Time Slip

10 Jun

Waktunya kepleset? Hmmm mungkin bisa juga diterjemahkan begitu ya, karena “Time Slip” berarti bukan berada pada waktu yang seharusnya, melainkan “berjalan-jalan” ke waktu yang lain, lampau maupun masa datang. Back to the future? Padahal masa datang itu sebenarnya belum pasti kan? Masa lalu lebih pasti karena ada sejarahnya. Nah, sebuah acara yang kutonton pada tanggal 5 Juni lalu, membawa pemirsanya melihat kehidupan jaman Edo (atau disebut juga jaman Tokugawa 1600~ ) dengan merekonstruksi kehidupan pada masa itu. Ah, memang Jepang amat menghargai sejarahnya, dan banyak sekali wadah bagi masyarakat untuk mempelajari sejarah bangsa ini.

Satu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak perempuan dan anak laki-laki dikirim dari jaman sekarang ke jaman Edo, dan “menikmati” tinggal di perkampungan Edo. Dari keseharian itu kami, penonton bisa mengetahui bahwa orang-orang jaman itu makan nasi jauh lebih banyak dari jaman sekarang. Seorang laki-laki dewasa bisa makan 4 omplong nasi dalam satu hari! Banyaaakk itu, karena biasanya aku masak 4 omplong saja untuk satu keluarga 2 kali makan. Dari soal makanan aku juga bisa tahu bahwa sushi yang terkenal di seluruh dunia itu adalah Edomae Sushi (nigirisushi = nasi yang diberi cuka, dikepal dan ditaruh hasil laut di atasnya) dimulai pada jaman ini. Penemunya bernama  Hanayayohei, yang sekarang menjadi nama family restoran chain di Jepang.

WC nagaya (rumah panjang jaman Edo), Setengah dinding bagian atasnya terbuka. Foto diambil dari wikipedia Jepang

Yang mengagumkan Kota Edo (Tokyo jaman dulu) itu sebenarnya adalah Eco Town (Kota yang ekologis, ramah lingkungan). Bagaimana tidak, kotoran manusia pun dijual untuk pupuk! Bahkan kotoran manusia itu dibedakan menurut “kelas” nya, kelas bangsawan, kotoran nya lebih mahal daripada kelas pekerja :D. Selain itu sejak saat itu sudah ada “tissue” untuk cebok! Tapi tissuenya memakai kertas yang agak keras. Kenapa keras? Karena ternyata kertas di Edo itu hampir semuanya adalah kertas daur ulang, dan daur ulangnya bukan hanya satu kali tapi berulang kali. Kota Edo pun sangat bersih, tidak ada sampah kertas, karena pasti diambil, dikumpulkan oleh pemulung untuk dijual kembali. Benar-benar ECO!

Rumah jaman Edo, nagaya, rumah panjang semacam rumah gadang. Satu kamar ini untuk satu keluarga. Foto dari wikipedia.

Eco yang lain yaitu mereka mencuci baju dengan air yang dicampur dengan abu dapur (hasil pembakaran kayu untuk masak). Tentu karena masa itu belum ada sabun/deterjen. Tapi ternyata terbukti bahwa air yang dicampur abu dapur itu dapat melepaskan kotoran pada kimono. Sistem distribusi air jaman itu juga sudah begitu teratur sehingga seluruh kota dapat menikmati air dengan adil. Untuk kimono juga mereka punya penyewaan dan penjualan kimono bekas, sehingga di bidang “fashion” juga ada recycle. Bahkan kimono yang tidak bisa dipakai lagi, akan dibuat tali, lap dan sebagainya (Kalau ini sih sampai sekarang masih dilakukan ya….)

Aku tidak tahu apakah acara TV ini dibuat sengaja untuk memperingati Hari Lingkungan Hidup atau bukan, tapi pas benar ditayangkan pada tanggal 5 Juni kemarin. Aku sedang berharap semoga Nihon Terebi mau memutar kembali acara malam itu. Karena waktu itu belum selesai (sekitar pukul 10 malam) tapi aku sudah menghentikan acara dan menyuruh anak-anak tidur. Sudah terlambat 1 jam dari waktu tidur mereka. Takutnya besoknya mereka tidak bisa bangun, kan berabe!

Kurasa memang kita perlu sekali-sekali Time Slip, untuk mempelajari sejarah. Sepertinya kok jaman dulu banyak kegiatan yang lebih eco, lebih memperhatikan keseimbangan lingkungan hidup. Dengan modernisasi, pengetahuan dan kegiatan itu berkurang dan hilang.

