Sepinya tanpamu

9 Okt

Boleh kan lebay sekali sekali 😀 Jadi ceritanya mulai hari ini, anak sulungku pergi ke “Kelas Bergerak Idou kyoushitsu atau kadang namanya menjadi Rinkan gakkou 林間学校, macam-macam sebutan menurut sekolahnya. Tapi isinya sama yaitu pergi bersama satu angkatan (seluruh kelas 5) ke suatu tempat untuk belajar, bermain dan menginap bersama. Kalau untuk karate atau olahraga lain (atau kelompok musik dan kelompok ilmiah di sekolah/universitas) biasa disebut gasshuku 合宿.

Seperti yang telah kutulis di posting Kelas Bergerak, persiapan mereka sangat lengkap. Seminggu sebelum berangkat kami orang tua sudah mulai mengukur temperatur dan kegiatan hari si anak. Misalnya rata-rata suhu badan 36.6 pagi bangun tidur diukur dan malam sebelum tidur juga diukur. Lalu dicatat juga bangun jam berapa dan tidur jam berapa, bahkan kapan buang air besarnya (pagi, siang/sore atau malam). Untung saja Riku memang selalu teratur tidur maksimum jam 10 dan bangun jam 5:30 – 6:00 pagi. Jadi soal kesehatan tidak ada masalah.

Nah selain kartu kesehatan yang harus dibawa, dan terus dilakukan sampai satu hari sesudah pulang, anak-anak juga dibagikan handbook dari tempat yang akan diinapi dan shiori しおり. Nah shiori ini agak sulit diterjemahkan. Kadang bisa dianggap dengan undangan yang lengkap dengan jadwal misalnya shiori waktu hari olahraga/kesenian. Tapi bisa juga diterjemahkan sebagai pembatas buku dan lain-lain. Setiap ada kegiatan pasti dibagikan shiori ini dan aku terjemahkan jadi sebagai buku panduan acara ya.

Dalam buku panduan acara tertera tujuan, peserta, maksud dan tujuan, pembagian kelompok, daftar acara, dan yang aku rasa banyak membantu adalah ceklist barang bawaan. Mereka harus membawa dua tas, satu ransel yang bisa dimasuki payung, jas hujan, kantong plastik, buku panduan dan alat tulis, handuk kecil dan tissue/wet tissue dll dan ini harus digendong kemana-mana. Satu lagi boston bag yang agak besar berisi pakaian dan peralatan yang bisa ditinggalkan di bus dan penginapan. Yang mengagumkan semua ada daftarnya misalnya baju dalam sekian, kaus kaki ditulis agaka banyakan mungkin kalau kotor biar sering ganti. Memang tempat menginapnya dingin. Baju atasan 2, celana panjang 2, baju tidur, jaket, kantong plastik untuk menaruh sampah dan baju kotor, sepatu dalam (uwabaki), handuk dan lain lain. Jadi kami tinggal mencentang mana yang sudah dan mana yang belum. Dan semua bawaan harus diberi nama, sehingga kemarin seharian aku menjahit, memendekkan celana, menjahit nama-nama di baju Riku dan melengkapi semua yang harus dibawa.Tapi aku suruh dia yang memasukkan ke dalam tas karena dia harus tahu barang apa saja yang ada di dalam tasnya.

Capek! Tapi untuk pertama kali aku menjahit memakai mesin jahit yang kami beli seminggu lalu. Itu juga aku beli karena Riku ingin menjahit sebagai latihan mata pelajaran PKK di sekolah. Dia dan teman-temannya, laki-laki maupun perempuan diberi tugas membuat tas dari kain. Senang juga melihat dia semangat menjahit, dan kebetulan aku sudah lama berpikir untuk membeli mesin jahit. Dengan Riku meminta, aku jadi memutuskan untuk membelinya. Dan ternyata berguna sekali. Coba aku beli 3 tahun yang lalu, pasti aku tidak susah menjahit barang-barang TK nya Kai dengan tangan 😀 Dan yang membanggakan karena aku belum pernah memegang mesin jahit, Riku yang merakitnya, sampai memasang benangnya. Mamanya tinggal belajar dari dia dan coba 😀

Riku coba mesin jahit baru…setelah hidup 40 tahun lebih baru kali ini aku punya mesin jahit sendiri 😀 (Soalnya aku ngga begitu senang menjahit sih..kalau tidak terpaksa mending menjauh)

Tadi pagi Riku minta dibangunkan jam 5:00 pagi. Tapi karena kemarin malam aku mengajar dan pulang jam 10 malam, dia juga baru tidur jam 11 lebih, jadi masih mengantuk. Untung dia tetap bisa bangun jam 5:30 untuk bersiap dan makan pagi. Aku sendiri tidur jam 2 dan bangun jam 5… Nguantuuuk deh.

Jam 6:40 aku melepas Riku pergi dengan temannya ke sekolah. Mereka harus berkumpul jam 7 pagi di sekolah. Melihat mereka membawa tas besar dengan ransel, aku merasa sudah waktunya aku bersiap untuk menjadi kesepian 😀 Akan banyak kali lagi dia akan pergi tanpa kami di kemudian hari. Dan sambil memperhatikan dia berjalan dari balkon apartemen kami, aku berdoa dalam hati mohon perlindungan Tuhan agar perjalanan mereka lancar dan menyenangkan. Tiga hari dua malam dia tidak di rumah, dan rasanya apartemen kami sudah sepi sekali. Tentu saja itu karena Kai tidak ada teman berantemnya 😀

(Dan ya, aku teringat almarhum mama, yang juga pasti mengalami kesepian waktu kami anak-anaknya satu per satu keluar rumah dan belajar ke luar negeri)

hati-hati ya nak…. I’ll miss you for 3 days 😉

 

9 Replies to “Sepinya tanpamu

  1. sedetil itu mbak? sampai harus mencatat suhu badan si anak? *jempol banget*
    aku mbayangin aja klo model kayak di Indonesia ini kayaknya gak bakal berani ngelepas ya hehehe tapi klo sekolahnya sebertanggung jawab itu yaaaaa mungkin berani juga deh hehehe

    abis pulang nanti, pasti Riku punya cerita yang banyaaaaaaaaak heheh gak sabar nunggu pulangnya.

    selamat bersepi2 ya mbak 😀

  2. Riku dan Kai anak laki-laki …
    Siap-siap suatu saat nanti mereka akan melayang …. melanglang buana … kesana dan kesini …
    Harus siap EM
    untuk yang pertama memang berat …
    tapi mudah-mudahan untuk kali kedua … ketiga … sudah terbiasa

    salam saya EM

  3. Hm kegiatan spt ini mungkin terasa berat ya utk ortu (apalagi pertama kali), tp anak2 pst excited dan bisa belajar byk hal deh…
    Have fun, riku! 🙂

  4. Kelas Bergerak? Semacam study tour itu apa bukan, Bu?

    Wah, iya. Kalau di sini barangkali ibu-ibu sering mengalaminya pas anak-anaknya kemah Pramuka. Jadi ingat waktu SD dulu, berkemah di sekolah atau di luar kota, tetapi saja para orangtua pada akhirnya datang menjenguk. Haha.

  5. Orang Jepang memang top urusan antisipasi sampai detil begitu. Ribet memang, tapi memudahkan kalau terjadi hal-hal di luar rencana.

    Kebayang rasanya pisah sama anak. Padahal baru 3 hari ya Mbak…

  6. Terencana banget ya mbak.. biasanya kemah aja kita ngira ngira aja bawanya >_<

    aahh.. kalau soal meninggalkan rumah memang mau gak mau harus terjadi ya mbak. Karena aku berfikir bahwa anak anak itu harus bisa "jauh" dan mandiri dari kedua orangtuanya suatu saat nanti..

Tinggalkan Balasan ke nh18 Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *