Taifu No 18

16 Sep

Pintu bergetar-getar, Angin bertalu-talu dan sesekali terdengar benda-benda ringan yang ada diluar menabrak sesuatu di jalan. Hujan sesekali tempias sampai ke dalam rumah karena jendela kubuka. Taifu no 18 sudah mendatangi kami.

Memang sejak kemarin tgl 15 sampai hari ini tanggal 16, diperkirakan Taifu atau angin topan disertai hujan akan melintasi wilayah Jepang dengan kekuatan besar. Padahal boleh dibilang sejak tanggal 14 September, Sabtu warga Jepang mempunyai hari libur berturut-turut renkyuu 連休, karena tanggal 16 merupakan hari libur nasional yaitu Keirou no hi 敬老の日, hari untuk menghormati orang tua/lansia. Banyak warga yang sudah mempunyai rencana untuk pergi ke luar kota dan terpaksa membatalkannya. Termasuk kami. Kami sebetulnya akan pergi ke gunung Yatsugatake, bersama pastor Ardy dan teman-teman dari komunitas Meguro, tapi sejak mengetahui bahwa taifu akan datang, sejak tanggal 14 pagi kami sudah memutuskan untuk membatalkan acara itu. Rumah retret yang akan kami kunjungi itu terletak di dalam hutan sehingga cukup membahayakan dalam taifu, belum lagi perjalanan melalui jalan berbukit. Rencana apapun juga pasti bisa batal di Jepang karena cuaca yang tidak bisa terbaca sebelumnya. Karena itu waktu membuat rencana di Jepang pasti ada tulisan: Jika hujan/cuaca buruk dibatalkan atau ditunda 🙂 Hampir semua pamflet yang aku terima menuliskan kemungkinan itu. Orang Indonesia karena dianugerahi cuaca yang stabil, hampir tidak pernah memikirkan kemungkinan cuaca atau kondisi luar yang memungkinkan suatu kegiatan batal.

Taifu nomor 18 semoga cepat berlalu

Minggu pagi hari hujan lebat sudah turun terus menerus. Tapi aku dan Riku tetap bersiap ke gereja untuk misa jam 9 karena Riku ada Sekolah Minggu dan aku harus mengikuti pertemuan orang tua setelah misa. Aku harus pergi karena aku termasuk dalam panitia bazaar yang akan diadakan tanggal 20 Oktober, dan untuk itu aku bertugas mengelola kerajinan tangan ibu-ibu yang akan dijual pada bazaar. Tadinya aku dan Riku sudah bersiap untuk naik bus jam 8:15 pagi, tapi karena Gen terbangun jam 8 dan mau mengantar kami, kami berangkat jam 8:30. Biasanya perjalanan dengan mobil makan waktu 15-20 menit, tapi kemarin karena hujan, semua mobil dan bus berjalan lambat dan hati-hati. Kami terlambat 5 menit, tapi gereja memang sepi. Hanya sekitar 50 orang yang datang, dan banyak yang terlambat.

Ada satu kesalahan besar yang kami lalukan kemarin, dan kami anggap sebagai pelajaran. Yaitu kami meninggalkan Kai dalam keadaan tidur dengan asumsi dia akan terus tidur sampai Gen kembali ke rumah setelah mengantarkan kami. Aku sempat berpikir untuk membangunkan dia dan memberitahukan bahwa kami pergi sebentar dan dia boleh tidur terus. Tapi karena buru-buru aku lupa. Nah, terjadi happening dengan Kai.

Pukul 9:15 (aku tentu masih di misa, dan membaca pesan singkat dari Gen sekitar pukul 10:10 sebelum pertemuan ortu murid), Gen sampai di dekat rumah dan melihat Kai didampingi dua orang polisi berjalan ke arah apartemen kami. Tentu Gen langsung berhenti dan mengambil Kai dari tangan polisi (tentu sambil minta maaf segala). Menurut laporan Gen, Kai sudah tenang.

Rupanya waktu Kai terbangun (menurut penuturan Kai) dia mendapatkan dirinya sendirian (meskipun semua lampu kubiarkan menyala). Panik dan mencoba meneleponku di HP. Tapi tidak tersambung (entah karena panik dia lupa nomornya tapi waktu kutest dia bisa menyebutkan dengan benar). Lalu dia cepat-cepat memakai sandal dan emngambil payungnya (sedang hujan), menutup pintu (tentu tidak dikunci karena dia tidak punya kunci), turun ke lantai satu dengan lift… lalu berjalan ke pos polisi (koban) yang terletak 200 meter dari rumah kami.

Aku bertanya, “Kai menangis?”
“Tentu, tangisku melebihi suara hujan!” hahahaha… aku memeluk dia terus waktu mendengar penuturannya.
“Kai pakai sepatu?”
“Buru-buru sih, jadi aku pakai sandal….”
“Pakai payung?”
“Pakai payungnya Kai yang kuning”
“Tidak kunci pintu?”
“Ahhhh iya….lupa…”
“Hehehe tidak apa-apa… sudah benar Kai larinya ke pos polisi. Tapi lain kali coba telepon ke mama dulu ya”
“Aku sudah telepon tapi ngga bisa…”
“Iya ngga papa… Kai hebat! Maaf ya mama tidak bangunkan kamu”

Waktu aku ceritakan ke Riku begitu aku baca sms papanya, Riku berkata, “Untung dia ke koban ya. Sama seperti aku dulu”. Ah anak-anakku memang pintar deh  😀 Riku dulu kalau takut atau menemukan sesuatu selalu ke Koban sehingga cukup terkenal namanya di antara polisi dekat rumahku 😀 Memang perlu diberikan pengertian pada anak-anak sejak dini: Jangan menyalakan api atau heater (termasuk pegang-pegang pisau), tutup pintu dan pergi ke pos polisi karena pos polisi adalah tempat yang paling aman. Juga menghafalkan nomor telepon dan arah rumah. Serta jangan berbicara/mengikuti orang yang tidak dikenal kecuali polisi. Kejadian ini tentu merupakan pelajaran bagi kami sebagai orang tua, dan ternyata sebagai orang tua, sebaik-baiknya kami berpikir dan mempersiapkan segala sesuatunya, pasti ada kemungkinan terlupa dan terjadilah happening seperti kejadian pada Kai.

Setelah misa, kami dijemput Gen dan Kai di sebuah toko elektronik terkenal di Kichijouji. Karena mobil bisa diparkir di toko itu meskipun mahal (satu jamnya 700yen atau sekitar 70.000 rupiah 😀 gileee ya mahalnya 😀 ) Waktu itu hujan datang dan pergi, dan sudah tidak selebat pagi harinya. Aku dan Riku berjalan dari gereja ke toko YB itu karena kebetulan aku juga mau menanyakan servis iPhoneku yang sedang tidak bisa dipakai cameranya. Ternyata aku harus membawa ke iStore di Shibuya dna kemungkinan besar akan diganti dengan yang baru. Aku juga sempat melihat-lihat iPad 4 tapi tidak membeli karena mau menunggu keluarnya iPad5 sekitar bulan November yad. Kami akhirnya hanya membeli lego Chima untuk Kai dan City untuk Riku masing-masing tidak lebih dari 120rb. Daaaan karena sudah membeli lego, kami cepat-cepat pulang dan makan di tempat lain supaya tidak harus bayar parkir yang mahal lebih dari satu jam.

Taifu itu biasanya membawa dampak sekitar 2-3 hari terhadap kehidupan kita. Karena itu begitu kita mendengar akan ada Taifu, lebih baik secepatnya mempersiapkan makanan dan minuman untuk 2 hari dengan kemungkinan tidak bisa pergi ke mana-mana. Hindari keluar rumah jika tidak penting sekali dan tentu saja jangan pakai sepeda karena jarak pandangan yang pendek serta basah semua 😀 Selain itu biasanya kami harus menurunkan pot, gantungan baju atau apa saja yang mungkin bisa diterbangkan angin supaya tidak berbahaya bagi diri sendiri dan orang lain yang lewat. Aku sendiri sudah membeli sayur hari Sabtu karena biasanya setelah taifu sayur dan buah-buahan menjadi mahal karena banyak ladang yang rusak.

Karena harus melewati hari bersama, kami berempat harus nakayoku 仲良く (bersahabat) dalam apartemen yang sempit untuk waktu lama. Kami sudah buktikan kemarin sekitar jam 3 sore kami berempat masuk kamar tidur ber-AC dan masing-masing membaca buku sambil tertidur, dan baru terbangun jam 7 malam 😀 Nah, masalahnya bagaimana kami bisa melewati satu hari ini lagi tanpa ada suara perkelahian dari anak-anak ya? Wish us luck 😀