Telepon Pintar itu memang sudah menyebar luas. Hampir semua mahasiswa di tempat aku mengajar, memakai smartphone. Meskipun dalam kenyataannya aku masih banyak melihat wanita dan sebagian pria yang tidak berstatus sebagai mahasiswa/karyawan yang memakai telepon biasa non smartphone. Aku sekarang memang memakai smartphone dan awalnya aku merasa “hebat” karena dengan satu gadget itu kita bisa menelepon, chatting, bermain, mengambil foto, browsing dsb. Padahal sebelumnya, pakai telepon biasapun sebenarnya sudah bisa. Tapi kecepatan koneksi internet yang ditawarkan memang mengagumkan sehingga layaknya aku membawa sebuah komputer kecil bersamaku (aku belum mempunyai iPad). Kekurangannya cuma satu: kecil. Maklum mataku sudah mulai rabun karena faktor u. 😀
Ada satu hal yang aku pelajari dari ibu-ibu, mamatomo, ibu-ibu di TK dan sekarang menjadi kebiasaanku juga. Yaitu waktu membaca pengumuman yang ditulis guru TK di papan. Dulu aku selalu menulis di catatan. Tapi begitu aku melihat trend baru ibu-ibu, mereka tidak lagi menulis tapi memotret papan pengumuman itu. Dengan smartphone, sangat mudah membesarkan foto sehingga sehingga hurufnya bisa terbaca, tanpa harus memindahkan ke komputer. Segala informasi yang penting, tinggal foto saja. Beres!
Semakin aku terbiasa dengan smartphoneku, semakin aku terbiasa memotret semua informasi itu. Praktis dong. TAPI aku sempat kesal dua kali oleh smartphone di tangan mahasiswa.
Aku pernah menulis status di FB:
Sedang memeriksa test bahasa Indonesia, dan aku tertawa (kecut) mendapati jawaban seorang mahasiswa dari pertanyaan: 私のカバンは重いです (Watashino kaban wa omoidesu). Iseng kutanya pada Riku, apa terjemahannya. Lalu dia berkata, “Aku punya rucksack berat!” wow… padahal aku tidak pernah mengajarkannya, meskipun jawaban yang benar, “Tas saya berat”. TAPI jauh lebih bagus dari jawaban muridku, “Nama saya berat” hihihi.
(Langsung masuk blacklist deh. Hei….kemana saja waktu aku jelaskan?????)
dan sebenarnya selain daripada tidak adanya perhatian dia waktu aku terangkan, ada pula jawaban yang memakai kata-kata bahasa Indonesia yang belum pernah aku ajarkan. Hmmm kok bisa dia menjawab seperti itu ya? Lalu aku coba masukkan kalimat yang harus diterjemahkan ke dalam google translator dan bingo! Jawabannya persis seperti yang dia tulis. O o o kamu ketahuan memakai google translator dalam smartphonenya untuk menjawab test! Dan parahnya ada 3 mahasiswa yang jawabannya plek sama!
Memang susah mengontrol begitu banyak mahasiswa dalam satu kelas. Tapi dari lembar jawabannya aku sudah tahu bahwa mahasiswa ini memakai smartphone dalam menjawab. Jelas aku kesal dan marah, sehingga minggu berikutnya aku menceritakan hal itu di depan kelas dan langsung mengatakan, “Kerjakan test dengan jujur. Pasti ketahuan kok. Dan jika pada test berikutnya ada lagi kejadian seperti ini saya akan mengurangi nilai mereka yang memakai smartphone. Usaha sih boleh, saya lebih suka kalian buka buku dan cari jawabannya di buku daripada di smartphone. Itu artinya bukan kalian yang belajar tapi si smartphone yang belajar”.
Hal kedua yang membuatku kesal, baru terjadi tadi siang. Waktu aku menyuruh semua mahasiswa untuk membaca, aku melihat ada seorang mahasiswa yang melihat kertas fotocopy temannya. “Oh dia tidak punya fotocopynya ” pikirku dan aku mau berikan dia satu lembar. Tapi sebelum aku sempat memberikan fotocopy itu, aku melihat dia mengambil smartphonenya dan memotret kertas fotocopy temannya. Sambil meneruskan pelajaran, dalam dada ini berkecamuk apakah aku perlu menegurnya atau tidak. What the heck! Aku biarkan saja, selama dia bisa mengikuti pelajaran dan menjawab pertanyaanku. TAPI sebetulnya lain kan mereka yang belajar dengan membaca lewat kertas dan yang membaca lewat smartphone. Jika ada kertas, mereka bisa mencatat, memberikan tambahan arti sendiri, sehingga mereka bisa BELAJAR dan pada akhirnya bisa menjawab test. Foto lembaran yang di smartphone tidak bisa ditambahkan dengan catatan-catatan, dan aku tidak yakin dia akan buka kedua kalinya 🙂 Selain itu kalau dia memandang smartphone dan ditegur, dia bisa jadikan alasan bahwa dia sedang membaca foto itu. Jaman memang berbeda! Jauh berbeda berkat kecanggihan teknologi. Dan kurasa dalam waktu dekat pihak universitas perlu membuat peraturan mengenai smartphone, atau dosennya yang harus mengubah pola mengajar atau membuat testnya. Seperti seminggu lalu akhirnya aku membuat test lisan, dan yang tidak bisa menjawab…pass (lewatkan) deh. NOL! Tidak bisa juga diterapkan mengumpulkan smartphone sebelum kuliah dimulai layaknya anak SD, karena sudah pasti diprotes, selain juga makan waktu untuk mengembalikannya. Smartphone di kampus sudah mulai membuat banyak masalah. 🙁
Tapi di antara kekesalan atas tingkah beberapa mahasiswa, aku masih senang karena masih ada mahasiswa yang benar-benar mau belajar. Seorang mahasiswa yang rajin tadi bercerita bahwa dia membuat daftar kata-kata baru sendiri dengan komputer dan mencetaknya, lalu menempelkannya di kamar, di WC, di pintu kamar mandi (persis daftar perkalian dsb untuk anak SD :D) supaya bisa belajar dan menghafal. Mendengar ceritanya aku merasa senang dan menghargai usahanya. Dan teman-teman yang duduk di sekitarnya (ada 4 orang) memang termasuk mahasiswa yang aktif dan pintar. Selain itu mereka juga yang selalu memberi salam terakhir dengan “Daag!” 😀 Waktu mendengar pertama memang aneh rasanya, karena meskipun memang aku ajarkan bahwa orang Indonesia pakai “Daag” dalam percakapan, selama 20 tahun mengajar di Jepang belum pernah ada yang berkata “Daag” padaku. Jadi geli juga dan ingin kuperingatkan bahwa jangan pakai daag kepada orang yang lebih tua atau kurang akrab…….tapi ah aku kan masih muda :D. Just enjoy it 😉
Bagaimana cara teman-teman belajar bahasa asing supaya cepat hafal? Apakah pernah menempel daftar/tabel kata-kata di dinding?
Hmmm enak banget yaa disana meskipun ujian biasa buka2 hp.. Jaman aku dulu kuliah emang boleh bawa hape tp kalo ujian bawa tp ga boleh di keluarin kalo ketahuan kertasnya langsung diambil atauuuuuu langsung di teriakin itu ama penjaganya…
Hahaha aku pas baca jadi ngaca ke diriku sendiri… Kadang aku ga ngerti satu kata aku akan cek itu di google translate dan ga penah 1 kalimat full krn trasnlatenya akan kacau hehehehe kurang pintar mereka… Kalo mau yg sekalimat pake aplikasi hahahaha
Aku juga suka fotoin info2 gt terus kalo perlu tgl cari di photos nya terus kalo ga perlu aku buang2 hahahaha
Skr emang jaman ud maju dan semakin malas menulis tangan (termasuk aku sepertinya)
Cara ku menghafal bahasa adalah dengan menggunakannya terus tanpa malu2 mau salah serah gpp tar juga kalo salah pasti dikasih tau ama lawan bicaranya… Daaaaan terus buka buku dan hehehehe komik atau novel xixixiix
Semangaaaat sensei!
ini kan bukan ujian, tapi test harian… ulangan istilah SD nya 😛
Smartphone memang untuk orang yang malas nulis 😀 Dia yang tambah smart, kita yang tambah bego 😛
EM
tentang smartphone… saya pake BB cuma gara2 dikasih kantor. tapi sebenernya telpon pribadi saya bukan smartphone. nokia jadul. hahaha.
esther baru ganti pake samsung galaxy note, biar lebih gede mbak layarnya.
tentang bahasa asing… waduh kalo saya sih paling payah dalam hal bahasa asing…
Oohh. aku pernah kepikiran hal-hal seperti itu akan terjadi pada murid/mahasiswa dengan perkembangan teknologi sekarang ini.. tapi baru kali ini aku mendengar cerita bahwa hal-hal itu benar-benar terjadi..
Kalau aku yang jadi dosen, terus mahasiswaku menjawab dengan bantuan smartphone-nya, mungkin kutandai dan kupotong kali nilainya ya.. he he..
betul mbak, aku juga akan potong nilainya 😀
EM
Kalau saat ini, aku belum menemukan “kecurangan” yang dilakukan mahasiswa menggunakan smartphone. Tapi, bisa jadi suatu saat nanti akan ditemukan juga. Sebab, budaya kopi paste dari internet dalam mengerjakan tugas oleh mahasiswa, sudah menjadi fenomena yang umum saat ini. Sepertinya ini patut diwaspadai oleh kita semua..
Kalau belajar bahasa asing, dulu aku sewaktu di pesantren memang dikondisikan untuk menghafal kosakata baru setiap hari. Setiap pagi kami diberi sarapan kosakata baru dan wajib dihafalkan. Di beberapa sudut asrama kosakata itu akan kami temukan selalu, sehingga bisa teringat dengan mudah. Karena di pondok kami diwajibkan berbicara dalam bahasa asing tersebut, maka secara terpaksa kami pun jadinya terbiasa.
Alih fungsi dari alat bantu jadi semacam alat bantu kecurangan ya mbak. Metode pembelajaranpun disesuaikan agar masih bisa mengukur apa yg seharusnya diukur dengan hasil mendekati. Salam
Sebenarnya bisa kok, Bu, membuat catatan di smartphone. Ada banyak aplikasinya, semisal Evernote. Jadi kita bisa foto, terus bikin anotasi sendiri, ditambah catatan-catatan dan sebagainya. Kalau saya pikir sih semuanya tergantung orangnya. Misalnya dulu waktu saya SMA, banyak tuh teman yang tidak mencatat. Mereka hanya pinjam buku catatan temannya terus mereka fotokopi. Kan mirip-mirip juga dengan mahasiswa Ibu. Hwehe. Nah, kalau teman saya dulu, ada dua-tiga orang yang bagus. Mereka pinjam catatan teman-temannya yang lain kemudian difotokopi, kemudian dikompilasi semua catatan itu. Jadi kalau ada guru menerangkan sesuatu tetapi terlewatkan olehnya untuk dicatat, catatan teman-temannya yang lain bisa melengkapi. 😀
Saya termasuk yang suka buat catatan di smartphone, karena bisa sinkronisasi di laptop. Seperti kata drjt, pakai Evernote, jadi buka di smartphone trs bisa edit lagi di laptop.
Tapiiiii….. memang enakan tulis tangan sih. Sepertinya lebih masuk ke dalam kepala dibanding coret2 di hape. Itu kalau saya.
Bagiku, smartphone itu sangat membantu dalam keseharian, bekerja dan belajar. Juga untuk bermain & bersantai, hehehe…
Daag…
kamu ketahuan memakai google translator …”
Hwaaa … saya rasa sama kejadiannya dengan yang di Indonesia nih …
qiqiqi
Bagaimana cara belajar Bahasa ?
Mmmm… menurut saya … ya dengan cara bicara langsung dengan “native speaker”
Mahasiswa-mahasiswa kamu beruntung … bisa belajar bahasa Indonesia dari “native speaker” Indonesian …
Salam saya EM
jadi curang ya mbak dalam menjawab soalnya menggunakan google translate. Kalau Pascal belajar bahasa arab biasanya menggunakan nyanyian jadi cepat hafal
memang kelihatannya dosen yang harus menganti cara mengajarnya ya… karena teknology sudah menggila… Dengan smartphone memang jadi mudah buat nyontek dan sharing data…
Persis Mb Em, saya dahulu juga mencatat dan menempel tabel kata-kata di dinding (sebelah tempat tidur), jadi sebelum tidur dan bangun pagi pastyi terbaca.
jadi inget waktu belajar bahasa inggris….kalau saya sih untuk menambah kosa kata…dengan nonton tv acara berita dan talk show ringan. Karena biasanya mereka menggunakan kosa kata bahasa yang umum. Bagi saya itu sangat membantu percepatannya…sekalian nekad juga boleh yakni dengan ngomong sama bule hehehehehe….
Mereka sangat apresiasi dengan orang2 yg mampu berbicara bahasa ibu mereka….so jangan takut salah kalau ngomong…..qeqeqeqeqeqe
Jangan-jangan beberapa puluh tahun kemudian, orang-orang akan membawa smartphone ke sekolah bukan buku tulis.
kalau saya smartphonenya buat download kamus jepang, soal kanji nouryoku shiken, ada choukai juga sih. tapi lebih seneng belajar kanji daripada dengerin soal chokai.