SBY after 30+ years

2 Okt

Perjalananan Daeng Senga Ke Jawa dimulai dari SBY, Surabaya. Karena perjalanan kami kali ini juga memakai kereta, aku sudah mewanti-wanti Riku dan Kai agar travel light. Masing-masing membawa satu tas geret yang tidak perlu dicek-in di pesawat. Dengan pertimbangan tas yang sama akan kami bawa naik kereta. Yang pasti baju atas (+baju dalam) 5 buah dan celana panjang 3 biji. (Padahal dalam tasku sebetulnya ada baju + jaket tipis Riku dan Kai sebagai cadangan sih) Tapi tas Riku berat karena dia membawa buku juga!!! Duh anak itu tidak bisa lepas dari buku-bukunya. Dan tentu aku bilang boleh bawa, asal bawa sendiri, mama tidak mau bantu bawakan! Aku sendiri membawa tambahan satu tas berisi oleh-oleh.

Kami sampai di Bandara Juanda pukul 9:25 pagi. Langsung kutelepon Kang Yayat, yang ternyata menjemput kami dengan mobil kerennya. Lucunya meskipun aku baru pertama kali bertemu Kang Yayat, rasanya sudah akrab saja. Mungkin itu merupakan privilege blogger ya? Langsung merasa akrab dengan sesama blogger karena sering membaca blog atau status di FB, sehingga rasanya sudah kenal lama.

dijemput Kang Yayat di bandara Juanda Surabaya dan langsung ke Malang

Kami langsung menuju MALANG! Padahal tadinya rencana kami lain, yaitu jalan-jalan di Surabaya dulu, baru ke Malang keesokan harinya. Tapi karena sebelum berangkat aku sempat chating dengan Mak Dea yang tinggal di Malang, aku ingin sekali bertemu dengannya! Bayangkan Mak Dea aku kenal di FB karena merupakan teman Pakde Dekry dan Mas Nugroho, tapi dia sudah kirim kopi Jambi dan oleh-oleh jauuuh sebelum aku sampai di Jakarta! Dan jadwal Mak Dea hanya kosong tanggal 11 Agustus itu saja. Tentu dong aku ubah rencanaku, sehingga aku langsung ke Malang begitu mendarat. Tujuan pertama : makan siang di Restoran Hotel Tugu Malang.

Namun di tengah jalan ada dua kejadian yang membuat kami harus stop. Pertama Kai muntah di mobil. Mungkin masuk angin. Terpaksa kami harus menepi dan membersihkan Kai. Kasihan mobilnya Kang Yayat jadi bau deh.

Kedua kami berhenti di pinggir jalan Porong. Ya, aku sempatkan melihat Lumpur Lapindo. Miris deh rasanya kalau membaca: Wisata Lumpur. Lah kejadian yang menyedihkan kok menjadi tempat wisata? Kami (anak-anak tetap di mobil) memang ditarik “uang wisata” di pintu masuk (ngga tahu deh Kang Yayat bayar berapa). Tapi setelah aku naik tangga dan melihat “lautan lumpur” aku ditawari DVD oleh seorang bapak di sana. Kupikir, siapa yang mau lihat? Aku paling tidak suka melihat tayangan sebuah bencana, apalagi kalau itu dimaksudkan untuk mendapatkan uang. Akhirnya aku katakan pada bapak itu, “Gini pak, saya tidak beli, tapi ini seharga DVD bagi-bagi saja”. Dan kami meninggalkan tempat itu dalam sunyi. Ah, bendera merah-putih juga berkibar di pinggiran tanggul. Tapi rasanya bendera itu membawa perasaan yang lain, apalagi kalau dia mewakili masyarakat sekitar yang menjadi korban.

wisata lumpur lapindo? Ngenes ya 🙁 🙁 🙁

Mendekati Malang, kami bingung melihat banyak rombongan sepeda motor membawa bendera Arema. Waduh rupanya ada ulang tahun grup sepak bola Malang 🙁 Dan mobil Kang Yayat memakai plat nomor Surabaya. Ngeri juga jika mobil dipukuli oleh fans Arema. Sesampai di hotel Tugu, Kang Yayat membeli handuk Arema untuk dipasang di dashboard, paling tidak menunjukkan bahwa kami mendukung Arema.

rombongan sepeda motor fans Arema yang menguasai jalanan. Cukup membuat deg-degan

Hotel Tugu Malang merupakan hotel tua, dan menyuguhkan interior kuno ala candi-candi yang misterius. Kami memang tidak melihat interior kamarnya, tapi aku tidak mempunyai keinginan untuk menginap di hotel semacam itu. Bukan karena aku takut, tapi lebih karena aku tidak suka kesan hotel (rumah) yang gelap dan dingin. Not my type, aku lebih suka bernuansa putih dan terang…. ya seperti hotel Majapahit itu 😀

Sambil menunggu Mak Dea, kami makan siang di Cafe Melati Hotel Tugu. Katanya makanannya enak di sini, dan aku memesan Rijstafel, gado-gado dan soto ayam. Rupanya makanan di sini disajikan di piring besar beralaskan daun pisang dan rempeyeknya itu loh yang besar sekali 😀

semuanya pakai rempeyek raksasa 😀

Akhirnya yang ditunggu, Mak Dea datang bersama suaminya. Tentu langsung berfoto bersama, juga berkeliling lobby hotel untuk berfoto. Kami akhirnya menentukan bahwa kami akan pergi ke Musium Angkut Batu……

berfoto bersama Mak Dea di Cafe Melati Hotel Tugu

13 Replies to “SBY after 30+ years

  1. waktu liburan ke Garut kami dapat pengalaman hampir sama dgn fans fanatik kesebelasan, itu karena seharI sebelumnya ricuh antara pendukung Persib dan Persija.., akibatnya plat B di sweeping, untung aja kita nggak kena

  2. Wah … ini perjalanan ke Jawa Timur itu ya EM …
    Aku rasa kurang lama …
    next time … kalau kamu pulang negeri lagi … spent time yang lamaan … supaya bisa melihat lebih banyak … lebih komplit … dan lebih menyeluruh … jadi nggak sepotong-sepotong

    Salam saya EM …
    Ditunggu reportase berikutnya … 🙂

    (3/10 : 23)

  3. Ngenes banget emang Mba wisata lumpur Lapindo itu. Orang sana sudah ga bisa lagi usaha seperti usaha mereka dulu, jadinya jualan bencana. Hiks.
    Saya pernah kejebak di tengah-tengah pawai ulang tahun arema juga, tapi tahun lalu dan itu bisa empat jam berhenti di jalanan yang mestinya cuman 20 menitan. Hiks lagi..

  4. Wah kalau Kai muntah justru kasihan kecapekan .. masalah muntah di mobil mah biasa … Aiko juga kerap begitu ha ha.
    Yakin nih minimal bakal ada 3 episode lagi yang gak kalah seru … saya yang terlibat di perjalanan ini merasa seru banget 🙂

  5. Kalau aku kayaknya suka sama Hotel tua mbak…hehehe apalagi kalau perabotnya juga tua-tua dan antik, serem sih kesannya tapi ingin juga berfantasi kembali ke tahun-tahun lampau ;D asal nggak ada ‘penghuni gaib’ aja ya 🙂
    Wisata Lapindo memang terdengar aneh ya mbak…
    Salam

  6. Pingback: Museum Angkut Batu | Twilight Express

  7. Pingback: 3 Sampoerna! | Twilight Express

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *