Mengejar (Bunga) Matahari

29 Agu

Begitu kami keluar dari pesawat ANA (23-08-2013) yang kami tumpangi dari Bandara Soekarno Hatta Cengkareng, kami disambut dengan udara panas. Langsung keluar dari mulut kami, “Aduh panas!”. Memang kami seakan mengejar matahari ke tempat yang jauh lebih panas dari Jakarta. Padahal saat itu temperatur BELUM 35 derajat 😀

Untung proses imigrasi dan bagasi lancar sehingga dalam waktu 30 menit dari mendarat, kami sudah bisa mendorong koper-koper kami ke luar pintu kedatangan. Gen juga sudah menunggu di depan pintu, dan aku tahu pasti dia tidak tidur semalam supaya tidak terlambat. Supaya sampai Narita jam 7 pagi memang harus berangkat jam 5 – 5:30 dari rumah kami.

Anak-anak langsung menghambur ke papanya dan memang kelihatan sekali beda Kai sebelum pergi dengan sesudahnya. Dia tambah tinggi dan berisi! Lalu kami pergi ke counter “Kucing Hitam” Deliveryuntuk mengirim sebagian koper kami karena tidak masuk ke mobil. Untung si kuroneko bisa menjanjikan koper kami sampai di rumah sekitar pukul 6 sore.

Begitu masuk mobil, kami pasang AC keras-keras. Panas! dan Ngantuk. Aku otomatis tidak tidur selama di pesawat karena mengerjakan terjemahan dengan laptopku. Oh ya aku juga baru tahu loh, bahwa ada colokan listrik di dalam pesawat! Letaknya di bawah kursi dan bisa menerima colokan bentuk apa saja (bundar, pipih, tiga lubang dsb). Universal!!…. HEBAT! Aku sudah sering juga sih membuka laptop di dalam pesawat tapi karena sebentar, biasanya pakai cadangan batere saja. Karena laptop batereku hanya 3 jam, aku tanya pada petugas ground, dan diberitahu letak colokannya. Yatta! (ih udik banget si Imelda ini, masa baru tahu ya hehehehe). Fantastic!

diambil dari website ANA http://www.ana.co.jp/int/inflight/guide/y/seat/767_300er_new/

Jadi aku ingin tidur selama perjalanan pulang nih…rencananya. Tapi anak-anak dan Gen ingin melanjutkan proyek kami “Mengunjungi 100 Castle Terkenal Jepang”, dan salah satunya ada di Sakura (nama daerah) di Chiba. Jadilah Gen menyetir ke arah Sakurajo (Sakura Castle). Tapi karena tempat itu hanya merupakan “bekas situs” tidak ada bangunannya, aku menunggu di dalam mobil (tepatnya tidur) sambil mereka turun dan berfoto.

Sakura Castle at Chiba… hanya tinggal bekas situsnya

Yang menyenangkan adalah setelah dari Sakurajo itu, Gen mampir ke sebuah kebun Himawari (Bunga Matahari) yang konon terkenal. Tapi ternyata hanya sisa satu dua batang bunga matahari saja. Semua sudah habis, dan tersisa hamparan padi yang mulai menguning serta sebuah Kincir Angin besar seperti di Belanda saja.

kincir angin “Belanda” diambil dari lapangan parkir

 

Memang puncaknya keindahan bunga Matahari selalu pas aku mudik ke Jakarta sehingga tidak pas waktunya. Tapi berdiri di tengah-tengah jalan aspal satu mobil dan memandang hamparan padi itu sangat menyegarkan hati. Aku selalu suka tempat yang luas dan alami seperti ini.

Pagi menguning. foto panorama 180 derajat.

