Pemuda Harapan

16 Des

Hari Minggu kemarin aku bertemu banyak pemuda harapan! Pemuda yang aku yakin menjadi harapan masa depan. Setidaknya untukku, untuk gereja, dan tentunya jika bisa untuk negara.

Mulai ceritanya dari hari Sabtu ya…. Sabtu itu aku harus pergi mengikuti meeting di universitas, sehingga aku pulang sampai di stasiun Kichijouji sudah jam 8 malam. Tapi aku cepat-cepat pulang, karena selama perjalanan aku menelepon dan berhubungan lewat email dengan Gen dan Riku, katanya Riku mau makan yakiniku. Doooh padahal aku sudah kenyang karena di meeting itu disediakan makan malam (dan bir hehehe). Tapi karena Riku ingin pergi makan DENGANKU (denganku itu yang perlu digarisbawahi hehehe, dan tentu saja aku senang!) aku naik bus ke rumah. Sampai di rumah pukul 8:30 dan cepat-cepat ke resto yakiniku dekat rumah.

TAPI dalam mobil, Riku menyalahkan aku bahwa aku TIDAK memberitahukannya bahwa dia harus menjadi misdinar (pembantu pastor) dalam misa pagi, esok harinya. Aku memang sudah diberitahu guru sekolah minggunya dari minggu lalu, tapi kupikir kalau aku beritahu Riku, dia akan malas, dan mendadak tidak mau ke gereja. Ternyata aku salah! Seharusnya aku lebih memercayai anakku sendiri dan memberitahukannya. Karena Riku mengatakan, “Kalau mama kasih tahu sebelumnya, kan aku ada waktu untuk latihan dan mempersiapkan diri!”. Ah, dewasanya anakku…. dia mau mempersiapkan diri sehingga tugasnya bisa dia jalankan dengan SEMPURNA. Dia takut jika tanpa persiapan dia akan melakukan kesalahan. BETUL sekali! dan aku akan bertanggung jawab jika sampai dia melakukan kesalahan karena tidak latihan. Meskipun memang gurunya bilang latihan 15 menit sebelum misa saja cukup kok…. tapi persiapan hati itu perlu. Jiwa seorang ibu ingin melindungi anaknya dari kekhawatiran yang terlalu lama, sehingga cukup “panik” selama 15 menit saja daripada berhari-hari…. dan itu tidaklah selalu baik. Baik menurut orang tua, belum tentu baik menurut anak. Begitu pula sebaliknya. Dan Sabtu malam itu Riku menangis kesal sebelum makan dan aku sibuk memberi dia semangat dan mengajarkan urutan misa serta menenangkan dia. Sambil makan malam kami berdua memperbaiki kesalahan dan akhirnya bisa makan malam dengan nikmat (padahal aku tadinya sudah kenyang, eh ikut makan juga hehehe).

Dengan kembalinya percaya diri Riku, kami sekeluarga pergi ke misa pagi pukul 9, dan sampai di gereja pukul 8:40. Aku, Kai dan Gen duduk di bangku baris ke empat dan melihat Riku berlatih. Tentu saja aku berdoa terus supaya Riku jangan tersandung jubah misdinarnya, jangan jatuh, jangan gugup, jangan menjatuhkan barang, jangan tertidur, jangan jangan jangan yang lain-lain yang selalu menjadi kekhawatiran seorang pemula. Ah, ternyata mamanya yang lebih khawatir daripada Riku sendiri, karena dia dengan mantapnya bisa menjalankan semua tugasnya dalam misa, tanpa ada kesalahan. Memang ada sedikit keraguan, tapi semua pemula pasti melakukan itu kan? Dan aku bangga karena anakku sudah mulai ikut aktif dalam kegiatan gereja!

Latihan dengan “leader” sebelum misa

Setelah misa, di gedung gereja diadakan acara Natal bersama dan ini merupakan acara sekolah minggu yang terakhir. Karena biasanya akhir tahun banyak keluarga yang mudik, maka misa natal juga tidak diwajibkan. Memang tahun lalu, aku juga mudik ke Jakarta, tapi tahun ini kami akan mengikuti misa malam natal bersama. Ini merupakan pengalaman pertama aku misa Malam Natal di gereja dalam bahasa Jepang, karena tahun-tahun sebelumnya aku memilih misa pagi hari, waktu anak-anak sedang sekolah (sekolah dan kantor di Jepang tentu TIDAK libur pada tanggal 25 Desember. Hari Natal BUKAN hari libur di Jepang).

Acara Natal bersama Sekolah Minggu ini menampilkan dua sandiwara oleh anak-anak sekolah Minggu. Riku masuk kelompok B yang memainkan drama Christmas Carol nya Dickens yang menampilkan cerita Paman Scrouge. Riku berperan sebagai seorang “Gentleman” yang meminta sumbangan kepada Scrouge dan ditolak. Aktingnya cukup bagus hehehe.

Riku ikut bermain sandiwara. Kanan bawah acara dari leadernya

Tapi dari acara Natal ini, aku patut mengacungkan jempol kepada “leader” sebutan kami terhadap kakak-kakak pengasuh sekolah Minggu. Kebanyakan pemuda SMA dan Universitas, dengan perbandingan 2:1 lebih banyak lelakinya. Mereka menampilkan sandiwara? operet? entah apa namanya dengan mengadaptasi tokoh hero anime. Gaya mereka boleh juga, dan membuat kami tertawa terus. Kok bisa mereka ad lip, secara spontan melakukan sandiwara itu. Memang ceritanya hampir sama dengan tahun lalu, tapi isi pembicaraannya lain sekali. Dan sebagai penutup tokoh utamanya mengatakan bahwa cerita ini yang sudah berlangsung 4 tahun, akan selesai tahun ini, karena si tokoh harus mengikuti ujian masuk universitas!

Di masa sekarang banyak pemuda Jepang yang tidak mengutamakan belajar dan kehidupan rohaninya, aku lega karena masih ada pemuda-pemuda andalan seperti mereka. 安心しています Anshin shiteimasu. Mereka tentu akan menjadi bertambah sibuk dengan kegiatan universitasnya, apalagi kalau kelak sudah lulus dan menjadi pegawai. Senang rasanya menitipkan anak-anak kami kepada mereka (Kai akan masuk sekolah Minggu bulan April tahun depan), karena kami tahu kami menitipkan pada kakak-kakak yang baik dan juga bertanggung jawab pada pelajaran di sekolah. Merekalah pemuda-pemuda harapan kami, dan semoga Riku dan Kai juga bisa menjadi pengganti mereka kelak. Itu harapanku sebagai orang tua.

Acara sekolah minggu ditutup dengan pembagian hadiah oleh “Santa Claus”… hadiahnya memang cuma buku tulis dan snack sih. Tapi itu sudah cukup sih menurutku.

Tak terasa sudah tinggal 10 hari lagi menjelang Natal ya… di rumah kelinci deMiyashita belum ada pohon Natal nih… siapa mau bantu beresin rumah dan pasangin pohon Natal? hehehe Soalnya di Jepang menjelang akhir tahun juga harus 大掃除 Oosoji (pembersihan besar-besaran) sih….

 

11 Replies to “Pemuda Harapan

  1. Ternyata Riku punya prinsip persiapan yang cukup akan membuatnya lebih nyaman.
    Hebat…..!!!

    Sebetulnya saya mau bantuin mb, ada rencana mau ke Jepang bulan ini, tapi keberangkatannya diundur, akhirnya mmalah batal….. 🙁

  2. terkadang sebagai orang tua…kita berpikir ingin memberikan dan memproteksi anak2 kita sebisa mungkin…bisa jadi orang tua kita dulu memperlakukan hal yg sama kali yah kepada kita. Barangkali kita juga yg ga siap kalau anak2 kita sudah bukan anak kecil lagi. Time Flies so fast mari kita nikmati saja proses itu berlangsung….cheerss

Tinggalkan Balasan ke Lidya Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *