Aku Jahat Ya!?

8 Mei

Baru beberapa hari yang lalu, setelah berbelanja sayur di dekat stasiun rumahku, aku membelokkan sepedaku dari jalan kecil, masuk ke jalan yang lebih besar. Ada beberapa sepeda beriringan, termasuk sepedaku. Dan tiba-tiba dari arah berlawanan ada sepeda yang melaju kencang dikendarai seorang anak lelaki muda. Yang menyebalkan, dia tidak memegang stang tapi hanya menempelkan kedua sikunya di stang sambil bermain dengan HP nya. Ntah sms atau browsing atau apa.

Karena belanjaanku berat memang aku mengayuh pelan-pelan, sehingga masih bisa melihat dia datang dari arah berlawanan, dan bersiap untuk berhenti juga. Tapi si remaja itu berkelit ke kiriku. Aku juga heran kenapa dia ke kiri bukan ke kanan, dan aku sempat berpikir dalam hati, “Duh kamu itu naik sepeda sambil sms an. Ntar jatuh baru rasa deh.”

Dan… selang berapa detik “brakkk …” Aku tidak menoleh lagi tapi sempat mendengar sepeda jatuh. RASAIN! Sambil nyegir …. makanya kubilang apa!

Aku kemudian teringat suatu peristiwa di stasiun Shibuya. Waktu itu aku sedang turun dari kereta hendak ganti kereta di peron lain. Dan saat itu dari arah yang berlawanan ada seorang gadis tinggi berlari-lari hendak masuk kereta yang tadi aku naiki, dengan baju berumbai-rumbai dan … bersepatu hak tinggi sekali! ada 15 cm kali. Aku langsung berpikir, “Aduuuh jeng, kamu ngga takut jatuh ya?” Dan… setelah 10 langkah menjauh, “Brukk” terdengar orang jatuh…. UPS pasti sakit sekali tuh jatuh dengan sepatu hak tinggi. Masih untung kalau tidak keseleo. Untung kereta belum jalan, sehingga tidak bahaya, coba kalau kereta itu jalan… hiiii.

Kadang kalau teringat peristiwa-peristiwa seperti itu, aku merasa kenapa aku kok jahat ya? Berpikiran jelek, dan akhirnya kejadian. Meskipun ya itu resiko yang harus diambil oleh orang-orang teledor semacam mereka. Jatuh dari sepeda karena sambil sms-an atau pakai sepatu hak tinggi lalu lari. Aku jahat ya!? hehehe…..Teman-teman pernah begitu?

Tiga Besar – Gosanke

7 Mei

Dalam bahasa Jepang ada sebuah istilah Gosanke, untuk menunjukkan 3 besar dalam hal apa saja. Nomor 1, 2,3 dalam bidangnya, meskipun di antara mereka kadang kala tidak ada pembagian yang jelas, misalnya si A pasti nomor 1, bisa jadi nomor 2 atau 3 atau untuk periode tertentu dia nomor satu, sementara untuk periode tertentu dia nomor 3. Tapi masyarakat tahunya si A adalah salah satu dari TIGA BESAR.

Kata-kata GOSANKE ini sebetulnya berasal dari jaman Tokugawa, untuk merujuk pada tiga penguasa daerah atau daimyo terkenal yaitu Mito, Owari dan Kii. Implementasinya di masa sekarang bermacam-macam, dan bisa dilihat dari TIGA BESAR misalnya untuk SMP khusus laki-laki terkenal di Jepang : Azabu, Kaisei, dan Musashi. SMP khusus perempuan Oin, Futaba, Joshigakuin. Secara tidak resmi ada pula yang mengatakan bahwa Waseda, Keio dan Sophia University adalah tiga besar untuk universitas. Untuk bidang musik misalnya jaman dulu (tahun 70 an) penyanyi Go Hiromi, Saijo Hideki, Noguchi Goro adalah penyanyi gosanke 😀

Mengapa aku tiba-tiba teringat pada gosanke ini. Karena pagi tadi Gen menanyakan apakah aku tahu daerah penghasil teh terbanyak di Indonesia? Kemarin aku menulis tentang Teh Sayama. Sayama memang terkenal sebagai daerah penghasil teh nomor 3 di Jepang. Nah dia ingin tahu TIGA BESAR penghasil teh di Indonesia. Hmmm kujawab : mungkin Jawa Barat, tapi aku tidak tahu daerah mana yang nomor 2 dan 3. Kata Gen: Sebetulnya dengan menetapkan TIGA BESAR dalam suatu bidang, akan memudahkan anak-anak belajar pengetahuan umum dan geografi. Misalnya di Jepang ada Nihon Sankei (Tiga besar tempat wisata terindah di Jepang) yaitu Matsushima , Amanohashidate, dan Miyajima. Aku sudah pernah pergi ke Matsuhima dan Miyajima, tinggal Amanohashidate yang aku belum pernah kunjungi. Nah jika ditanyakan di Indonesia TIGA BESAR lokasi wisata terindah itu apa? Ada yang bisa jawab?

Lalu kutanya, “Siapa yang harus menentukan apa-apa atau siapa-siapa saja yang termasuk dalam TIGA BESAR?” Pemerintah?   Kantor Wisata? Ya… siapa saja, tapi kalau di Jepang memang berdasarkan sejarah, sudah dari dulu diketahui umum. Ya, tentu saja dilihat dari kemampuan, atau yang paling aman dari jumlah/ luas/ besarnya sesuatu.

Ada satu lagi yang kuingat waktu menuliskan gosanke ini, yaitu sebuah lagu yang dinyanyikan dalam acara anak-anak yaitu “Niban de iijanai” (Apa salahnya menjadi nomor dua), dan dalam acara itu diperkenalkan semua yang berstatus nomor 2. Nomor dua pun baik kok, jika tidak bisa nomor satu. Pemikiran yang bagus, karena semangat ini tetap menomorsatukan USAHA.

Sebagai penutup Gen mengingatkan : Ada Sandai Tenor (Tiga Tenor Terkenal) loh … yaitu Plácido Domingo, José Carreras, and Luciano Pavarotti.

Memang SATU DUA TIGA, paling mudah diingat ya. Dan pencetus 3 point di kalangan blogger adalah Om Trainer, sayangnya waktu kucari Rules of three tidak ketemu tautannya. Mungkin dengan judul lain ya.

 

NB: tulisan ini aku buat buru-buru selama 20 menit, karena keburu ter”publish” waktu ingin simpan di draft 😀 Jadi foto-foto menyusul ya

 

Malam ke 88

6 Mei

Natsu mo chikazuku hachijuu hachiya
No ni mo yama nimo wakaba ga shigeru
Areni mieru wa chatsumi janaika
Akane dasuki ni suge no kasa

Dengan datangnya malam ke 88, musim panas mendekat
Di padang rumput dan gunung dirimbuni daun muda
Lihat yang di sana orang memanen teh
Dengan topi tikar dan tali pengikat kimono berwarna merah

Bahasa Jepangnya Hachiju hachiya 八十八夜, merupakan hari ke 88 dihitung dari Risshun awal musim semi ( sekitar 5 Februari). Lagu di atas khusus menggambarkan suasana di hari ke 88 itu dan memang ditandai dengan “Teh Baru” Shincha 新茶, karena pada hari ini daun-daun teh baru mulai dipetik. Karena Jepang peminum teh (hijau) yang fanatik, maka setiap keluarga pasti menyediakan teh baru dan menikmati harumnya sambil menyambut hari-hari mulai menghangat menuju musim panas.

Tanggal 3 Mei yang lalu, merupakan hari libur pertama setelah hari ke 88. Gen dan anak-anak pergi ke kantor balai kota Sayama-shi karena di sana ada festival “Teh Sayama dan Bunga”. Sayama terletak di prefektur Saitama dan terkenal sebagai penghasil teh. Sayang sekali hari itu hujan, sehingga tidak bisa ikut belajar memetik daun teh. Tapi ada pertunjukkan dan kesempatan mencoba mengeringkan teh hijau yang diberi nama Chamomi (手もみ茶). Momi sebetulnya artinya memijat, jadi daun teh yang kering di “pijat-pijat” supaya harum dan rasanya enak.

Pengalaman "memijat" teh di balai kota Sayama.

Sore ini aku membuat dry-fruits cake dan minum teh hijau dari Sayama yang dibeli seharga 1000 yen untuk 50 gram! Haduh mahal … aku tidak tahu Gen membeli itu, kupikir gratisan hahaha. Pantas saja dalam anime Chibi Maruko chan yang diputar hari ini dikatakan bahwa Shincha (Teh Baru) itu mahal karena baru masih segar dan enak.

Meskipun memang cocok makan manis dan minum teh hijau, aku masih belum biasa minum teh hijau karena memang pahit menurutku. Teh hijau yang dijual di Indonesia (apalagi yang dalam botol) itu aneh menurutku karena manis 😀 Teh hijau di Jepang tidak pernah diberi gula ataupun madu. TAPI aku suka minum maccha, yaitu bubuk teh hijau yang dipakai untuk upacara minum teh. Rasanya lain (bayangkan saja dengan makan es maccha ya :D).

Bagaimana teman-teman pernah atau suka minum teh hijau?

Kodomo no hi

5 Mei

Tanggal 5 Mei adalah hari Anak-anak (laki-laki) yang disebut Kodomo no hi. Tidak seperti tahun-tahun yang lalu, hari ini deMiyashita tidak melewati satu hari bersama-sama. Karena hari ini Papa Gen dan Riku pergi mengikuti “Kelas Serangga” dari  “Perkumpulan Henri-Fabre Jepang“  NPO日本アンリ・ファーブル会(奥本大三郎会長). Gen  sudah resmi menjadi anggota NPO ini dan membayar iuran 3000 yen pertahun. Kupikir bagus juga jika Riku punya suatu kegiatan rutin setiap tahunnya, dan kali ini mereka pergi ke Gunung Takao, naik kereta kira-kira 1 jam dari rumah kami. Dan Kai tidak bisa ikut karena belum SD. Seandainya Kai sudah SD maka kami bisa pergi sekeluarga. Tentu saja aku bukan menangkap kupu-kupu tapi jadi fotografer :D…. 2 tahun lagi deh.

Fajar dari beranda apartemenku

Seperti biasa kalau mereka pergi menangkap kupu-kupu, aku mesti bangun pagi dan mempersiapkan bento (bekal) untuk mereka. Tapi hari ini hisashiburini cuacanya cerah sekali sejak pagi, sehingga memang cocok untuk kegiatan outdoor. Aku sempat menangkap pemandangan pagi hari dari beranda apartemen kami.

Kegiatan Riku menangkap kupu-kupu di Gn Takao, pada hari Anak-anak

Mereka pergi pukul 7:20 dan menurut laporan setelah pulang, rupanya cukup banyak terlihat berbagai jenis  kupu-kupu, tapi tidak ada satupun anggota yang berhasil menangkapnya. Dari foto-foto yang diambil, aku bisa melihat bahwa salah satu gurunya menangkap ular dan Riku tidak terlihat takut. Kalau aku….hiiii aku paling geli pada ular. Dan mereka cuma membawa pulang sebuah serangga yang bernama Hanmyo (Japanese Tiger Beetle). Warnanya memang bagus tapi…tetap saja serangga, dan aku tidak suka! (Meskipun aku tidak suka, laki-laki tetap harus bisa menangkap serangga jadi akunya saja yang tidak mendekat 😀 )

Hampyo yang berwarna-warni

Riku dan papanya sampai di rumah kembali sekitar pukul 3 siang. Dan setelah itu mereka pergi ke “Thermae“, pemandia umum yang letaknya dekat rumah kami. Gara-gara menonton film Thermae Romae, sekarang Riku menyebut pemandian air panas dengan Thermae, dan aku lanjutkan Thermae Japonaise :D. Mengapa penting pergi ke pemandian umum? Karena pada hari anak-anak ini biasanya pergi berendam dengan air shobu, shobuyuu. Dan anak-anak hari ini gratis (biasanya harus bayar). Jadi 3 boys pergi ke pemandian umum itu serta pulangnya membeli kashiwa mochi untuk snack.

Thermae Japonaise 😀

Lucunya waktu mereka pergi ke pemandian umum itu, mereka bertemu dengan anggota parlemen dari partai liberal demokrat (LDP) yang sedang membenarkan poster-poster di rumah pendukungnya, sambil menyapa warga sekitar (Nah gitu seharusnya perwakilan rakyat harus turba! Silakan baca –Pengalaman Demokrasi -1-) Dan ini merupakan peristiwa “bertemu anggota parlemen” yang ke dua, karena sebenarnya kemarin dulu mereka sempat juga bertemu seorang wakil rakyat di festival teh di Sayama.

Malam harinya kami menikmati makan malam sederhana sambil menikmati Supermoon di luar beranda kami. Besok minggu adalah hari terakhir libur panjang kami (Golden Week). Rasanya malas untuk mengakhiri, tapi rasanya kalau terlalu lama libur kok membosankan  juga ya? Atau ini hanya perasaanku saja 😀

Oh ya aku juga ingin mengucapkan selamat Waisak bagi teman-teman yang beragama Buddha.

 

Perjalanan Jauh Pertama

4 Mei

Malam ini aku menonton sebuah acara di chanel 7 TV Tokyo yang bertajuk “Papa Jepang yang bekerja di seluruh dunia – Sekai de hataraku Nihon no otosan” 世界で働く日本のお父さん。Acara yang sudah pasti membuat penontonnya menangis 😀 tapi aku suka 😀

Jadi anak-anak expatriates (orang Jepang yang bekerja di luar negeri) ini kebanyakan berusia 10 tahun, sekitar kelas 5 SD. Mereka pergi SENDIRIAN (tanpa ibunya) atau dengan adiknya, mengunjungi kota tempat ayahnya bekerja. Tentu saja karena diliput TV, sudah pasti mereka akan aman-aman saja dalam perjalanan, tapi pertama kali melakukan perjalanan jauh dengan pesawat untuk bertemu ayahnya tentu tidak mudah. Dan yang mengharukan adalah : Sang ayah tidak tahu apa-apa mengenai rencana ini. Surprise!!!

Bayangkan seorang anak lelaki berusia 10 tahun, mengadakan perjalanan dari Jepang ke Morokko, tempat ayahnya yang ahli perkebunan bekerja membuat tomat yang cocok untuk daerah Morokko. Dia memang didampingi oleh seorang artis (yang tentu saja tidak tahu juga bahasa Arab). Tapi hebatnya si anak laki-laki ini sudah belajar bahasa Arab dasar dan membawa buku “Sekai no arukikata – Morokko” (Berkeliling Dunia – Morokko) sebagai pegangannya. Setelah sampai di tempat ayahnya bekerja, dia mengagetkan ayahnya dengan muncul tiba-tiba di dalam Vynil House Tomatnya. Tentu saja ayahnya kaget, cuma sangat aku sayangkan ayahnya tidak langsung memeluk anaknya 😀 Yah, memang orang Jepang lebih banyak yang malu untuk langsung mengungkapkan sayangnya di depan umum. Mereka tidak terbiasa berpelukan.

Oh ya pertemuan kedua anak-ayah ini ditutup dengan si ayah menggendong anaknya di pundak. Dalam bahasa Jepang disebut dengan kataguruma. Kalau bahasa Indonesia apa ya? Kebiasaan ayah menggendong kataguruma ini jarang aku lihat di Indonesia. Lalu Gen berkata, “Mungkin karena orang Indonesia tidak boleh menyentuh kepala orang yang lebih tua ya? Jadi tidak menggendong anak di bahunya.” Padahal dengan cara ini, anak akan merasa tinggi sekali, lebih tinggi dari ayahnya.

Untung saja anak yang ke dua seorang gadis yang menjumpai ayahnya yang bekerja di Vietnam lebih bisa mengekspresikan sayangnya pada ayahnya yang juga terlihat lebih “luwes”. Memang si anak gadis ini cukup sulit menemui ayahnya yang kebetulan sedang bekerja di kota lain, yang jaraknya 100 km dari kota Hanoi. Dan si gadis tidak keburu naik kereta malam, sehingga harus bermalam sendirian di Hanoi. Sudah pasti dia capek lahir dan batin.

Anak yang ketiga mengunjungi ayahnya yang sudah  bekerja di Kenya selama 12 tahun! Dia ingin memperlihatkan sertifikat kelulusannya (lulus SD) kepada ayahnya langsung. Dan anak yang keempat mengunjungi ayahnya yang bekerja di Brussel, bersama adiknya yang baru masuk SD. Adiknya ingin memperlihatkan tas sekolah (ransel) barunya pada ayahnya.

Setiap anak mempersiapkan diri untuk mengadakan perjalanan jauh, juga mempersiapkan diri untuk membuat masakan kesukaan ayahnya (terutama yang anak perempuan). Penonton dibuat terharu waktu ayahnya makan makanan kesukaannya yang dibuat oleh anaknya sendiri, untuk pertama kali, tapi bukan di Jepang. Masakan pertama dari putri-putrinya.

Ah, acara TV ini memang bertujuan membuat penonton menangis dan terharu. Tapi menunjukkan pula bahwa banyak sekali orang Jepang yang harus berpisah dengan keluarganya dan bekerja di negara lain, yang amat jauh dari Jepang. Tapi keakraban keluarga tetap terjalin meskipun keluarga mereka terpisah benua dan samudra. Dan kupikir anak-anak Jepang ini memang berani. Atau boleh dikatakan ibunya juga hebat karena berani membiarkan anaknya yang masih SD untuk pergi sendiri ke luar negeri.

Ayahku pernah bekerja di luar negeri, dan untuk pertama kalinya aku melakukan perjalanan sejauh 16 jam dari Jakarta untuk mengunjungi ayah -ibuku pada saat aku berusia 20 tahun, bukan 10 tahun. Itupun tidak sepenuhnya sendirian, karena bersama 2 adik perempuanku. Saat itu juga kami sudah cukup bisa berbicara bahasa Inggris, dan negara tujuan memang memakai bahasa Inggris. Aku tak bisa membayangkan jika aku harus ke Kenya, misalnya.

Satu lagi acara TV bagus menurutku, yang begitu humanis…. meskipun kutahu pasti membutuhkan biaya produksi yang besar 😀 Tapi mungkin TV Indonesia, jika ada sponsor bisa membuatnya dengan skala kecil, cukup di dalam negeri saja, sekaligus memperkenalkan daerah-daerah di Indonesia. Usul yang bagus, bukan?

Perjalanan jauh pertama kamu ke mana dan pada umur berapa?

 

Tomat dan Stroberi

3 Mei

Akhir-akhir ini aku sering membeli stroberi, karena kebetulan toko sayur – yaoya 八百屋 tempat aku biasa membeli sayuran menjual stroberi dengan harga murah. Tahun-tahun lalu aku “pelit” sekali dalam soal membeli buah-buahan karena mahal, tapi tahun ini aku cukup royal. Satu kotak plastik bisa berisi sekitar 24 biji stroberi berukuran sedang seharga 200-250 yen (20rb-25rb rupiah). Dan kemarin toko sayur itu mengatakan bahwa setelah GW tidak akan menjual stroberi lagi karena musimnya sudah selesai.

 

Untuk tomat, terus terang aku juga jarang membeli. Apa sebab? Aku kurang suka tomat Jepang. TIDAK MANIS! Perasaan dulu waktu di Indonesia, aku sering makan tomat dan manis rasanya. Oleh ibuku sering dibuat sebagai “snack” tomat yang dipotong dadu lalu diberi gula pasir. Jadi buatku tomat adalah buah 😀 karena manis. Sedangkan tomat Jepang tidak ada rasanya. Biasanya dimakan untuk salad, setelah didinginkan di lemari es. Sedangkan kalau aku akhir-akhir ini sering membuat appetizer tomat dengan mozzarella chesse dan bumbunya lada, garam dan olive oil (Kalau suka basil bisa diberi basil, tapi aku ngga suka sih :D).

 

Kok aku menulis Tomat dan Stroberi untuk judul? Sebetulnya aku ingin bertanya menurut teman-teman Tomat dan Stroberi itu termasuk kategori “sayur 野菜” atau “buah 果物” ?

Setelah makan malam beberapa hari yang lalu, aku mengeluarkan dessert stroberi, hanya dicuci begitu saja. Biasanya Riku dan Kai akan “mencolek” stroberi itu pada susu kental manis (kalau ada) atau gula pasir. Sedangkan papa Gen selalu makan begitu saja. Nah saat itu, tiba-tiba Kai bertanya padaku,
“Mama, mama tahu stroberi itu apa? sayur atau buah?”
“eh? Buah kan?”
“BUKAN! Stroberi itu sayur loh!”
“Masa sih? Kok bisa?”
“Iya, kan nih liat masih ada rantingnya”

Lalu Riku menimpali, “Iya betul. Stroberi sama dengan tomat dan semangka, juga waluh termasuk sayur loh. Cuma karena manis aja maka ditaruh di tempat buah.”

Nah loh… aku langsung googling dengan bahasa Jepang イチゴは野菜?くだもの? dan ternyata memang (menurut orang Jepang) stroberi itu termasuk sayur. Karena pohonnya tidak tinggi (alasannya kurang jelas sih dan memang masih merupakan polemik). Jadi memang di Jepang Stroberi dan Tomat itu termasuk kategori “sayur”.

Tapi jika cari dengan bahasa Inggris akan bertemu jawaban lagi yaitu stroberi itu bukan termasuk buah, karena dia adalah pseudofruit (bijinya di luar). Polemik “sayur” atau “buah” itu muncul karena ada perbedaan pendapat antara “kuliner” dan “botanis”, atau antara yang membuat tumbuhan itu dan pemakai tumbuhan itu. Persepsinya berbeda.

Apapun kategorinya, stroberi itu memang enak yah hehehe.

Stroberi yang kami petik di kebun stroberi setahun yang lalu

Kembali lagi ke Kai dan Riku yang memberitahukan aku bahwa Stroberi adalah sayuran. Setelah aku googling, lalu aku berkata pada Kai dan Riku….
“Eh bener loh ternyata stroberi itu sayur! Terima kasih ya sudah kasih tahu mama. Mulai sekarang bukan hanya mama yang ‘mengajar’ Kai dan Riku tapi sebaliknya mulai sekarang kalian juga “mengajar” mama yah

Dan, persis sehari setelah itu aku menemukan dua buah pepatah  bahasa Jepang yang diperkenalkan dalam acara NHK kids, yaitu:

聞くは一時の恥、聞かぬは一生の恥

Kiku wa ittoki no haji, kikanu wa isshou no haji

Waktu bertanya itu mengalami rasa malu saat itu, tapi kalau tidak bertanya maka akan malu seumur hidup.
(Ya mungkin hampir sama dengan Malu bertanya sesat di jalan, tapi penekanannya berbeda. Di pepatah bahasa Jepang yang ditekannya rasa malunya. Ah memang orang Jepang berbudaya malu. Malu kalau tidal bisa! Malu kalau tidak berhasil sesuatu dsb dsb)

稽古とは 一より習ひ 十を知り 十よりかへる もとのその一 (千利休)

Keiko to wa ichi yori manabi ju wo shiri ju yori kaeru motono sono ichi (Sen no Rikyu)

Latihan itu belajar dari urutan pertama, sampai mengetahui urutan ke sepuluh, kemudian dari urutan ke sepuluh kembali lagi ke urutan pertama.
(Maksudnya jika kita berlatih dari awal sampai pada tingkat penguasaan maksimal, kemudian kembali ke awal, kondisi kita berbeda  dengan waktu pertama kali sekali kita berlatih. Jika manusia merasa sudah menguasai dan merasa cukup, maka manusia itu berhenti sampai di situ saja. Tidak benar-benar menguasai ilmu tersebut. Jadi sampai kapanpun harus terus belajar dan berlatih)

Sebetulnya aku ingin menuliskan tentang pepatah ini kemarin, pas hari Pendidikan Indonesia, tanggal 2 Mei, tapi biasa deh tertunda sampai sekarang. Silakan menghubungkan sendiri cerita Tomat dan Stroberi serta kedua pepatah di atas. Intinya tentu saja BELAJAR TERUS ya.

 

Thermae Romae

1 Mei

Mayday Mayday… Awal bulan Mei 2012 di Tokyo digelayuti awan mendung sejak pagi, dan siang hari sudah mulai turun hujan. Padahal prakiraan cuaca mengatakan hujannya mulai munculnya Rabu 2 Mei  besok sampai hari Jumat. Gimana sih kamu! (Ini yang selalu diucapkan Kai kalau menyalahkan orang lain :D). Padahal kami baru saja melewati Golden Week Part 1. Ya, untuk yang mengambil cuti tanggal 1 dan 2 Mei memang akan menjadi libur GW yang panjang! 9 hari libur berturut-turut. Tapi untuk yang majime, (rajin /tidak berani ambil cuti) tentu saja akan ada GW part 1 (28-29-30 April)  dan part 2 (3-4-5-6 Mei) .

Nah GW part 1 untuk deMiyashita benar-benar biasaaaaa saja. Maksudnya : tidak ke mana-mana. Kami cuma bisa libur bersama hari Minggu dan Senin. Jadi setelah pergi ke gereja Minggu pagi, kami langsung pergi ke Yokohama ke rumah mertua dan melewati GW part1. Karena tanggung rasanya mau pergi ke tempat-tempat wisata kalau sudah tengah hari. Dan mungkin kami tidak bisa datang ke rumah mertua pada part ke dua, jadi lebih baik hari Minggu itu.

Riku serius membaca manga (komik) Thermae Romae yang dibeli papanya

Seperti biasa jika di rumah mertua kami cuma makan-makan dan minum-minum, santai lalu tidur. Tapi Gen sempat membeli sebuah komik (manga) berjudul Thermae Romae karya Yamazaki Mari. Aku tahunya bahwa ini adalah judul sebuah film yang baru saja diputar di bioskop Jepang. Rupanya aslinya manga hihihi, baru tahu! Film ini memang menjadi topik pembicaraan kami hari Sabtunya. Karena Gen ingin menonton film itu, dengan alasan : tema cerita yang menarik. Aku sendiri sudah tahu lama bahwa akan keluar film itu, karena pemeran utamanya adalah Abe Hiroshi, aktor Jepang yang tingginya hampir 190cm, dan KEREN! (kudu pakai huruf besar hehehe). Wajahnya tidak seperti orang Jepang deh…. cakep 😉 Idolaku deh 😀 Dan dia muncul dalam sebuah acara TV yang mewawancarai dia dan artis yang bermain bersama. Di situ si artis bilang begini “Susah sekali konsentrasi karena dia telanjang bulat terus!” hahaha.

Pemeran utama : Abe Hiroshi dan artis Ueto Aya

Jelas saja telanjang bulat, karena cerita Thermae Romae itu berhubungan dengan MANDI. Yaitu tentang seorang “arsitek” pemandian air panas umum yang disebut thermae (hot spring) di Roma pada abad 200AD bernama Lucius Modestous (diperankan Abe Hiroshi). Nah dia mengalami “time slip” alias berpindah waktu ke jaman sekarang, yaitu ke pemandian (umum) Jepang. Pertama dia “mendarat” di Sento, pemandian umum Jepang dan terkejut bertemu dengan “orang orang bermuka datar” atau “budak-budak”. Tapi yang dia temukan di Sento itu amat menakjubkan. Misalnya susu rasa buah, ember dan gayung dari kayu  untuk mandi sebelum masuk bak, noren (kain tirai di pintu masuk), dan lukisan gunung Fuji besar di dinding. Dan dia kembali lagi ke abad 200AD setelah salah masuk kamar mandi wanita dan dilempar ember.

Pengalaman Lucius di Jepang itu kemudian diaplikasikan untuk pemandian air panas THERMAE di Roma saat itu. Dinding dihias gunung Pompey, dan dilengkapi ember kayu (lengkap dengan tulisan katakana) dan dijual juga susu rasa buah. Angin baru yang dibawa Lucius membuat namanya sebagai arsitek pemandian mulai menanjak. Sampai suatu kali dia dipanggil oleh kaisar Roma saat itu Hadrianus. Hadrianus ternyata juga berjiwa seni tinggi dan menghargai hasil kerja Lucius. Dia meminta Lucius membuat pemandian-pemandian menarik lainnya. Karena bagi orang Roma Thermae amat penting dalam kehidupan mereka.

4 orang aktor ini tidak seperti orang Jepang umumnya kan 😀

Saat dia sedang bingung untuk memenuhi permintaan kaisar, dia terseret lagi ke peradaban sekarang, yaitu di sebuah showroom toilet/kamar mandi. Wah wah wah di situ dia melihat berbagai “kemajuan” jaman sehingga menambah lagi kebingungannya mengapa si budak-budak berwajah rata itu bisa begitu maju kebudayaannya 😀 Nah bisa bayangkan deh kalau orang Roma kuno melihat Jaccuzi (Whirl pool), dengan kamar mandi yang dilengkapi video, WC otomatis yang terbuka jika masuk, lengkap dengan bidet (shower untuk cebok), dan dilengkapi papirus a.k.a tissue WC 😀 Laluuuuu semuanya diaplikasikan di jamannya. Fantastic, bukan?

poster film

Tapi memang untuk menonton film ini, kita perlu mengetahui banyak hal kebudayaan “mandi” di Jepang. Kalau tidak ya tidak bisa melihat sisi “lucu” dari film ini. Aku berdua Riku bisa ikut tertawa dalam banyak hal bersama orang Jepang yang memenuhi studio 2 saat itu. Padahal biasanya orang Jepang paling jarang kudengar tertawa di bioskop. Belum lagi semua kursi penuh! Memang film ini baru dirilis tgl 28 April. Tapi Riku yang jeli mengatakan pada papanya, “Papa harus nonton deh, karena komik manganya tidak sama dengan filmnya”. Tentu saja untuk membuat cerita di film lancar, kadang isi cerita originalnya lain dengan filmnya.

Kenapa papa Gen tidak ikut menonton bersama kami? Ya karena kami memutuskan untuk “berpisah” di bioskop. Aku menemani Riku menonton “Thermae Romae” sedangkan papanya menemani Kai yang mau menonton Kamen Rider. Aku tidak suka Kamen Rider sih, jadinya tidak mau menemani Kai. Coba kalau Kai mau menonton Conan, pasti aku lebih pilih Conan daripada Thermae ini. Eh tapi seneng juga sih menonton Thermae, apalagi bisa melihat idolaku si Abe san 😀 dan aku setuju pada pendapat Gen bahwa ceritanya unik.

Bagi yang mau mengetahui sedikit tentang “mandi” di Jepang silakan baca:

Kei-chan dari Pemandian Fukunoyu