Dan kebetulan hari ini tanggal 10 Juni, di Jepang merupakan hari peringatan untuk WAKTU! Aku baru sadar ketika hari Jumat kemarin Kai membawa hasil karyanya di TK berupa jam buatannya, dan di bagian belakang ditulisi oleh gurunya “Toki no kinenbi  時の記念日” Aduh Jepang memang ada-ada saja. Jadi aku mencari kenapa kok hari ini diperingati sebagai Hari Waktu. “Hari untuk Waktu” ini ditetapkan pada tahun 1920 oleh National Astronomical Observatory of Japan, NAOJ dan Seikatsu Kaizen Domeikai yang kalau diterjemahkan menjadi Badan Pembaruan Kehidupan, yang berada di bawah Kementrian Pendidikan. Katanya “Untuk menyebarkan pengetahuan pentingnya waktu, supaya masyarakat menaati waktu, bisa memperbaiki dan merencanakan kehidupannya seperti orang Amerika dan Eropa”.

Kai dengan jam buatannya untuk memperingati Hari Waktu

 

 

20 Replies to “Time Slip

  1. Wah, hebat sekali. Benar-benar keren!

    Kadang ngiri juga sama orang Jepang tentang penghargaan atas sejarahnya ini. Kita, belajar sejarah bangsa sendiri aja musti ke luar negeri.

    Ada-ada saja memang orang Jepang. Banyak peringatannya. Tapi bagus maksudnya. Pantas ditiru tuh, menghargai waktu. Di sini, sehari bahkan lima kali sudah diperingati, masih saja waktu tidak dihargai. 😀

  2. hebat,,,kertas toilet juga didaur ulang, tapi Indonesia lebih hebat mb, kagak ada tisu toilet juga bisa cebok! Haha, kan pake air ga usah pake tisu.

    Yang bisa saya tiru saat ini dari Jepang dan hari peringatan waktu adalah bagaimana caranya kita menghargai dan merencanakan waktu. Soalnya dah terbiasa hidup dengan santai di Jogja, kadang sedikit lupa untuk menghargai waktu dengan melalukan kegiatan sesuai dengan target waktunya.

  3. gimana rasanya ya.. menjual kotoran manusia sebagai pupuk ya… ? mungkin saat ini sudah juga dilakukan di indonesia tapi diam diam kali ya… hehehehehe
    terbayang pada saat mau mencampurkan pupuk hasil olahan kotoran manusia… 🙂

  4. Salut denga pendokumentasian Eco town sejak jaman Edo, keren. Klasifikasi kotoran manusia dari kasta, apa yang keluar tergantung apa yang dikonsumsi hehe.
    Ajari kami memanfaatkan waktuMU, Selamat Hari Waktu tuk kelg de Miyashita

  5. peringatan hari waktu.. kurasa perlu juga buat kita semua, mbak Em.
    agar selalu ingat memanfaatkan waktu dengan benar,
    disiplin dengan prioritas..

    #terdengar lonceng berbunyi di kepalaku 😀

  6. hmmm sori kalo salah ngerti, jadi maksudnya kota edo ini masih ada kan sekarang ya mbak? tapi disana tetep mempertahankan kebiasaan2 dan cara2 kayak di masa lalu gitu?
    trus itu jadi kota wisata gitu kah mbak? orang2 boleh nginep disana?

  7. Aku malah jadi inget rumahnya Oshin di TVRI dulu… kayaknya bersihhh banget..

    aih..nggak kebayang memperdagangkan kotoran manusia…

    Orang-orang dulu kayaknya memang lebih bersahabat dengan alam dan lingkungan deh Mbak…

  8. jadi malu kalau udah urusan waktu karena saya sering tidak konsisten dengan waktu tidurnya anak2 sehingga akhirnya saya juga yg kerepotan…hehehe

  9. Aduuuh, kok bisa ya pupie nya digolongkan sesuai kelasnya hihihihihii…. kalo bangsawan warnya biru kali ya, BuEm 😛

    Ah, Jepang memang selalu menarik. Penggambarannya jelas sekali di Musashi, Taiko, Geisha 😀
    Luar biasa orang jaman dulu yaa…

  10. keren banget deh mbak peringatannya yak.. klo soal sejarah aku nyerah deh.. wong sejarang kota aku aja aku gak tw sejarahnya bagaimana ~_~

  11. Itu WC nya seperti di Indonesia ya EM

    Dan saya tersenyum membaca …
    … kotoran manusia itu dibedakan menurut “kelas” nya, kelas bangsawan, kotoran nya lebih mahal daripada kelas pekerja …

    Apa yang dimakan … menentukan apa yang keluar sepertinya …

    Salam saya EM

  12. di sini urin ditampung dan diolah jadi pupuk Mba. Kotoran manusia dari saluran air kota jg jadi pupuk ujung2nya tapi mekanismenya kayanya mahal banget

  13. org Jepang terkenal dengan kedisiplinannya, mereka sangat menghargai waktu ya, ga ada budaya jam karet. menghargai waktu sama aja menghargai org lain 🙂

Tinggalkan Balasan ke applaus romanus Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *