Hari Sabtu, 30 April kami di rumah terus, sambil menghilangkan kepenatan seminggu. Tapi “the three musketters” sempat pergi sebentar ke pemandian umum Sento di dekat rumahku. Heran sekali deh, si Riku memang suka sekali berendam di bak panas, sekitar 42 derajat. Meskipun Kai juga suka berendam, rupanya 42 derajat terlalu panas untuk dia. (Lucu deh melihat mereka pulang dengan pipi meraaaaah sekali)
Nah, karena sudah istirahat 1 hari penuh kami berencana untuk pergi ke Chiba hari Minggunya. Tapi waktu aku bangun jam 6 pagi, wahhh cuacanya seperti akan turun hujan. Mendung, meskipun belum segera akan turun hujan. Karena tempat yang kami tuju adalah “Mother FARM” sebuah peternakan wisata yang luas, kalau hujan pasti sulit berteduh dan …. tidak bisa melihat apa-apa.
Setelah bimbang pergi atau tidak, akhirnya kami keluar rumah pukul 9 pagi, dengan pertimbangan, kalau hujan sebelum sampai ke Mother Farm (perjalanan sekitar 1,5 jam) maka kami akan mencari alternatif tempat lain yang berada dalam gedung.
Untuk pergi ke Chiba dari tempat kami, jalan yang paling cepat adalah melewati AQUALINE, perpaduan terowongan bawah laut dan jembatan yang menghubungkan prefektur Kanagawa dan Chiba. (Yang ingin mengetahui tentang Aqualine ini bisa baca di “From the bottom of the sea“) Padahal aku sempat berpikir, waktu gempa bumi jalur ini bagaimana ya? Tentu saja tidak rusak karena buktinya kami bisa melintasinya hari Minggu kemarin 😀 (Ssst aku sengaja tidur supaya tidak panik. Susah kan kalau aku tiba-tiba panik waktu berada di dalam laut 😀 )
Kemarin itu benar-benar aneh. Hari Minggu, lagipula Golden Week, tapi jalanan lancar car car…. orang Tokyo pada liburan ke mana ya? Biasanya di tahun-tahun lalu sudah bisa dipastikan jalan tol akan macet. Heran yah, waktu lancar begini masih bertanya, “Kok tidak macet?” hehehe.
Tapi memang mengerikan menyetir hari itu, setelah keluar dari dasar laut kami harus menyusuri jembatan di atas laut. Tepat sebelum kami keluar terowongan bawah laut, kami memang sudah diperingatkan bahwa hari itu angin bertiup kencang 15 m, sehingga disarankan kecepatan mobil max 40 km/jam. Untung kami berempat satu mobil sehingga dorongan angin tidak begitu terasa. Seandainya menyetir sendiri pasti rasanya seperti akan diterbangkan angin deh.
Kami sampai di depan pintu gerbang masuk Mother Farm di atas bukit pukul 11:12 siang. Belum hujan tapi masih mendung, dan berangin. Tapi karena angin selatan, tidak dingin. Sungguh senang melihat perbukitan yang penuh dengan daun berwarna hijau muda serta bunga-bunga. Meskipun di beberapa tempat ada bangunan-bangunan rasa luas itu terasa menyegarkan kami yang biasa tinggal di kota, yang sempit. Dan sebagai tambahan… pengunjungnya sedikit dibandingkan luas arealnya.
Riku bertanya padaku “Mengapa namanya Mother Farm”… mother kan artinya IBU ya mama? Ternyata saya menemukan sejarahnya seperti ini:
Mother Farm dibangun oleh Hisakichi Maeda, pendiri Surat Kabar Sankei dan Tokyo Tower. Waktu kecil, beliau tinggal di Osaka dan keluarganya amat miskin. Ibunya sering mengatakan, “Seandainya kita punya 1 sapi saja, kehidupan kita akan lebih mudah”. Perkataan ibunya melekat terus di hatinya, dan Pak Maeda ini merasa bahwa industri peternakan diperlukan untuk kelangsungan Jepang. Karenanya dia memberi nama peternakan seluas 250 hektar ini dengan “Mother Farm” sebagai peringatan untuk ibunya.
Ada berbagai acara yang disajikan yang bisa diikuti dengan gratis atau bayar. Sambil melihat jadwal, kami memutuskan pertama kali untuk menunggang kuda, karena Riku dan Kai ingin naik kuda. Sekali putaran harus membayar 500 yen (Rp50.000) per orang, tapi ya cukup memuaskan lah. Kuda yang dipakai memang kuda benaran (masa ada kuda boongan sih mel hihihi), kuda dewasa gitu, bukan Pony seperti waktu di Kebun Binatang Chikouzan Kouen. Lagipula ada kejadian lucu waktu Riku sedang menunggang begitu, kudanya berhenti dan….. pipis wuaaahhhh hihihi.
Setelah dari kandang kuda, kami cepat-cepat pergi ke kandang sapi yang butuh waktu sekitar 20 menit jalan kaki menuruni bukit. Pokoknya luas deh tempatnya, sehingga harus siap jalan kaki banyak (jangan pakai sepatu hak tinggi yah 😀 ). Aku sendiri memang pakai sneaker tapi harus menggendong ransel yang berisi kamera, dan pakaian ganti anak-anak yang cukup berat.
Kenapa kami buru-buru ke kandang sapi? Soalnya pukul 11:30 ada kesempatan “memerah sapi”. Wah, ini pengalaman berharga sekali untuk anak kota jadi harus pergi :D. Sayangnya karena banyak peminat, kami hanya bisa memerah dengan satu tangan (di satu kantung susu). Dua sapi untuk 4 baris. Lucu melihat Kai yang geli memegang si sapi. Tapi Kai sudah mengetahui cara memerah kambing dari film HEIDI yang dia tonton sekitar 2 minggu yang lalu.
Di daerah kandang sapi itu ada toko yang menjual susu, soft cream dan ice cream. Jadi kami istirahat di situ sambil mencoba susu, soft cream dan ice creamnya. Tentu saja beli satu-satu dan dimakan bersama :D. Cuma aku sendiri yang tidak minum susu, karena aku paling tidak bisa minum susu segar murni, tanpa campuran coklat/kopi/stroberi (kecuali kalau terpaksa, tapi harus dingin!).
Setelah menyapa penghuni kandang 😀 kami berjalan menuju kandang kuda yang ada di sebelah kandang sapi. Wah serasa nonton film Bonanza deh melihat suasana di sekitar situ hehehe (Pada ngga tau kan film Bonanza? Itu tuh pelem jaman kuda gigit besi hihihi). Tapi…. aku suka sekali pemandangan seperti ini.
Dan senangnya ada seekor kuda yang mau mendekati kami, dan dibelai-belai, sehingga kami bisa banyak membuat foto dengan si Kuda. Lihatlah si Riku bergaya dengan si Kuda.
Tentu saja banyak binatang lain di sini, termasuk ada pula acara perlombaan anak babi lari cepat :D. Tapi memang yang menjadi tujuan kami kali ini adalah Kuda dan Sapi, jadi senang karena keinginan kami bisa terkabul padahal udara mendung mengkhawatirkan.