Hari ke 23 – Tot Ziens Yogya

16 Mar

Ya aku harus mengakhiri バカンス (baca: Bakansu)  atau bahasa aslinya vacances (bahasa Perancis) yang sepertinya sudah menjadi bahasa Jepang. Karena kata vacances ini mengacu ke liburan musim panas yang panjang…. yang amat santai dalam keadaan “tidak usah berbuat apa-apa”.

Well memang liburan aku di Yogya tidaklah panjang hanya 4 hari, juga bukannya “santai dan tidak usah berbuat apa-apa”, tapi kapan lagi aku menikmati pemandangan yang indah, teman yang superb dan makanan yang lezat tanpa harus memikirkan hari ini masak apa, dan menjaga anak saja… Dan vacances ini harus kuakhiri hari ini tanggal 9 Maret 2009 – di Hari yang ke 23 aku di Indonesia.

jam 3 pagi aku terbangun dengan masuk angin, dengan sangat terpaksa aku berkali kali memuntahkan isi perut yang sebetulnya tak bersisa sehingga menyakiti ulu hati. Dan aku tahu aku harus minum teh panas sambil berusaha mengeluarkan angin yang semena-mena tanpa diundang masuk ke tubuhku. Sayang tidak bawa koyok cabe, atau tidak ada bath tub supaya aku bisa berendam air panas. Akhirnya dengan memijat leher dan tengkuk sendiri, tidur-bangun-tidur-bangun sampai jam 7-an aku keluar villa, dan memotret pemandangan sekitar villa. Sayang aku kesiangan, sehingga cahaya terlalu kuat untuk difoto.

Aku sempat tertidur lagi pukul 8 dan dibangunkan pukul 9 pagi oleh Lala, karena dia harus pulang ke Surabaya naik bus. Dan aku mengantar dia sampai menaiki taxi yang aku panggil lewat mbak Wanti sekitar jam 9. Seperti biasa, tentu saja adikku ini melambai dalam taxi dengan air mata berlinang. Yah… sampai ketemu lagi ya…entah kapan. Aku tidak bisa berjanji kapan aku bisa mengambil cuti lagi dan pulang kampung.

Kembali ke villa, perut aku masih sakit sehingga aku telepon mbak Wanti untuk membuatkan sup jagung. Memang di menunya tidak ada, tapi dia bersedia membuatkan untuk aku. Sebelumnya aku tanya apakah ada bubur ayam? Sayangnya sudah kesiangan, kalau lebih pagi bisa dibelikan katanya. Wow, what a hospitality. Aku memang sudah jatuh cinta pada pelayanan di sini.

Jadilah aku dan Riku makan pagi sup jagung + garlic bread, dan sedikit nasi goreng yang memang merupakan “jatah” breakfast, sementara Danny yang  molor terus sampai Lala pergi juga hanya menghabiskan setengah porsi. Oi oi ada apa ini? Semua kecapekan kah?

And the time has come to leave. Pesawatku jam 2:55 siang. Sekitar jam 11:30 aku menyelesaikan bill dengan Mbak Wanti dan minta dipanggilkan taxi untuk membawa kita ke Bandara. Setelah taxi datang, kami pergi ke tempat reservasi tiket kereta untuk mencari tiket bagi Danny, yang akhirnya tidak dapat. Aku baru tahu bahwa di Yogya ada juga tempat seperti itu, reservasi tiket, yang di Jepang namanya Midori no madoguchi hehehe. Ssitem penjualannya juga bagus kok, dibagikan nomor antri untuk dilayani di loket. Ruangannya juga nyaman karena berAC. Tapi hari ini hari terakhir liburan jadi pasti kosong, karena orang sudah tahu pasti tidak ada karcis available. Coba kalau aku datang sebelum liburan, mungkin aku tidak merasa tempat reservasi ini nyaman.

Karena tiket kereta habis, Danny memutuskan untuk naik bus, entah kemana. Well, kalau aku tanpa anak dan punya waktu banyak mungkin aku juga akan begitu…. kapan ya bisa bertualang begitu. Kalau di Jepang mungkin aku berani, kalau di Indonesia…hmmm tunggu dulu. Terlalu banyak faktor yang harus dipikirkan. Jadi teringat cita-citaku kalau Riku dan Kai sudah masuk SD, atau SMP, aku ingin berjalan ke daerah-daerah di Jepang dan… hunting foto! Sepertinya ini hobby yang akan aku tekuni kelak. Bapaknya Gen setiap 2 minggu sekali pasti naik gunung, dan hunting foto. Aku tidak usah naik gunung (karena takut), cari daerah-daerah datar saja deh heheheh. (dasar penakut… phobia)

Keluar dari tempat reservasi dan menuju taxi yang sedang menunggu, aku melihat becak. Well, satu lagi kesempatan yang harus kuberikan untuk Riku yaitu naik becak. Meskipun hanya 100 meter! Riku sih maunya naik sampai bandara, tapi…kasihan tukang becaknya nak hehehe.

Sessampai di bandara, aku langsung cek in di counter garuda, dan keluar lagi menemui Danny yang menunggu di luar. Dan seseorang yang berjanji menemuiku di bandara. Sambil menghabiskan waktu aku membeli dunkin untuk Riku, dan memberitahukan pada Afdhal bahwa aku ada di gerai Dunkin. Tidak sampai 3 menit dia sudah ada di belakangku. Rupanya dia sudah ada di kompleks bandara. Afdhal datang bersama “sang pujaan hati” yang langsung aku kenali karena persis sekali wajahnya dengan foto di blog. Hanya aku agak kaget melihat Afdhal yang berbadan kecil dan berwajah anak muda sekarang. Persis deh mahasiswa-mahasiswa ku di Jepang sana. Tinggal dicat rambut dan pakai anting-anting mungkin hahaha. Eh dhal , ini pujian loh…. bahwa kamu memang kelihatan muda!(wong emang masih muda mel….hihihi). Terima kasih untuk oleh-olehnya, terutama untuk si Marlboro Man, my husband …. dia suka sekali.

Akhirnya tiba waktunya untuk boarding pesawat. Mengucapkan selamat tinggal pada Danny, dan kota Yogya. Aku tahu aku akan kembali ke sini dengan Gen dan anak-anak…someday.

Sebelum naik pesawat, Riku sempat minta dibelikan cicak dari kuningan, dan saat itu, waktu menunggu naik pesawat di bertanya padaku ,“Mama, kenapa tidak ada Ibu dan Bapak tapi anak itu bisa lahir?” (lihat posting Pertanyaan Riku di Yogya)

Kami mendarat di Cengkareng pukul 4 sore. Beberapa saat sebelum mendarat pesawat sempat terguncang, dan seakan memasuki awan tebal. Pasti jarak pandangan pilot hanya berapa meter saja. Aku yang tidak terbiasa naik pesawat kecil, menggenggam tangan Riku sambil berdoa. Dan akhirnya kami dapat mendarat dengan selamat sekalipun dalam hujan lebat di jakarta.

Opa tidak bisa menjemput kami karena mereka pergi ke rumah sepupu kami Rosa, dalam rangka hari ulang tahun anaknya. Sehingga aku berdua Riku naik taxi pulang ke rumah. Dan mendapati Kai juga pergi bersama opa…. Uhh bagaimana kabarnya Kai yang  4 hari aku tinggalkan ya? Dengan harap-harap cemas aku menunggu kepulangan mereka. Dan aku merasa lega, begitu Kai melihat wajahku dia tersenyum lebar, dan meskipun malu-malu mau mendekat ke aku dan minta digendong. Dan setelah itu dia tidak akan pernah mengijinkan aku pergi sendiri. Dia selalu harus ikut! Mungkin dia takut kalau mamanya akan pergi jauh lagi dan lebih lama lagi… hehehe.

Sambil menonton televisi yang memberitakan pesawat lion air dari makasar yang tergelincir di Bandara Cengkareng, aku mengucap syukur bahwa Tuhan selalu melindungi kami.

Tot Ziens Yogya, sampai berjumpa kembali. Tot Ziens sahabat-sahabatku yang kutemui di Yogya. Kalian terus ada dalam pikiranku. Dan aku berharap untuk bisa bertemu lagi ….someday.

Hari ke 19 – Keraton dan Borobudur

12 Mar

Hari ke 19 – Tanggal 5 Maret mulailah perjalananku ke Yogyakarta. Pukul 6:30 pagi taksi yang akan mengantarku ke bandara sudah tiba. Satu koper berisi alat-alat tulis dan pakaian masuk ke dalam bagasi taxi. Sebelum pergi kita berdoa bersama supaya perjalanan lancar dan Kai yang ditinggalkan tetap sehat. Aku sempat masuk ke kamar lagi terakhir kali, melihat Kai masih tidur, dan tidak bisa memeluk dia. Ah… aku jadi sedih meninggalkan dia sendiri. Tapi aku juga tidak mau melihat dia menangis pada waktu aku berangkat, sehingga aku biarkan dia tetap tidur di bed, sambil berkata lirih, “Mama pergi dulu ya sayang….” (mewek lagi deh)

Opa ikut mengantar kami dengan taxi sampai bandara narita eh cengkareng dan kemudian pulangnya naik limousine. Kami langsung cek in, dan masih punya waktu sekitar 2 jam sebelum boarding pesawat. Aku mencari gerai Starbuck untuk mengakses internet sambil minum kopi. Riku terpaksa ikut bengong bersama aku, tapi untung aku membawa buku dan bolpen sehingga dia bisa menggambar-gambar. Aku sendiri sebetulnya masih mempunyai pekerjaan editing majalah Nipponia tahap ke tiga. Jadi sambil aku kerjakan editing terus melihat ke arah jam. Mereka minta kalau bisa sebelum tengah hari. Apa bisa selesai ya?

Sebetulnya tepat sebelum aku boarding, pekerjaan itu selesai. Tapi bermasalah dengan attach ke email. Terpaksa aku boarding dengan meninggalkan pekerjaan belum selesai.

Terbiasa duduk di lorong, membuat aku agak panik waktu kutahu bahwa aku harus di bagian tengah dan Riku di bagian jendela. Untung saja perjalanan Jakarta Jogjakarta hanya ditempuh dalam 45 menit. Gile cepet amat ya? Jadi aku memanfaatkan waktu 45 menit itu dengan menutup mata dan zZZzZzz. Memang boleh dibilang aku tidak tidur semalam, mempersiapkan koper (yang tidak beres beres heheheh) . Ngga deh, ngaku bahwa aku tidak tidur karena chatting dengan seorang sahabat hati.

Sampai di Bandara Adisutjipto, tidak begitu panas. Turun tangga pesawat. Nah seperti ini tidak ada di Jepang, jadi tentu saja harus jepret!!! cissss aku suruh Riku berdiri di samping pesawat. Kemudian masuk ke ruang kedatangan untuk mengambil bagasi. Begitu keluar bandara, aku menemukan pak Edi membawa papan nama bertuliskan IMELDA MIYASHITA (eh lupa, miyashita atau coutrier ya? masa bodo deh yang penting namaku hihihi). Pak Edi ini yang akan mengantar-antar aku selama dua hari pertama di Yogya. Aku pesan melalui Alma dari indo.com untuk akomodasi dan transportasi.

Mobilnya Avanza masih baru berapa hari keluar euy…masih kinclong! warnanya juga aku suka Wine Red. (uh kok jadi laporan soal mobil sih?). Pokoknya aku dan Riku serasa jadi Raja dan Ratu sehari, diantar dengan supir pribadi. Sebuah kemewahan yang tidak bisa kita rasakan di Jepang (Kalo di Indonesia sih mah biasaaaaa mel!). Lah aku tiap harinya di Jepang naik sepeda, ya gembira dong kalau bisa naik mobil, bersupir lagi hihihi. Ah pokoknya aku nikmati setiap detik perjalanan ini.

Begitu masuk mobil, aku tanya pak Edi, sebaiknya pergi ke mana dulu. Karena tujuan aku hanya dua, Keraton Yogya dan Borobudur. Jadi tolong diatur aja menurut kemudahan jalannya. Pak Edi menyarankan agar aku pergi ke Keraton dulu, karena Keraton tutup jam dua siang. Nah! bagus kan kalau kita menanyakan pada yang lebih expert.

Sementara itu aku menghubungi mbak Retno dengan terburu-buru. Nomor HP mbak Retno terhapus waktu ada eror pada O2 ku sehingga begitu aku dapat nomornya lagi dari temanku yang lain pagi ini, aku cepat-cepat menghubungi dia. Mbak Retno adalah orang yang HARUS kutemui dalam perjalanan ke Yogya ini. Karena dia adalah saksi pernikahanku di Tokyo 9 tahun yang lalu. Aku mau memperkenalkan dia pada Riku.

Jadi aku janjian bertemu Mbak Retno di Keraton, karena kebetulan rumah mbak Retno katanya cuma 2 menit jalan dari Keraton. wow! Memang kelihatannya keluarganya temasuk orang dekat istana deh (aku ngga pernah nanya-nanya soal latar belakang orang, jadi ngga tau …entah ya aku paling anti bertanya soal status atau latar belakang, kecuali kalau ybs cerita)

Kami sampai di Keraton dan memasuki pelataran pintu masuk, dengan dikerubuti penjaja cindera mata. Agak sulit juga aku menolak mereka, tapi kali ini aku berhasil. (Ada rambu yang masuk ke penglihatanku…. sepeda motor harap dituntun…. hmmm dituntun ya bahasa Indonesia yang benarnya?) Aku langsung menuju loket dan membeli karcis masuk. Dan seorang ibu mengantar kami masuk ke dalam keraton sambil menjelaskan isi keraton. Semacam guide lah. Ibu itu juga yang membantu mengambil foto kami berdua di beberapa tempat dalam keraton.

Kunjungan ke keraton ini merupakan kunjungan yang ke tiga untukku, tapi yang pertama untuk Riku. Namanya juga anak-anak, jadi tidak begitu antusias dengan barang-barang atau cerita bersejarah, sehingga cukup melihat sambil lalu saja. Yang pasti waktu aku cerita soal lukisan yang matanya bisa mengikuti pandangan mata kita (lukisan Hamengkubuono ke 8 atau 9) , Riku bilang tidak takut hehehe. Dia tidak merasa takut berada di dalam keraton, tidak ada setan katanya hihihi. Tapi yang dia paling senang adalah waktu dia boleh membunyikan kentongan yang ada di dalam keraton. Si ibu juga berbaik hati menunjukkan caranya.

Mendekati pintu keluar, Mbak Retno telepon dan memberitahukan bahwa dia sebentar lagi sampai di Keraton. Kami langsung naik ke mobil, dan mencari tempat makan siang. Kemudian kami diajak ke Restoran Bale Raos. Kabarnya Rumah Makan ini menyediakan makanan khas keraton untuk para sultan dan abdi dalem. Rumah makan ini masih di lingkungan keraton dan bersebelahan dengan Sarinah pusat kerajinan tangan batik. Di Restoran Bale Raos ini, Saya memesan masakan bebek masak jamur, Bebek Suwir-suwir , lalu masakan Paru dan bir jawa. Menyesal juga pesan bir jawa, karena memang non alkohol tapi boleh dikatakan ini bukan bir tapi minuman jamu manis heheheh (Pan aku pengennya minum bir hehehhe). Mungkin disebut bir hanya karena mengeluarkan buih jika di kocok/aduk.

Makanan di restoran ini cukup enak. Cuma yang kemudian saya perhatikan, kenapa di Yogyakarta banyak sekali masakan bebek ya? Setesai makan, kami mengantar Mbak Retno pulang sampai ke rumahnya, dan kemudian langsung menuju Borobudur. Cuaca memang tidak bersahabat, tapi aku berbekal payung lipat dan aku rasa tidak akan deras hujannya.

Sambil melangkah menuju tempat penjualan karcis masuk, dan kemudian masuk ke pelataran kompleks Borobudur, aku baru ingat perkataan Wita, “Onechan…jauh loh jalannya”… heheheh bener jauh euy. Untung Riku penuh semangat berjalan sendiri. Kalau sampai dia minta gendong susah deh. Aku juga ngga mau minta jasa pemandu, yang katanya bisa sekaligus memanggul Riku.  Mana mulai hujan rintik-rintik, meskipun aku bertahan tidak memakai payung.

Well sedikitnya Riku berhasil memanjat Borobudur sampai setengahnya sendiri, tanpa dibantu. Aku sebetulnya lebih takut daripada dia, karena aku ada phobia. Tapi aku akan berusaha ikut dia setinggi apa dia bisa. Sebetulnya kalau misalnya datang lebih pagi, tidak dalam keadaan hujan (licin) mungkin kami akan sanggup sampai puncaknya. Tapi berhubung sudah mendekati waktu tutup maka tiba-tiba dari arah atas, turun beberapa pengunjung. Ini yang membuat Riku ragu untuk terus memanjat sampai atas. Lalu aku bilang, “Nanti Riku naik sampai atas dengan papa saja ya? Kan Papa juga belum pernah ke sini”. OK deh… kami meninggalkan PR di kaki Borobudur.

Kami turun ke arah pintu keluar dalam hujan, dan sempat beristirahat di toko-toko yang mau tidak mau kami lewati supaya bisa keluar. Bagaikan labirin toko, aku sebetulnya tidak suka dengan kondisi ini. Tapi apa boleh buat, ini juga taktik untuk memajukan penghasilan di sektor pariwisata kan. Aku sih terus terang malas membeli kerajinan tangan lagi…. masalahnya di Jepang tidak ada tempat untuk menaruhnya.

Akhirnya kami sampai di pelataran parkir dan aku menuju tempat janji bertemu dnegan Pak Edi. Tapi memang tidak ada mobilnya. Di situ Riku mulai panik.

“Mama, kok mobilnya tidak ada?”
“Aduh bagaimana kita pulang?”
“Loh Riku…kenapa nangis…kan Riku sama mama, Tidak sendirian. Kalau mama tidak ada nah boleh Riku nangis. Percaya dong sama Mama. Kan mama ada uang, kalaupun seandainya mobilnya tidak ada, kan mama bisa minta mobil lain.”

tapi Riku tetap menangis, sampai akhirnya aku ajak dia berjalan ke arah parkiran. Dan akhirnya ketemu. Kami hanya terpaut satu blok saja. Dan Riku masih terisak….

“Mama kita pulang ke Jakarta saja yuuk… Mama ngga kangen sama Kai ya?”
“Mama kangen sama Kai, tapi kan mama juga mau pergi berdua sama Riku saja. Empat hari loh, Riku berdua mama saja, tanpa ada Kai. Enjoy aja”

Entah dia sudah capai, atau dia juga sedang PMS (ups…bukan PMS tapi sensi deh heheheh). Dan anakku yang satu ini memang sangat perasa. Akhirnya dalam mobil aku peluk dia, dan kami menatap jalanan pulang ke arah hotel yang dibasahi air hujan.

Kami menuju ke Jalan Palagan, untuk mencari hotel Rumah Mertua tempat kami menginap 2 malam pertama. Ternyata Hotel Mertua dan Villa Hani’s terdapat di jalan yang sama yaitu di jalan Palagan. Tapi lebih mudah mencari Vila Hani’s daripada Rumah Mertua, karena letaknya di bagian dalam dan dikelilingi perumahan.

Setelah Check in di Rumah Mertua, aku menunggu kehadiran dua temanku yang akan datang bertemu. Setiawan yang teman sejurusan Sastra Jepang beserta istri bertemu kembali setelah tidak bertemu hampir 20 tahun. Dan tidak lama Uda Vizon datang juga untuk membicarakan detil acara tanggal 7 nanti. Kami berempat beserta Riku pergi makan malam di Peleg Golek, tidak jauh dari hotel, rumah makan sea food yang lumayan enak. Karena sudah terlalu capek, Riku tertidur dalam mobil, dan terpaksa digendong Uda karena aku tidak kuat.

Hari yang melelahkan tetapi memberikan kesan yang mendalam di hati.