Kami memang sempat sarapan di sebuah Parking Area. Tempat yang selalu kami mampiri sepulang dari Jakarta. Kai selalu memesan zaru soba (mie Jepang yang dingin) dan kami biasanya memesan MOS Burger. Nah sepulang dari Taman Himawari di Chiba itu, perjalanan masih jauh ke Tokyo, dan masih macet. Jadi aku bilang pada Gen agar tidak memaksakan diri nyetir pulang dalam keadaan ngantuk. Jadi deh kami mampir ke sebuah Parking Area lagi, dan tidur berempat di dalam mobil 😀 Lumayan loh satu jam-an tidur membuat segar kembali. Dan kami melanjutkan perjalanan pulang ke rumah, setelah mampir makan siang sushi.

Memang aku sempat makan sushi di Jkt 2 kali, tapi kok rasanya lain ya? Di Jakarta terlalu funky 😀 Sebelah kiri memang sushi tradisional yang “biasa”, Tapi aku sekarang sedang suka sushi dengan cara “Aburi” jadi disemprot dengan api dari atas, sehingga sushinya setengah matang. Dan rasanya yummy, karena ada “bau” asapnya 😀

“Aduh kecilnya rumah kita”… itu yang diucapkan anak-anak begitu sampai di apartemen kami. Ya di Jakarta enak bisa lari-lari dalam rumah saking besarnya, kalau di sini mau jalan dalam rumah saja bertabrakan 😀 Tapi biarpun kecil, ini rumah kami dan kami sudah terbiasa hidup di sini. Dan malam itu kami makan malam nasi + rendang, rasa tanah air….

 

19 Replies to “Mengejar (Bunga) Matahari

  1. Waaahhh.. aku melewatkan perjalanan liburan.di jakarta yak disini. hiks..

    Selamat pulang ke rumah mbak.. dan memang walaopun kecil kalau milik sendiri itu lebih menyenangkan untuk ditinggalkan dong 😀

  2. malam itu kami makan malam nasi + rendang, rasa tanah air….

    Waaahhh … kebayang enaknya …
    itu rendang di sayang-sayang EM …
    biar habisnya lamaaaa …

    hahaha

    Salam saya EM

    • wah di Jepang itu lidahnya mungkin lain ya, terbiasa menghargai keaslian rasa masing-masing bahan makanan. Jadi kalau enak, ya emang enak dari sononya. Kamu bisa ngga makan tanpa sambal? Selama masih bawa sambal botol ke mana-mana, dan pakai sambal untuk semua masakan, berarti lidahnya sudah terkontaminasi rasa sambal hehehehe. Ditunggu di Jepang 😀

  3. Wah…ngga usah ke Belanda ya Mbak kalo mau liat kincir angin, BTW kincir anginnya itu masih berfungsi ya Mbak? Aku baru tau juga ada colokan di bawah kursi pesawat….bisa ngecharge hp dong…he…he…Tak terasa liburannya sudah berakhir ya Mbak…Salam buat keluarga yaaa

  4. Padi menguning kan Mba EM? Salah tulis jadi “pagi menguning” sampai dua kali, tadi aku pikir disengaja hihihi.. waktu lihat foto kincir ini penasaran foto dimana, ternyata ketemu di perjalanan berburu 100 kastil 😀

  5. Yang foto panorama itu bagus banget Mbak..
    Oh ya Mbak, katanya kalau rumah kecil itu membahagiakan
    karena sering berpapasan dengan anggota keluarga yang lain..
    Rumahku juga kecil Mbak, jadi setiap saat selalu berpapasan dengan suami,heheh

  6. Walau nggak sempat ketemu bunga matahari yang sedang mekar-mekar nya, keinginan tetap terpenuhi (jadi ingat saat ke Tahara pengin lihat bunga Nano Ha na …. sebagian besar sudah luruh, tapi tetap senang).
    Ada yang banyak saya pelajari dari tulisan ini:
    1. Kalau naik ANA, ada colokan listrik untuk laptop
    2. Mesti belajar dari EM bagaimana cara kirim koper agar langsung ke alamat rumah….. apa bisa ya ke Toyohashi?
    3. Awalnya saya ingin ke Jepang pas musim panas….syukurlah akhirnya memilih pas musim semi. Ternyata Jepang kalau musim panas, lumayan tinggi ya temperaturnya?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *