Karyawisata

25 Jun

Aku mengaku dulu ya, baru bisa menulis lagi setelah menyelesaikan hutang-hutang tulisan lain. Dan kebetulan malam ini belum bisa tidur (kebanyakan minum kopi) jadi aku pikir, ingin memulai kembali menulis di TE.

Hari Kamis yang lalu, Kai pergi study tour a.k.a karyawisata ke daerah Nagano. Memang 移動教室 ini merupakan program dari sekolah dasar terutama kelas 5 dan 6 (高学年)sehingga tentu saja kakak Riku juga sudah pernah (bisa baca di sini dan sini). Jadi aku sudah tahu kira-kira apa saja yang harus dibawa Kai.

Dalam shiori しおり(buku panduan) tercantum bahwa mereka harus membawa satu tas besar, dan satu tas kecil. Dalam tas besar diisi dengan baju dan baju dalam untuk 3 hari, handuk dan peralatan mandi, sedangkan dalam tas kecil, dimasukkan jaket seandainya dingin, jas hujan, payung lipat, bekal makanan dan tempat minum, serta plastik etiket yaitu plastik untuk membuang sampah, atau kalau mabuk dan m*nt*ah. Selain itu juga dompet kosong, karena pada hari terakhir mereka akan diberikan uang saku (yang sudah orang tua siapkan) untuk membeli oleh-oleh.

Kira-kira 3 minggu sebelum berangkat, kami sudah mendapat daftar apa saja yang harus dibawa (supaya bisa disiapkan jauh hari), juga berapa biaya yang dibutuhkan. Karena sekolah kami ini menginap di villa milik pemerintah daerah, biayanya sangat murah. Untuk tiga hari hanya 4900 yen, tentu sudah termasuk transportasi sewa bus dan tiket masuk tempat-tempat yang akan dikunjungi. Selain uang biaya, kami orang tua juga boleh memberikan uang saku untuk belanja oleh-oleh yang sudah ditentukan maksimum 2000 yen. Jumlah yang tidak berbeda dengan 5 tahun lalu waktu Riku kelas 5 SD. Uang 2000 yen ini kami masukkan amplop tertutup, yang akan dipegang gurunya sampai waktunya berbelanja. Ini untuk keamanan anak-anak sendiri, dan mencegah keinginan mencuri pada anak-anak (dan atau orang luar). Dianggap batas maksimum 2000 sudah cukup untuk berbelanja oleh-oleh, dan tidak ada orang tua yang memberikan lebih dari yang sudah ditetapkan, meskipun mereka kaya. Peraturan adalah peraturan yang harus dipatuhi.

Perlu diketahui, anak SD di sini tidak ada yang membawa uang ke sekolah. Mengapa? Ya karena tidak perlu uang juga. Transportasi dengan jalan kaki dari rumah. Juga tidak perlu untuk jajan, karena di sekolah disediakan makan siang. Minum pun tidak perlu karena ada “fountain” yang dipasang di sekolah. Kalaupun membawa tempat minum, kami sudah diperingatkan untuk hanya mengisinya dengan air atau teh tawar. Tidak boleh teh manis!

Lalu pertanyaannya, apakah anak SD dapat uang saku? Saya sendiri tidak pernah memberikan uang saku kepada Riku dan Kai selama SD. Riku dulu memang sering bermain dengan teman, tapi kalaupun perlu uang untuk beli jajanan, aku berikan per hari dan hanya 100yen (cukup untuk membeli jajanan murah). Kalau Kai, dia tidak pernah main di luar bersama teman, sehingga tidak pernah perlu uang. Tapi kalau mau ditanya berapa kira-kira uang saku anak SD, ya sekitar 1000-2000 yen per bulan. (Saya baru berikan sejumlah ini waktu Riku di SMP)

Kembali lagi ke karyawisata Kai. Hari pertama mereka harus berkumpul di sekolah pukul 7:20, untuk kemudian pergi ke pabrik Lotte di Saitama. Pabrik lotte ini adalah pabrik yang membuat permen karet dan kue-kue snack untuk anak-anak. Mereka membuat kue “Koala no Marchi” khusus bertuliskan nama sekolah mereka.

Setelah itu mereka langsung ke tempat penginapan yang merupakan penginapan milik pemda Nerima, sehingga biayanya juga murah sekali. Malam mereka mengadakan camp fire, dan mereka bersama-sama menarikan gerakan waktu pesta olah raga.

Keesokan harinya, Kai yang biasanya tidur jam 11 pada acara menginap ini harus tidur jam 9, jadi dia bisa bangun sebelum teman-teman lainnya bangun jam 6. Dia bertugas sebagai penyiap makanan, sehingga dia membawa makanan untuk teman-temannya ke meja makan. Setelah selesai makan, dia harus mengelap meja dan meyakinkan bahwa meja telah bersih.

Hari itu mereka mendaki 3 gunung dan diakhiri dengan makan bekal yang disiapkan di dalam bus. Memang kegiatan utama hari itu adalah mendaki gunung. Untung saja anakku yang “gede” itu bisa mendaki dengan dibantu teman-temannya. Setelah kembali ke penginapan, mereka bermain dodge ball dan melakukan “kimodameshi” (mencoba nyali keberanian). Mereka harus melaksanakan tugas dalam kegelapan.

Hari ketiga mereka bersiap untuk pulang termasuk membereskan kasur yang mereka tiduri. Saat ini Kai dipuji teman-temannya karena menegur seorang teman yang tidak rapih. Kata mereka, “Lain kali kalau pergi lagi Kai saja yang jadi ketua kelompok deh”. Entah mengapa, aku bangga sekali mendengar cerita ini. Anakku bisa dipercaya, meskipun secara fisik dia tidaklah kuat karena gemuk.

Setelah makan pagi (tentu Kai bertugas lagi), mereka mengadakan upacara penutupan Karya wisata. Kemudian berangkat ke Museum dan Kebun Apel tempat mereka mempelajari tentang penanaman dan panen apel. Baru terakhir mereka dibagikan amplop yang berisi uang (dari orang tua) untuk berbelanja. Kai membeli potato chips yang pedas, serta beberapa snack yang menurutnya “tidak ada di Tokyo”. Katanya, “Mama lucu deh. Tempat aku beli potato chips itu kan di atas gunung, jadi waktu turun ke Tokyo, kantong potato chipsnya kempes karena ada perbedaan tekanan!”. Lalu mama dengan kurang ajarnya  berkata, “Sayang perutnya Kai tidak kempes ya”…. hahaha

Aku perhatikan memang dengan adanya kegiatan bermakan dan karyawisata itu, sekembalinya anak-anakku berubah, lebih bertanggung jawab dan tidak manja lagi…. kesepian deh mamanya jarang dimintakan “peluk doong” lagi 😀