Kelas Tiga

24 Apr

Haduh tuh kan April sudah hampir habis baru bisa (maksa) nulis lagi. Sampai sudah lupa apa yang mau ditulis di sini. Parah ya? Dulu semua kutulis judulnya saja dulu, lalu masuk draft. Sekarang boro-boro, buka dashboard saja jarang sekali hehehe.

OK, kali ini aku mau tulis pendek saja dulu, yang penting update! Judulnya kelas 3, yaitu si Kai.

Kebetulan kemarin aku pergi ke rumah keluarga Indonesia, dan salah satu anaknya kelas tiga, sama seperti Kai. Badannya kekar, kalau tidak dibilang gede :D. Dan suka makan! Ibunya sampai harus mengerem karena anaknya mau makan terus. Apalagi anaknya ini sudah bisa masak sendiri, sehingga kalau lapar langsung udek-udek dapur, masak dan langsung dimakan.

Dengar cerita ibunya, aku jadi geli sendiri, karena Kai pun sama. Persis kemarinnya itu Kai menelepon aku dan meninggalkan pesan: “Ma aku mau masak telur ceplok, boleh ngga?”

Aku memang masih melarang dia pakai api sendiri, takut kalau terjadi apa-apa. Kalau bisa, pakai microwave saja. Tapi beberapa hari sebelumnya, aku melatih dia memasak telur dengan aku awasi. Aku selalu katakan kalau takut semisal telurnya meletup-letup, pakai tutup panci, dan matikan api. Kalaupun sampai kejatuhan masakan (air) panas pun, matikan api langsung nyemplung ke bak mandi. Jangan buka baju (ini aku lihat di TV Jepang, karena kalau buka baju/celana maka kulit yang melepuh bisa terkelupas).

Jadi aku telepon kembali dia dan mengatakan, “Boleh masak. Hati-hati dan ingat pesan mama”
“Iya ma… harus begini begini begini kan?”

Aku berhasil mengalahkan ketakutan sebagai seorang ibu, memperbolehkan si anak 8 tahun masak sendiri, tanpa ada orang lain di rumah. Dan senang juga karena Kai sudah merasa bisa dan percaya diri bahwa dia pasti bisa. Menurutku, ini penting buat kami berdua.

Dan waktu aku pulang, aku lihat bekas panci yang dia pakai, dan tahu bahwa dia memasak nasi goreng ala dia sendiri 😀 Caranya, dia campur nasi dengan telur mentah, baru dimasak, pakai lada garam saja. Aku tanya, “Enak Kai? Lain kali masak buat mama ya?” hehehe

Mungkin saat ini memang cuma Kai yang rajin membantuku melakukan pekerjaan rumah. Dia setiap malam membersihkan kamar mandi dan mengisi bak mandi dengan air panas. Terharu sekali waktu suatu malam aku pulang dengan badan capek, disambut Kai: “Mama, aku sudah isi bak mandi untuk mama…” Wah itu yang kuharapkan! Jadi aku langsung mandi berendam dulu sebelum menyiapkan makan malam.

Di sekolahnya, Kai mendapat guru wali kelas yang baru. Seorang ibu yang sudah lewat dari 50 tahun, dan terlihat tegas (baca: galak) 😀 Setiap hari bu wali kelas menyuruh setiap anak melakukan furikae atau evaluasi apa yang terjadi hari itu. Dan di akhir minggu, kertas itu diperlihatkan kepada orang tua untuk kami beri komentar. Di situ terlihat pentingnya anak-anak mengungkapkan pikirannya dalam kalimat yang baik dan berurut.

Belum lagi setiap hari dia harus berlatih kanji 2 buah, dan harus mencari sendiri penggunaan kanji serta artinya. SUSAH! Sampai aku pun harus selalu mendampingi dia untuk mengerjakan PR Bahasa Jepangnya itu. “Wah si guru ngerjain gue juga nih…” .pikirku hehehe. Perasaan dulu waktu Riku kelas 3 SD, tidak pernah melihat PR sesusah ini deh.

Semoga Kai dapat menjalankan kehidupannya sebagai murid kelas 3 dengan sebaik-baiknya.

(Aku sampai mengenang kembali, aku masak nasi/lauk pertama kali kelas berapa ya? Kalau kue aku memang sudah suka buat sejak kelas 5-6 SD sih. Kamu kelas berapa?)

9 Replies to “Kelas Tiga

  1. Selamat pagi Mel, senang bacanya dan terharu ya kalau anak2 bisa mengerjakan sendiri sesuatu saja tanpa disuruh.

    Riku pulang lebih sore ya drpd Kai ? Ga terasa anak2 makin besar dan makin banyak aktivitas. Daniel aku kasi pegang kompor baru kelas 6 ini, dia sudah bisa ceplok telur, goreng kentang, nugget atau sosis. Aku kasi panci teflon, jadi minyak tidak melebar kemana2 seperti di wajan.

    Tempo hari aku teler banget, Daniel buatkan aku teh, maunya aku teh yang panas, tapi menurut dia spy bisa segera aku minum, dia kasi separuh air panas dan separuh air dingin. Hehe….lihat reaksi wajahku, dia tanya, “Ga enak ya Ma?” Aku jawab sambil cium dia, “ini enak bangetsszzzz” 😀

    Terharu ya….btw aku mulai main2 di dapur itu sekitar kelas 5 an, tapi bantu2 masak dan ke pasar sejak kelas 3 kayaknya.

    Selamat beraktivitas Mel 🙂

  2. Pasti terharu dengan perbuatan anak membantu kita orang tuanya. Bangga juga.
    Saya mulai bantu masak ortu sejak kelas satu sd. Karena begitulah kalau kita bareng ortu di kampung kudu membantu, 🙂

  3. Apresiasi untuk Kai yg mulai menjadi partner tugas bersama keluarga. Sama mBak, saya paling ‘ramai nasehat’ pekerjaan yg berkaitan dg api dan listrik.

  4. Aku telat belajar masak, waktu kuliah baru mulai masak. Belajar bikin kue dulu waktu kerja di toko kue. Aku memang akunting tetapi sengaja dateng pagi2 supaya bisa liat dan bantu di pastry bakery. Ohh sama sekalian klo ada roti atau kue yg kena diskualifikasi masih bisa dihaaappp sama aku 😀
    Sekarang anak2 perempuan malah seneng masak, cuma kalau ada orang tua aja di rumah, ada yg mengawasi. Bikin kue belum berani. Malem, pulang kantor aku bantu mereka di pr dan ulangan, sambil dengerin mereka curhat walau udh ngantuk. Seandainya punya power bank. Oh iya mba Imel, trims ya tulisan ini jadi punya ide buat nulis di papan tulis rumah. Kalau kena cipratan minyak atau air panas, kepegang atau kesenggol panci atau wajan panas, karena selama ini cuma lisan.

  5. Perdana mampir di blog ini..salam hangat mba….
    Saya tidak terbayang sulitnya mengajarkan PR apalagi dalam bahasa Jepang. Sempat belajar kanji dulu..
    Biasanya anak-anak lebih cepat menyerap, sih…

  6. Kayaknya aku kelas 3 SD juga deh mbak belajar masak telor ceplok. Dan kelas itu juga pertama kalinya naek angkot tanpa orang dewasa. Sama sama anak anak SD gitu ????

Tinggalkan Balasan ke Christine Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *