, Asagao. Jadilah semua anak-anak juga semua yang hadir di sana, termausk bapak Didik, kepala sekolah SLB Samantha, memegang kertas dan melipat bersama. Jadilah berpuluh kembang kertas yang bisa ditempel, dijadikan satu menjadi sebuah buket.

Pernahkah kamu berinteraksi dengan anak tuna rungu? Aku kagum kemarin dengan mereka, yang berusaha mengekspresikan pendapatnya dengan gerak dan raut muka. Manusia normal cukup berbicara saja, mengatakan keinginan dan pendapatnya. Tapi mereka? mereka lebih ekspresif wajahnya. Aku senang ada beberapa anak yang “berbicara” padaku dengan raut muka senang, dan juga memberitahukanku bahwa dia bisa membuat origami burung. Lalu aku minta dia membuat origami burung dan mengajarkan pada temannya. Terus terang Riku belum bisa membuat origami burung, masih terlalu sulit. Origami itu mudah-mudah sulit loh. Pastikan kamu melipat dengan tepat, jangan miring. Begitu miring dan garis lipatan tidak jelas, maka keseluruhan origami akan menjadi jelek.

Selesai origami sudah jam 12, sehingga kami kemudian membagikan nasi kotak kepada semua peserta dan makan siang bersama. Nasi yang dipesan berisi ayam goreng tulang lunak, sayur asam, ikan teri dan lalap. Riku  makan dengan lahap, sampai ketumpahan sayur asam…. “Sayur ini pedeees” hihihi.

Foto bersama dengan anak-anak SLB Banten di Rumah Dunia

Sebelum berpamitan, kami semua berfoto bersama di panggung RD sebagai kenangan bahwa kami pernah bertemu. Bahkan sampai di depan gerbangpun, kami masih berfoto bersama. Sepertinya Gerbang Rumah Dunia ini memang bagus sebagai lokasi foto.

Setelah semua anak SLB pulang, kami kembali lagi masuk ke pelataran RD dan melanjutkkan acara dengan anak-anak sekitar. Kesempatan bagi Riku untuk mengikuti lomba makan krupuk bersama anak-anak sepantaran. Aku memang minta pada KK untuk memasukkan “Makan krupuk” dalam acara permainan, karena acara seperti ini tidak ada di Jepang. Apalagi lomba karung dan panjat pinang …hehehe. (Tapi kedua permainan ini tidak bisa kami laksanakan).

Tidak mau kalah dengan anak-anak, tante-tante yang hadir juga ikutan untuk meramaikan suasana. Seru juga loh… kapan terakhir aku ikut lomba makan krupuk ya? Waktu TK atau SD? sudah jadul banget dong.

Sementara itu Mbak Tias, bundanya Rumah Dunia memotong-motong kue Black Forrest yang kami bawa untuk dibagikan pada anak-anak dan semua yang ada. Tanggal 1 Agustus itu adalah hari ulang tahun Daniel Mahendra dan sehari sebelumnya 31 Juli adalah ulang tahun mbak Tias. Sayang Mas Gola Gong tidak ada karena harus pergi ke Surabaya.

Yang berulang tahun, DM dan mbak Tias

Setelah selesai acara potong kue (tanpa nyanyian dan tiup lilin) kami berkumpul kembali di sekitar panggung RD. Kali ini acara perkenalan Riku dengan anak-anak sekitar. Rikunya malu-malu sehingga akhirnya dilanjutkan dengan acara origami dan aku mendongeng. Wah aku memang tidak prepare untuk mendongeng. Mau mendongeng cerita rakyat Jepang, tidak ada medianya (buku atau gambar). Akhirnya aku pakai cerita yang aku selalu suka, yaitu the black crayon.

Kami akhirnya berpamitan pukul 3 siang. Sebelumnya kami bersama-sama membersihkan tempat yang kami pakai. Satu yang membuat aku terharu di sini yaitu Kai yang mau ikut menyapu dan mengumpulkan sampah untuk dibuang ke tempat sampah. Sementara kakaknya bermain, dia saja yang ikut memunguti sampah. Ah Kai, kamu tuh emang pembersih…. keturunan siapa ya? Papa atau mama? Kayaknya papa deh ya hehehehe.

Rumah Dunia, bersemboyankan : Mencerdaskan dan Membentuk Generasi Baru, Memindahkan Dunia ke Rumah, yang terbukti hari itu. Ria dari Duri, Daniel Mahendra dari Bandung, Eka dan Adrian dari Jakarta, aku, Kai dan Riku dari Tokyo, Anak-anak SLB yang tersebar di seluruh Banten, kami semua  dengan “dunia”nya masing-masing berkumpul menjadi satu di rumah ini — Rumah Dunia. Kami mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya pada Mas Gola Gong dan Mbak Tias, empunya Rumah Dunia, Relawan RD yang banyak membantu pelaksanaan acara, Koelit Ketjil yang mengatur seluruh pertemuan kami ini, Bu Bilqis dan Pak Didik yang membina anak-anak SLB Banten, ibu-ibu guru lainnya, Murid-murid SLB yang hadir dalam acara tersebut. Semoga pertemuan ini bisa menjadi energi baru, awal persahabatan dan silaturahmi yang berpusat di Rumah Dunia. Dan kami berdoa Rumah Dunia dapat menjadi pusatnya cendekia Banten.

BANZAIIII!

Tanjung Lesung

9 Agu

Berawal dari rencana mengunjungi Rumah Dunia di Serang, aku dan Ria cari-cari tempat vacation yang enak di sekitar Ujung Jawa Barat itu. Maklum kami berdua memang sudah jenuh dengan kesibukan pekerjaan. Ria sebagai IT yang tidak mengenal waktu, dan aku sebagai ibu rumah tangga, keduanya profesi yang membutuhkan alert 24/7. Melalui percakapan lewat YM kami sepakat untuk VACATION bersama.

Tadinya kami mau pergi ke Anyer, tapi waktu Koelit Ketjil (KK) yang empunya Serang dan sebagai  EO untuk acara di Rumah Dunia itu menyebutkan “Tanjung Lesung”, aku mulai mencari via internet info mengenai Tanjung Lesung, dan mengontak marketing officernya, mBak Titi. Kupikir masih cukup banyak waktu, karena aku memesan villa Fiji nya masih satu setengah bulan sebelum berangkat. Tapi apa mau dikata, ada rombongan perusahaan sejumlah 200 orang yang mau pakai semua villa yang ada. Biasalah nasib minoritas, selalu terdepak oleh mayoritas. Jadi pelajaran untukku juga, jangan percaya pada travel biro/pengelolaan dari Indonesia. Meskipun sudah bayar DP pun (lewat bank Indonesia) , belum tentu bisa dapat yang kamu inginkan.

Jadi, sampai saat-saat terakhir aku belum dapat kepastian soal villa, meskipun si mbak Titinya sudah memberitahukan bahwa dia akan usahakan villa milik pribadi (tidak dikelola managemen). Villa milik pribadi berarti aku harus masak sendiri atau makan di restoran (meskipun memang bayarnya di bawah standar harga managemen hotel). Udah terbayang juga repotnya.

Ada 3 kamar seperti ini dalam villa Bora-bora yang mengambil arsitektur bali

Kami menginap di Villa Bora-bora 3 namanya, villa ini tanpa kolam renang. Beruntunglah aku karena aku dapat villa yang jauh lebih bagus daripada foto-foto yang dikirim sebelumnya lewat email. Berangkat hari jumat itu molor melebih waktu yang ditentukan sebelumnya yang jam 9 pagi (plan I) dan 12 siang (plan ke2). Tapi kita berusaha berangkat sebelum pukul 4 sore, sebelum terjebak macet.Kami menumpang mobil yang datang dari Bandung. Mobilnya masih gres sehingga berasa aman di perjalanan, mana yang nyetir handal lagi karena terbiasa nyetir antar pulau kota.

Sampai di Serang, kami langsung menuju Carrefour untuk membeli perbekalan, dan snack untuk anak-anak di Rumah Dunia. Belanjalah kita dan memenuhi bagasi mobil yang sudah penuh. Untung masih bisa masuk. Kami juga bertemu KK di Carrefour dan sambil briefing sedikit acara, kami juga membeli peralatan main. Menurut rencana tadinya KK akan bergabung dengan kami keesokan harinya, tapi ternyata mendapat ijin dari istrinya untuk menginap bersama kami. Jadi kami mampir dulu di rumahnya untuk ambil baju segala. Nah, untung juga kami mampir tuh, karena baru tahu bahwa ada paku nancap di ban mobil. Jadi deh kami menunggu ganti ban dulu di Serang.

Sayang sekali Win, istri KK tidak bisa ikut bersama kami karena keesokan harinya pagi-pagi dia harus mengajar. Aku bisa bayangin murid-muridnya pasti tersepona pada kecantikan Win (makanya KK juga langsung terjerat yah hihihi). Mereka baru saja menikah tanggal 20 Juli lalu. (selamat yah)

tampak depan villa, di mukanya terbentang halaman yang luas, dan ada yang mulai dibangun. Ayo siapa yang mau beli, nanti aku kenalin ke Mbak Titi. komisi untukku cukup nginap gratis kalo aku ke jkt. gimana?

Perjalanan panjang dari Serang ke Tanjung Lesung di dalam gelap dan jalan berlubang-lubang. Mana kami masih harus mencari lewat papan penunjuk. Rasanya jalan tak ada ujung. Riku dan Kai tertidur dalam pelukan KK kecapekan si Kai bermain perang-perangan campur bahasa Jepang dan Jawa. Dia (kai) sampai fasih mengucapkan “hantemono”….

Ada bangunan indah yang kami temukan mendekati Tanjung Lesung, yaitu Pembangkit Listrik PLTU sepertinya. Indah karena diterangi lampu-lampu. Sayang kita tidak berhenti di sini untuk foto-foto, karena kami was was jam berapa bisa sampai di villa. Padahal bagus tuh kalau foto-foto di situ, bisa buat foto pre-wed juga (tapi jangan sengaja ke sini… doooh jauhnya hahahaha).

Jalan mulai berbau air laut, dan kami tahu bahwa di sebelah kanan kami laut. Tapi karena gelap kami tidak tahu apakah itu indah atau tidak. Sampai di pintu gerbang masuk Tanjung Lesung pun ternyata masih jauh masuk ke dalam, melewati rimbunan pohon yang… indah tapi seram. Tadinya sempat sih mau turun foto-foto, tapi kok jadi ngeri sendiri kalau nanti di fotonya ada yang muncul hiiiiiiiiii hihihih.

Jalan masuk kompleks di siang hari, kalau malam hiiiii

Kami masuk kompleks Kaalica Villa dan disuruh ke arah kiri tempat villa kami berdiri. Amang Udin yang menjaga di situ ikut membantu kami menurunkan barang-barang yang seabreg-abreg. Dan yang stupid, aku biasanya selalu memotret bangunan/kamar hotel yang aku akan tempati sebelum bongkar barang. Eh kali ini aku lupa sama sekali. Karena kami sampai itu sudah jam 10 lewat dan lapar! Jadi pertama-tama yang aku buat adalah masak nasi 🙂

Ada 3 orang yang tidak jadi menginap bersama kami, sayang sekali.

Untung aku sempat membeli makanan jadi dari AW, paket nasi dan ayam goreng, tinggal menambah sup sayuran. Anak-anak juga terbangun sehingga kami makan bersama-sama pukul 11 malam. Hari sudah berganti ketika kami menempati kamar kami masing-masing.  Villa ini mempunyai 3 kamar sehingga KK dan DM menempati satu kamar, aku dan Ria satu kamar,  Riku dan Kai juga satu kamar. Malam itu kami tertidur pulas Zzzzz.

Aku terbangun pukul 5 dan mencoba mencari akses internet memakai Flash… doooh sulitnya minta ampun. Jangankan akses internet, jaringan HP saja mati nyala. Bener-bener tempat yang bagus untuk menyepi dan memutuskan hubungan dengan dunia! Cocok untuk penulis. (melirik seseorang yang pegang BB terus). Aku sempat keluar villa untuk mencari sunrise, tapi aku tidak tahu arah ke pantainya di mana, sehingga akhirnya cuma jalan-jalan sekitar villa dan kembali serta bersiap membuat sarapan pagi.

Begitu anak-anak bangun, mereka bermain di pantai bersama KK. Untung saja ada dia sehingga aku bisa jadi fotografernya. Lucu sekali melihat Kai yang bermain ombak dan sesekali tersedak air laut. Pantai yang indah itu hanya sepotong, tapi cukup memberikan keceriaan bagi anak-anakku.

bisa sewa sepeda. satu jam nya 40rb rupiah

well, menu kami hari Sabtu itu benar-benar hanya leyeh-leyeh, sarapan, main di pantai, makan, leyeh-leyeh lagi (Ria sih masih sambil kerja tuh). What a wonderful life deh… Sekitar jam 3 sore, akhirnya aku berdua Ria pergi ke pantai dan…photo session deh. Bener-bener berpose untuk foto, padahal aku tuh kan orangnya kaku sekali dan tidak suka berpose. Untung kameraman nya si Ria, jadi lupain urat malunya hahhaa. Jadilah kita gantian menjadi model dan fotografer.

Pantai putih, ombak dan karang serta langit biru, perpaduan yang indah sekali untuk berfoto. Tapi lama-lama aku jadi tidak enak hatinya dan untung saja pas aku kembali ke villa, bertemu dengan Riku yang berlari ke luar sambil menangis. “Mama lama sekali, aku takut. Kai nangis minta susu dan aku ngga tau bagaimana bikin susunya”. Memang aku tinggalkan anak-anak sendirian di villa karena tidak ada yang bisa dititipkan. Riku sibuk dengan DS nya sedangkan Kai bobo waktu aku pergi. Aku jadi menyesal juga, dan sambil peluk Riku, aku cepat-cepat lari membuat susu untuk Kai. Selesailah waktuku untuk menikmati pantai sendirian (tanpa anak-anak), karena setelah itu mulai menyiapkan makan malam dan packing. Foto-foto di pantai itu akan menjadi kenangan tersendiri bagiku. Terima kasih ya Ri.

Kurang bagus hasilnya karena melawan cahaya, tapi apa boleh buat, kami lupa membawa tripod, sehingga terpaksa menaruh kamera di atas karang

Minggu jam 8 pagi kami berangkat ke Serang meninggalkan tempat tetirah kami di Tanjung Lesung. Mungkin lain kali harus mencari pantai yang lebih luas dan bisa menikmati sunset dan sunrise, karena letak pantai TL ini kurang strategis. Well, next time will be Bali maybe, dan nabung beli DLSR ahhh.

goodbye Tanjung Lesung…. the end of my healing getaway!