Jika aku pulang kampung

1 Okt

Waktu alm mama masih hidup, aku jarang menggunakan waktu mudikku di Jakarta untuk pergi-pergi ke luar kota. Paling jauh Bandung dengan maksimum 1 malam menginap. Karena aku merasa waktu mudik = bercengkerama dengan mama. Meskipun akhirnya di Jakarta pun aku “sibuk” ketemu teman-teman sana sini, kopdar sana sini. Kalau aku sudah sibuk begitu, biasanya aku mengajak mama juga untuk jalan-jalan. Tapi karena mama kakinya sudah tidak bisa berjalan jauh, dia suka malas bepergian. Paling-paling jalan ke Sency untuk makan sushi.

Karena menurutku mudik = bertemu teman atau saudara. Ada beberapa judul di dalam blog ini yang menamakan mudikku sebagai perjalanan hati. Well menurutku hampir semua perjalananku adalah perjalanan hati, untuk silaturahmi. Wisata adalah nomor dua bagiku.

Mudikku yang terakhir summer kemarin, kuberi nama dengan Daeng Senga Pulang Kampung, karena memang aku mengunjungi daerah asalku: Makassar. Tapi selain Makassar, kemarin itu Daeng Senga juga berlibur ke Surabaya dan Yogyakarta. Kenapa? Karena papa yang menjadi tujuan utamaku jika mudik, tidak berada di Jakarta. Dia ingin mencoba jantungnya, apakah kuat bepergian jauh sampai London. Jadi, selama papa pergi ke London, buat apa aku di Jakarta? hehehe

Banyak sebetulnya tempat yang ingin kukunjungi, tapi karena waktuku hanya 5 hari, aku perlu memikirkan perjalanan yang efisien. Surabaya kupilih karena aku sudah 30 tahun lebih tidak ke sana. Aku terakhir pergi ke sana waktu SMP, sekeluarga. Perjalanan wisata keluarga yang kuingat sekali. Sayang waktu itu belum ada digital camera sehingga sisa foto-foto kami sangat terbatas.

 

entah di Tretes atau Selekta 🙂 Papa yang potret sehingga tidak ada dalam foto

Tapi aku juga ingin pergi ke Yogyakarta. Kami sebetulnya pernah merencanakan pergi ke Yogya pada summer tahun 2012, namun kami batalkan, karena mama meninggal. Rasanya belum siap untuk jalan-jalan ke luar daerah saat itu.

aku dan alm. mama

Nah yang menjadi masalah, bagaimana mengatur perjalanan dari Jakarta ke Surabaya dan Yogya semaksimal mungkin. Dari jauh hari aku sudah meminta papa untuk membelikan tiket pesawat ke Surabaya dan Yogyakarta. Karena tidak ada pesawat dari Surabaya ke Yogya, terpaksa papa membelikan tiket Jkt-Sby dan Yogya – Jkt. Aku berarti harus naik kereta dari surabya ke Yogya. Yang penting tiket pergi dan pulang sudah ada deh, karena waktu itu 2 minggu setelah lebaran sehingga aku takut sulit tiket karena arus balik.

Aku langsung menghubungi Kang Yayat bertanya-tanya tentang surabaya, terutama transportasi selama di sana dan kereta dari Surabaya ke Yogya. Berbekal jadwal kereta dari surabaya jogja itu, aku menentukan bahwa aku akan menginap 2 malam di Surabaya dan 2 malam di Yogya. Untuk mengatur rencana di Yogya aku menghubungi Ata chan. Senang sekali aku mempunyai teman blogger di dua kota itu, yang sangat membantuku merencanakan perjalanan Daeng Senga ke Jawa 😀 Kang Yayat, dan Ata-chan, terima kasih banyak atas bantuannya

Karena tempat tinggal di Yogya sudah fix, aku tinggal mencari hotel di Surabaya. Ada 3 hotel yang kupakai selama summer kemarin, yaitu hotel Celebes di Makassar, Hotel Mid Town dan hotel Majapahit di Surabaya. Ketiganya kupesan melalui agoda.com. Hotel Celebes, karena papa mau di situ. Hotel Mid Town karena aku pesan dua kamar yang tadinya kuperuntukkan untuk pasangan Hana dan Masbro yang rencananya akan bertemu di Surabaya, tapi batal karena kesehatan Hana yang tidak memungkinkan mengadakan perjalanan jauh. Hotel Majapahit kupilih karena…. aku ingin menginap di situ 😀 Bangunan tua yang mengingatkanku pada Raffles Hotel di Singapore, yang pernah kuinapi tahun 2002. Untuk mengajak anak-anak menginap di Raffles Hotel aku tak mampu karena mahal sekali. Raffles Hotel mah untuk penganti baru aja 😀 Sedangkan Hotel Majapahit ini masih terjangkaulah untukku, sekaligus ingin memberikan pengalaman pada anak-anak. Meskipun….. ada banyak orang menanyakan apakah aku berani menginap di situ 😀

Dengan berbekal jadwal kasar, aku, Riku dan Kai siap untuk berwisata ke Jawa (Timur dan Tengah)……

Hari Penerjemah Internasional

1 Okt

Aku baru tahu ada hari penerjemah Internasional ketika membaca status temanku, Charity. Sasuga penerjemah tersumpah Bahasa Jepang- Indonesia! Tapi Imelda tidak bisa berhenti sampai di: “Oooo ada toh hari penerjemah? ” Tentu aku jadi ingin tahu kenapa tanggal 30 September ditetapkan sebagai hari penerjemah internasional.

Berkat googling kudapati bahwa : International Translation Day is celebrated every year on 30 September on the feast of St. Jerome, the Bible translator who is considered the patron saint of translators. The celebrations have been promoted by FIT (the International Federation of Translators) ever since it was set up in 1953. (wikipedia)

Lalu kucari dalam bahasa Jepang, apakah penerjemah Jepang ikut merayakan hari peringatan penerjemah internasional itu, dan ternyata tidak! Memang sepertinya gaungnya lebih pada penerjemahan dari dan ke bahasa Inggris.

Tapi yang pasti dari yang pernah kudapat selama kuliah dan hidup di Jepang selama 22 tahun ini, Jepang bisa maju juga karena peran penerjemah! Meiji awal banyak diterbitkan buku terjemahan dan bisa disebutkan Futabatei Shimei sebagai pelopornya. Dia menerjemahkan buku “Aibiki” dari bahasa Rusia karangan Ivan Turgenev Ивáн Серге́евич Турге́нев、ke dalam bahasa Jepang. Selain itu ada nama Mori Oogai yang seorang dokter yang banyak menerjemahkan buku-buku bahasa Jerman. Sampai-sampai disebutkan bahwa kesustraan jaman Meiji merupakan kesusastraan terjemahan!

Dari sebuah sumber diketahui bahwa sampai dengan tahun ke 15 Meiji (1882), ada 1500 buku terjemahan hampir 15% dari buku yang diterbitkan di Jepang. Sebuah jumlah yang menurutku cukup besar untuk kondisi pada jaman itu. Dan buku-buku terjemahan itu sedikit banyak membantu modernisasi Jepang.

Sekarang memang kemampuan bahasa Inggris sudah menjadi syarat untuk setiap orang di dunia. Untuk mengglobal katanya. Tapi masih ada bidang-bidang yang masih sulit dimengerti masyarakat awam sehingga peran penerjemah masih (sangat) dibutuhkan. Itu untuk bahasa Inggris, padahal dunia itu luas. Untuk mengetahui kebudayaan dan kemajuan negara-negara lain, tentu masih diperlukan orang-orang yang menguasai bahasa negara-negara tersebut.

Salah satu profesiku memang penerjemah, tapi itu kalau ada permintaan dalam bentuk pekerjaan. Di luar pekerjaan, sering aku menemukan artikel atau tulisan yang bagus, yang ingin sekali kuterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Tapi sering kali  tidak ada waktu untuk mengerjakannya, atau tidak ada kata-katanya yang tepat untuk menggambarkan maksud tulisan aslinya. Di blog ini, ada beberapa terjemahan picture book, cerita anak, syair lagu dan puisi. Akhir-akhir ini aku juga menulis sedikit pemikiran tentang Jepang berdasarkan artikel bahasa Jepang yang tidak bisa aku terjemahkan semua (karena kurang waktu) di sini. Semoga ke depannya aku masih ada waktu untuk menerjemahkan tulisan-tulisan menarik lagi di sini ya.

Sebagai penutup aku ingin mengucapkan selamat bekerja untuk teman-teman penerjemah, termasuk sempai Charity, my dimple sister Sanchan, dan narablog Krismariana.