Pasar Tradisional

16 Mar

Biasanya aku pulang kampung ke Jakarta tidak pernah kurang dari 21 hari dan itupun biasanya sudah dipenuhi rencana ini itu. Sibuk!Dan memang rasa rindu terhadap kehidupan di Jakarta rasanya tidak pernah bisa cukup dituntaskan dalam satu bulan saja. Tapi tidaklah demikian dengan kepulanganku ke Jakarta pada waktu Natal dan tahun baru kemarin. Waktu liburan yang hanya 2 minggu sengaja kubuat tidak penuh dengan rencana-rencana. Karena itu waktu adikku berkata, “Mel, kamu pergi tuh ke pasar Mayestik. Udah baru loh, bagus tidak seperti dulu. Ya jalannya sih masih kotor, tapi pasarnya sendiri sudah bagus!”, aku langsung tertarik.

Akhirnya aku pergi mengajak asisten rumah tangga si Anna untuk pergi bersama. Tujuannya tentu saja supaya dia yang menjadi guide aku sambil berbelanja. Karena terus terang aku sudah berpuluh tahun tidak ke pasar tradisional! (Mungkin 20 tahun lebih karena aku sudah 20 tahun di Jepang…..)

Gedung pasar dilihat dari luar, dan tokonya Ahin (Padahal ada namanya tuh, Gunung Mas :D)

Tapi…. aku senang waktu memasuki bangunan yang memang baru dan lumayan bagus itu. Masih bersih dan karena masih pagi (jam 8:30) belum banyak orang yang belanja. Senang melihat sebuah toko “Ahin”, tempat duluuuu sekali mama selalu berbelanja. Sayang aku juga tidak banyak waktu jadi tidak masuk ke dalam toko itu. Aku sebetulnya ingin sekali melihat apakah si bos Ahin itu masih bersinglet seperti dulu 😀 Tapi Toko Ahin itu menjual barang-barang yang pasti berat untuk dibawa-bawa, macam beras, makanan kaleng, emping, dsb dsb, jadi kupikir kalau mau mampir lebih baik pulangnya saja. (Dan akhirnya tidak jadi mampir sih…)

Setelah menuruni tangga dan slope berputar-putar akhirnya kami sampai di lantai bawah tempat pasar sebenarnya 😀 Alias pasar becek menurut Krismariana yang semestinya bau! Tapi itu dulu sih, seperti kenangannya Krismariana di pasar tradisional. Ntah apakah karena masih pagi, masih bersih dan terang. Memang aku merasa karena lantai dan dindingnya putih keramik jadi terasa terang, selain tentu lampu neon yang benderang ya. Juga pakai AC loh. Tapi yang pasti aku berhati-hati sekali melangkah karena aku pakai sandal jepit yang licin jika lantainya basah.

Los Ikan…. Mbak Annanya cantik sih jadi digodain… Ayo tahu nama ikan-ikan ini ngga? 😀 (Aku udah lupa, mustinya dicatat tuh waktu itu)

Pertama kami pergi ke los ikan. Sebagai keluarga Makassar, kami memang harus selalu punya persediaan ikan laut di dalam lemari es. Si Anna mau membeli udang untuk anak-anak, jadi aku temani. Mungkin karena Anna masih muda dan cantik, pedagang ikan yang bapak-bapak itu menggoda dia terus. Sehingga aku merasa perlu bercakap-cakap dengan si bapak-bapak itu. Lagipula aku ingin memotret! Sebetulnya aku ragu apakah bisa memotret atau tidak. Nyaliku kadang memang tidak besar untuk urusan ini sehingga sulit untuk menjadi fotografer. Pikirku fotografer itu harus berani untuk memperlihatkan kameranya, sedangkan aku tidak. Seringnya memotret sembunyi-sembunyi, karena (di Jepang) aku takut tidak boleh atau orang lain merasa aneh melihat aku memotret. Dan satu lagi, aku berpikir, mereka akan memberi harga yang mahal jika melihat aku membawa kamera. Dulu aku ingat sekali, mama selalu wanti-wanti untuk tidak memakai kalung atau gelang, atau baju bagus ke pasar. Selain takut dijambret, juga pedagang akan memberikan harga mahal 😀

Jadi aku takut-takut mengeluarkan kameraku, dan bertanya pada si bapak, aku boleh memotret atau tidak, karena terbiasa di Jepang. Dasar orang Indonesia, senang saja dipotret.  Bahkan mereka berpose! Oiiii aku justru tidak mau kalian berpose, maunya yang wajar-wajar saja. Dan aku menggunakan kesempatan untuk tanya nama-nama ikan yang aku tidak tahu deh 😀

Ibu-ibu tangguh penjual ayam… dan gantungan baju deh buntut, lidah dan jeroan… pemandangan yang pasti tidak terlihat di pasar Jepang!

Karena sudah kepalang mengeluarkan kamera, akhirnya aku pegang terus kameranya sambil belanja. Berasa jadi wartawan deh! hehehe. Dan ternyata semua yang berpapasan juga tidak sampai memandangku sebagai artis  orgil 😀 Kami kemudian pergi ke los ayam. Yang aku heran di situ kenapa harganya bisa sama semua ya? Sekilonya kalau aku tidak salah ingat 22 ribu. Dan semua bertampang memelas berkata, “Beli (ayam) punya saya dong bu…” Duh itu yang aku ngga bisa tuh, rasanya ingin beli satu-satu dari semua pedagang, yang lucunya semua ibu-ibu. (Bagian ikan semua laki-laki, bagian ayam semua perempuan :D) . Akhirnya aku bilang pada Anna, beli satu di ibu itu, dan satu di ibu ono 😀 Yang aku perhatikan juga, si Anna ngga pernah nawar! Waaaah kalau ibuku masih hidup, bisa diomelin tuh 😀 Bagi ibuku, kalau ke pasar wajib nawar … makanya aku ngga cocok deh belanja sama mama. Ngga tega!

Dari ayam, kami pindah cari buntut. Ihhhh seram juga melihat buntut sapi digantung begitu ya? Yang pasti tidak ada pemandangan seperti ini di Jepang, jadi kudu dipotret :D. Cari buntut di Jepang memang agak susah, karena tidak setiap tukang daging menjualnya. Kalaupun ada, buntut sapi Jepang itu muahal rek. Satu biji yang agak besar seharga 1000 yen. Beratnya kira-kira 200 gram deh. Karena itu mending beli buntut halal yang sudah dibekukan. Satu kgnya 1200 yen. Beda sekali kan harganya? Tapi buntut ternyata juga mahal ya di Indonesia…. kalau tidak salah sekitar 80-90 ribu tuh. Demikian juga dengan daging. Padahal dengan harga yang sama, kami bisa juga membeli 1 kg daging di Tokyo. Itu kan berarti daging memang mahal di Indonesia karena harganya bisa sama begitu. (Dan sekarang kasus bawang putih mahal hehehe)

sayurnya bagus-bagus, menurutku lebih bagus dari di supermarket loh. Masih segar lagi. Dan… terus terang sudah lupa nama beberapa sayur yang kufoto 😀

Dari situ kami pergi ke los sayur… Duh senang melihat los sayur itu karena sayurnya bagus-bagus! Aku juga baru lihat daun genjer di situ.Tapi karena takut terbuang, aku tidak beli daun-daun yang belum pernah kami coba itu. Maklum aku kan tukang jalan, nanti mubazir.Di los sayur aku juga belanja di dua kios, dan salah satu kiosnya dijaga oleh sepasang suami-istri. Senang deh lihat mereka berdua, akrab dan sigap melayani pembeli, yang cuma aku saja. Cuma aku tidak jadi membeli kacang tanah padanya, karena kecil-kecil dan dijualnya ketengan dalam plastik-plastik kecil. Aku lebih suka beli kiloan untuk kacang tanah.

Akhirnya aku putuskan untuk pulang, setelah berada di situ 40 menit…. karena uang sudah habis 😀 dan yang pasti tentengan semakin banyak dan berat. Memang sih banyak pemuda porter yang menawarkan membawakan barangnya, cuma aku tidak terbiasa memakai porter dan tidak tahu berapa ongkosnya juga. Akhirnya kamipun pulang dan tidak mampir lagi ke Ahin deh ….

Aku senang sekali sudah bisa berkunjung kembali ke pasar Mayestik yang dulu sering kukunjungi ini. Seperti berwisata saja!  Memang tidak sama, dan untung tidak sama (kalau tidak pasti baunya itu loh)… Aku tahu bahwa manusia harus memperbarui diri terus jika mau maju, dan pasar tradisional di Mayestik ini sudah memperbarui dirinya. Semoga saja bisa tetap terjaga kebersihannya.

So, kapan terakhir kamu ke Pasar Tradisional? 😀 Nanti kalau aku mudik lagi, aku mau ajak Gen dan Riku ke pasar! 😀

Pesan

11 Des

Pesan tanpa melihat konteks kalimatnya bisa berarti macam-macam. Bisa “message”, bisa “reservation”, bisa “order”…..

“Hallo, Bisa bicara dengan Imelda tante?”
“Oh dia belum pulang”
“Bisa pesan tante”
“Bisa, mau apa? Teh panas, atau sirup, atau air putih?”
“#$&%&()’)”

(percakapan seorang teman dengan ibu saya….. so… bisa tahu kan darimana saya dapat sifat “iseng” itu?)

Menjelang Natal dan Tahun Baru, ibu rumah tangga di Jepang sibuuuuk sekali. Pesan Kue Natal untuk tanggal 24 Desember, pesan Ayam Goreng si Kolonel untuk tanggal 24 juga, membeli wine atau champagne (Dom Perignon? heheheh buat apa sih champagne semahal itu ya?) menghias rumah terutama untuk yang mempunyai anak kecil. Ntah kenapa Hari natal di Jepang itu identik dengan Strawberry Short Cake dan Ayam…. Menjelang natal susaaaaah sekali cari ayam hidup utuh maupun potongan terutama bagian paha. Atau…. kalau malas memasak sendiri di rumah, untuk yang belum mempunyai anak, sibuk memesan tempat di restoran atau hotel dengan gala dinner artis terkenal. Jangan deh cari ruangan kosong untuk buat party di hotel/restoran mulai tanggal 20 desember sampai akhir tahun… penuh! (dan booking harus dilakukan paling lambat setengah tahun sebelumnya).

Dan untuk mempersiapkan Tahun Baru, ibu RT itu akan memesan Osechi Ryori makanan khusus untuk tahun baru yang biasanya tertata indah dalam kotak bersusun. Makanan ini diwakili Ise Ebi, Udang Besar, kacang-kacangan, chestnut masak manis, kamaboko (bakso ikan), nimono (rebusan ubi taro, wortel, renkon, dan ayam) dll. Makanan osechi ini biasanya tahan lama karena paling sedikit untuk 3 hari (selama 3 hari, tgl 1-2-3 ibu rumah tangga diharapkan bisa libur memasak/menggunakan dapur ceritanya)

Osechi Ryori
Osechi Ryori

:::::::::::::::::::::::

Semua pesanan untuk Natal, biasanya akan diambil sendiri oleh si pemesan pada tanggal 24 siang/sore karena tanggal 24-25 bukan hari libur. Jadi pada tanggal 24 malam Anda bisa melihat banyak ibu/bapak yang menenteng tas berisi kue/ ayam pesanan mereka untuk disantap di rumah. Perlu diketahui tanggal 23 Desember adalah hari libur di Jepang, hari ulang tahun Kaisar. Sedangkan tanggal 25 Desember, waktu hampir di seluruh dunia merupakan hari libur nasional, di Jepang TIDAK libur. Menjawab pertanyaan Bang Hery, kenapa Natal tidak libur? Mungkin yang terbaik jawabannya adalah Jepang bukan negara yang berdasarkan agama, tidak menganut agama tertentu sebagai agama mayoritas, dan Jika mau dipikir agama Shinto memang tidak mempunyai Hari besar agama. Demikian pula dengan Buddha di Jepang (Waisak tidak dirayakan). Jadi Jepang secara “adil” tidak memperingati hari besar agama tertentu dan menjadikannya hari libur. Karena kondisi ini maka komunitas orang Indonesia beragama Kristen/Katolik di Jepang akan mengadakan misa natal pada hari Minggu terdekat atau tanggal 23 Desember yang hari peringatan Ultah Kaisar. So jangan heran kalau melihat satu negara Jepang masih bekerja di hari Natal. (They shoud see the film “Scrooge” hihihi)

Sedangkan untuk pesanan makanan untuk Tahun baru biasanya akan diantar ke rumah-rumah sampai dengan tanggal 30-31 Desember. Memang membuat osechi ryori sulit dan repot, meskipun saya pernah mencobanya…. lebih indah kalau membeli.

Yang membuat saya heran memang adalah perencanaan orang Jepang dalam mempersiapkan segala sesuatu. Pesan makanan-makanan itu sudah sejak awal Desember! Kayaknya kalau di Indonesia jarang ada acara pesan-memesan yang dilakukan secara serentak dimana-mana oleh semua toko, bahkan sampai toko akan mengirim DM (Direct Mail bukan Daniel Mahendra) segala ke rumah-rumah. Menerima pesanan untuk hari Natal! Mungkin di blogsphere ini hanya ibu Enny yang sudah repot-repot memesan atau mempersiapkan dari jauh hari. Mungkin juga orang Indonesia lebih senang memasak sendiri daripada membeli yang sudah jadi. Atau mungkin di Indonesia ada juga pesan memesan ini tapi sifatnya lebih individual, antar kenalan. Promosi juga tidak terlalu gembar-gembor seperti di Jepang. Segala sesuatunya harus dipesan dulu sebelumnya… kalau tidak???? tidak kebagian apa-apa.

Nah! di sini saya ingin menjelaskan juga hubungan antara “gadis single” dan “Natal”. Kalau diposting lalu saya menyinggung bahwa mereka pergi ke Jinja untuk berdoa …. 2 minggu sebelum Natal…. supaya enteng jodoh. Kenapa harus 2 minggu sebelum Natal? Dan mungkin kalau ada toko yang menyebarkan DM “Terima pesanan pacar untuk Natal Anda”, sudah dapat dipastikan pesanan akan membanjir (untung saja tidak ada karena akan menjadi masalah hukum di sini — jual beli manusia— hihihi)

Natal yang sebetulnya merupakan hari suci agama, bagi kaum muda Jepang identik dengan “Pacar” dan “Hotel”. Semua gadis yang belum mempunyai pacar, menjelang natal –sekitar oktober, november — akan berusaha mencari pacar. Kalau bisa giri-giri mepet awal desember begitu ada cowo yang disuka atau mendekat… caplok saja dulu. Cocok atau tidak urusan nanti, yang penting waktu natal ada pasangannya. Dan kebanyakan couple, pasangan tidak akan putus menjelang Natal. Saiaku 最悪 … worst! jika sampai putus sebelum natal (Putus-memutuskan aja ada hitung-hitungannya hihihi)

hotel

Karena… di hari natal- ok – christmas eve- Malam Natal, pasangan ini akan jalan-jalan, date berduaan. Makan malam berduaan… mungkin ke disneyland juga berduaan dan akhirnya ke hotel … Bed IN. Makanya perlu juga memesan hotel, atau kalau yang mahasiswa tidak ada uang untuk pesan hotel, ya …. bersihin kamarnya dan hias heheheh. Atau untuk karyawan muda/ kalau ada uang sedikit, ya pergi ke RABU HOTEL (bukan hotel yang bukanya hari rabu saja loh. Rabu ini ucapan bahasa Jepang untuk LOVE) cukup 2-3 jam saja hehehe. Hotel-hotel yang bisa dipakai jam-jam an ini beraneka ragam, ada yang murah dua jamnya kira-kira 5000 yen, sampai yang mewah dengan jacuzzi, karaoke dan water bed segala bisa sampai (wah ngga tahu jeh mungkin sampai 20.000 yen). (Keterangan ttg Rabu Hotel ini yang lengkap ada di majalah-majalah!!!! ada fotonya segala… kalau minat nanti saya beliin deh majalahnya hehhe **loh**). Tergantung juga letak hotelnya, biasanya hotel-hotel begini ada dekat stasiun… tapi stasiun pun ada macam-macam. Kalau stasiun terkenal seperti Shibuya, Aoyama, Harajuku dll sudah pasti lebih mahal, daripada stasiun di tempat yang kumuh.

Jadi bagi mereka Natal = cinta (pacaran) = seks jadinya. Memang tidak semua begini, masih ada banyak yang lebih suka berkumpul bersama teman-teman terdekat dan membuat home party , sedikit yang mau melewati Natal dengan keluarga. Tapi beginilah Natal menurut anak-anak muda di Jepang. Ironis bagi orang Indonesia, tapi tidak untuk mereka.  (Ayo… Melati san…. tambahkan cacian mu di komentar mengenai hal ini hihihi).

Oh ya, tambahan!!!! GEREJA yang tidak pernah penuh di hari Minggu biasa, akan PENUH SESAK oleh orang Jepang (yang bukan simpatisan = bukan beragama kristen loh) yang ingin tahu bagaimana misa natal itu. Tentu saja tidak apa-apa, bahkan saya sebagai umat senang sekali karena ada kemungkinan mereka “berminat” pada agama. Meskipun kadang kehadiran mereka sedikit mengganggu (yang biasanya bisa duduk jadinya harus berdiri). Tapi hei … di Indonesia juga begitu kan… ada juga umat Kristen Natal/Paskah atau Kristen KTP 😀 . Jadi apa bedanya dengan orang Jepang ini? …. Bedanya sesudah mengikuti misa mereka pergi ke…. hotel hihihihi.

Demikianlah hubungan gadis single, orang jepang, dengan Natal. Dilaporkan oleh Imelda yang sudah 16 tahun 22 tahun melihat “keanehan” ini dan tidak bisa berbuat apa-apa sambil terheran-heran.

So? Keluarga Miyashita sudah pesan-pesan belum? Berhubung saya orang Indonesia, ngga ada tuh acara pesan-pesanan. Kue Natal? gampang… bikin sendiri. Ayam? hmmm kalau bisa dapat Ayam utuh bisa masak ayam panggang yah… lalu makan pakai bumbu kecap hmmm yummy. Wine/champagne? belum beli hehehe. Mungkin saya akan masak macaroni schotel atau pastel tutup, kebiasaan keluarga Coutrier waktu Natal. Hotel/Gala dinner? wahhh kalau ini ngga deh … mahal hihihi. Mending saya yang nyanyi ya? hehhehe.  Osechi Ryori? Ngga usah bikin karena tahun ini kami berkabung (Omnya Gen meninggal) jadi sebetulnya kalau berkabung tidak boleh merayakan dengan mewah dan tidak boleh mengirim kartu tahun baru juga. Tapi yang pasti kami akan makan Toshikoshi soba (Mi tutup tahun) bersama di Yokohama.

Tapi… daripada mempersiapkan segala-segala yang bersifat material ini, bukankah lebih penting menyiapkan hati kita? (uuuh Imelda bisa religius juga hehhehe).